KETIK, SURABAYA – Tiga dosen Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) melatih Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Kelurahan Tlogopojok, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik, membuat telur asin dan memasak.
Tiga dosen ini antara lain dr. Hafid Algristian, Sp.KJ, Khamida, S.Kep., Ns., M.Kep, dan Fifi Khoirul Fitriyah, S.Pd., M.Pd. Mereka melakukan pengabdian masyarakat dengan program Mental Warriors yang didanai oleh Kemdikbud Ristek tahun anggaran 2023.
”Karena kuliner itu lebih mudah dinilai awam, dan kalau diterima, sekaligus bisa menjelaskan bahwa ODGJ itu bisa dan mampu seperti orang sehat pada umumnya,” ujar salah satu ketua tim Pengmas dr. Hafid Algristian, Sp.KJ, Selasa (17/10/2023).
Pria yang seorang psikiater sekaligus dosen di Fakultas Kedokteran (FK) Unusa mengatakan banyak masyarakat yang memandang buruk dengan ODGJ. Karena itu, pihaknya bersama Komunitas Peduli Keluarga ODGJ Berdaya (Kompak) Kabupaten Gresik menjangkau ODGJ yang selama ini terpinggirkan secara sosial.
Menurut Hafid, penanganan ODGJ di Kabupaten Gresik ini sudah cukup bagus. "Namun belum ada pelatihan kuliner seperti ini, agar ODGJ tidak hanya sehat namun juga mandiri secara sosio-ekonomi," ujar pria kelahiran Gresik, 36 tahun silam ini.
Tim Pengmas Unusa dan Komunitas Peduli Keluarga ODGJ Berdaya (Kompak) Kabupaten Gresik usai memberikan pelatihan pembuatan telur asin dan memasak untuk ODGJ, Selasa (17/10/2023). (Foto : M.Khaesar/Ketik.co.id)
Hafid menceritakan, keberhasilan program ini semata-mata bukan karena peranan timnya saja. "Kami sangat senang mendapatkan bantuan dari terapis perilaku dari RS Grha Husada Gresik, sebagai rumah sakit rujukan tingkat lanjut di Kabupaten Gresik,” ujarnya.
Penjangkauan ODGJ juga dilakukan oleh kader posyandu jiwa di puskesmas setempat. Tim pelaksana program ini pun berasal dari lintas keilmuan, di antaranya Khamida, S.Kep., Ns., M.Kep dari Fakultas Keperawatan dan Kebidanan (FKK) Unusa dan Fifi Khoirul Fitriyah, S.Pd., M.Pd dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unusa.
Tentu saja ODGJ tidak bisa langsung terjun dalam program kuliner ini. Perlu dilakukan seleksi agar ODGJ yang terlibat memang dalam kondisi stabil, tidak sedang gelisah. Salah satu elemen penting sebelum memulai program ini adalah pelatihan kognitif sederhana.
Kemampuan sensori-kognitif ODGJ dilatih untuk merangsang pemahaman mereka terhadap perintah melalui stimulus sensorik. Misalnya, merasakan permukaan benda, mengenali arah kanan dan kiri, atau hal-hal lain yang mendukung koordinasi tubuh.
Latihan ini digabungkan dengan aktivitas sederhana seperti mencuci tangan. Selain untuk latihan sensori-kognitif, juga memberikan kebiasaan menjaga kebersihan sebelum menyentuh makanan.
Tahap selanjutnya adalah ODGJ membuat telur asin dan kue talam. Jenis makanan ini dipilih karena sederhana dan mudah dipelajari. Telur asin dijual sepuluh ribu rupiah per paket.
Ternyata produk telur asin tersebut telah mendapat respon positif. Di antaranya soal rasa yang asin dan masir, juga kemasan yang higienis.
Hasil penjualan dikembalikan 100 persen kepada ODGJ dan keluarganya. Di akhir program, ODGJ dan keluarganya mendapat tambahan modal untuk meneruskan pembuatan telur asin dan kue talam tersebut di rumah.
Melalui program ini, Hafid berkeinginan menunjukkan kepada masyarakat bahwa ODGJ bisa berdaya. Melalui serangkaian program berkelanjutan, mereka mampu kembali produktif seperti orang lain.
"Kami harapkan program kuliner ini juga bisa menjawab stigma negatif kepada ODGJ yang dianggap tidak mampu, tidak mungkin bekerja. Nyatanya, itu sangat mungkin,” pungkas Hafid. (*)