KETIK, PALEMBANG – Sri Meilina, ibunda Lady A Pramesti tidak bersedia ponselnya disita sebagai barang bukti atas kasus penganiayaan dokter koas di Kota Palembang yang menimpa Muhammad Luthfi Hadhyan (21).
Ponsel tersebut dicurigai menyimpan rekam jejak digital mengenai keterlibatannya dalam kasus penganiayaan Luthfi.
Hal ini diterangkan Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel), Anwar Reksowidjojo pada "Rilis Akhir Tahun 2024" yang digelar di Markas Polda Sumsel pada Senin, 30 Desember 2024.
Oleh karena itu, Anwar menegaskan bahwa penyidik akan fokus mengulik dugaan keterlibatan Sri Meilina berdasarkan barang bukti dari ponsel Fadilla alias FD (36) yang saat ini telah berstatus sebagai tersangka penganiaya Luthfi.
”Untuk ponsel ibunya Lady, Sri Meilina, itu belum bisa dilakukan penyitaan karena itu upaya paksa. Sebab, pemeriksaan ibunya Lady masih dalam tahap pengembangan kasus, masih dalam tahap penyelidikan. Dia juga tidak mau ponselnya diperiksa," ungkap Anwar.
Meski begitu, Anwar memastikan, data-data percakapan yang ada di ponsel Fadilla berupa percakapan sebelum terjadi pertemuan antara Sri Meilina dan Luthfi sudah dikloning.
Kini, pihaknya tengah mengkonfirmasi data-data tersebut dan mengaitkannya dengan alat bukti lainnya, seperti rekaman visual dan jejak audio lain.
”Ponsel Fadilla sudah disita dan sudah kita kloning (datanya). Kami juga sedang melakukan konfirmasi atau mengaitkan data-data dari ponsel Fadilla dengan alat bukti lainnya, seperti rekaman visual dan audio,” kata dia.
Sementara itu, di tempat yang sama, Kapolda Sumsel, Andi Rian R Djajadi mengungkapkan, penanganan kasus penganiayaan dokter koas kini sudah melibatkan sejumlah ahli forensik. Sejumlah data rekaman visual dan audio, lanjutnya, kini sudah dibawa ke laboratorium forensik.
”Dari hasil uji laboratorium tersebut, isi dari rekaman visual maupun audio itu bisa dibakukan dan dibunyikan, namun itu akan memakan waktu karena melibatkan sejumlah ahli,” terang Andi.
Dia pun meminta pihak pelapor, korban, serta publik untuk bersabar menunggu hasil pengujian laboratorium. Sebab, pemeriksaan atau penerjemahan dari para ahli membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Apabila sudah siap, maka hasil uji laboratorium tersebut akan disusun dalam suatu bentuk berita acara sebelum nantinya ditetapkan sebagai alat bukti.
”Dalam penanganan kasus, kami mengedepankan scientific crime investigation (SCI). Kami tidak mau sembrono dalam penanganan kasus ini. Oleh karena itu, kami harus melalui sejumlah tahapan yang bisa membantu penyidikan secara ilmiah, antara lain dengan uji laboratorium,” pungkasnya. (*)