KETIK, SUMENEP – Salah satu kesenian yang menjadi ikon di pulau Madura adalah Tari Muang Sangkal. Kesenian itu berasal dari kabupaten Sumenep dan berfungsi sebagai penolak bala atau menjauhkan dari bahaya.
Seperti dirangkum dari berbagai sumber, secara harfiah muang artinya membuang dan sangkal adalah petaka.
Artinya, tarian itu memang dilakukan untuk membuang petaka dalam diri seseorang. Belakangan, tarian itu telah berkembang dan dibuat seni pertunjukan di Madura.
Asal usul tari Muang Sangkal Tari Muang Sangkal lahir dilatar belakangi oleh kepedulian seorang seniman Sumenep bernama Taufiqurrachman terhadap kekayaan yang dimiliki Pulau Madura.
Sejak munculnya Tari Muang Sangkal hingga sekarang, sudah melekat sebagai salah satu ikon budaya yang ada di Kabupaten Sumenep. Kemunculan Tari Muang Sangkal tidak terpisahkan dari Keraton Sumenep.
Keberadaan Keraton Sumenep telah melahirkan tradisi budaya, baik terkait dengan upacara adat maupun kesenian. Ciri khas Tari Muang Sangkal Gerakan Tari Muang Sangkal tidak jauh berbeda dengan tarian pada umumnya.
Pada dasarnya, gerakan Tarian Muang Sangkal seperti gerak-gerak dari Keraton Sumenep yang bertitik tolak dari gaya Yogyakarta. Gerakan itu dipadukan dengan ciri-ciri yang ada di keraton Sumenep.
Akan tetapi, ada beberapa yang menjadi ciri khas, yaitu penarinya harus ganjil, dalam keadaan suci atau perawan serta tidak sedang datang bulang (menstruasi). Busana yang dipakai dalam tari
Muang Sangkal adalah dodot legha. Ketika menari memegang cemong (mangkok kuningan) yang berisi beras kuning dan aneka kembang (bunga), seperti kembang melati dan mawar atau daun pandan.
Dikutip dari buku Perempuan dan Kehormatan bagi Masyarakat Madura (2020) karya Dedi Dores, dalam pertunjukkan tari Muang Sangkal diawali dengan gerakan cepat. Para penari berjalan beriiringan menuju panggung.
Setelah itu dilanjutkan dengan gerakan yang lebih halus, di mana para penari menari sambil membawa cemong atau mangkung kuningan yang berisi kembang beraneka macam dan menaburkannya dengan gerakan yang lembut dan indah.
Pada gerakan tersebut tentunya diselaraskan dengan musik pengiring, yaitu musik Gamelan khas keraton. Di mana gending yang digunakan adalah gending sampak, gending oramba-orambe dan gending lainnya.
Hingga kini, tarian tersebut terus dilestarikan sebagai wujud kesadaran budaya masyarakat Madura. Tari Muang Sangkal adalah identitas senu budaya akan terus tumbuh melewati waktu demi waktu.
Bupati Sumenep, Acmad Fauzi Wongsojudo mengatakan, sesungguhnya, tari muang sangkal mempunyai makna simbolis untuk menolak balak. Para penari biasanya menaburkan beras kuning ketika memperagakan tari itu, sebagai simbol menolak balak.
“Tari Muang Sangkal adalah simbol penolak balak, yang biasanya digelar ketika hajatan atau ada tamu besar yang datang ke Sumenep,” katanya.
Gerakan Tari Muang Sangkal sebenarnya memiliki makna simbolis. Para penari ketika memainkan kesenian itu menabur beras kuning, untuk menjamu tamu agung di Pendopo Keraton Sumenep, atau saat acara hajatan dan resepsi perkawinan.
Penaburan beras kuning sebagai simbol ungkapan doa memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar tamu yang datang diberi keselamatan dan terhindar dari bahaya. Acara yang diselenggarakan pun berjalan lancar dan sukses.
Saat acara resepsi pernikahan agar prosesi pernikahan berjalan lancar dan mempelai berdua dalam menjalani hidupu rumah tangga berjalan langgeng.
Selain itu, dari segi gerakan yang halus dan luwes serta anggun menunjukkan sikap adhep asor. Di mana dapat membentuk karakter penarinya halus dan lembut serta luwes.(*)