KETIK, JAKARTA – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengungkapkan bahwa MPR RI periode 2019-2024 tidak bisa lagi melakukan amandemen konstitusi, mengingat masa waktu jabatan yang hanya sekitar tinggal 4 bulan lagi.
Sesuai ketentuan Pasal 109 ayat 4 Peraturan MPR RI No.1/2019 tentang Tata Tertib MPR RI, bahwa usul amandemen tidak dapat diajukan dalam 6 bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan MPR. Artinya batas waktu terakhir adalah 31 Maret 2024.
"Berbagai kajian tentang amandemen telah disiapkan oleh MPR RI 2019-2024 untuk nanti dijadikan rekomendasi kepada MPR RI 2024-2029. Sehingga MPR periode mendatang bisa langsung tancap gas," ucapnya.
"Namun harus diingat, syarat melakukan amandemen sangat ketat, sehingga membutuhkan persetujuan dari pimpinan partai politik. Satu atau dua saja partai politik yang memiliki kursi signifikan di Parlemen dan sebagian besar anggota DPD RI memberikan penolakan, maka amandemen sulit terealisasi," tambah Bamsoet usai menerima berbagai kelompok elemen masyarakat, di Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Hadir antara lain dalam acara itu Fahri Lubis (Forum Generasi Penerus NKRI), Hendra Zon (Keluarga Besar Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia), Edawati (Federasi Serikat Buruh Demokrasi Perjuangan Seluruh Indonesia), HM. Ganis Lusiawan (Kedaton Majapahit Trowulan), dan Wati Imhar (Emak-Emak Aspirasi).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, syarat amandemen misalnya, usul perubahan pasal-pasal konstitusi diajukan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah Anggota MPR.
Sidang Paripurna MPR untuk mengambil putusan amandemen juga harus dihadiri minimal 2/3 jumlah anggota MPR serta Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50 persen ditambah 1 dari seluruh anggota MPR.
"Karena itu, harus ada kesepahaman dan kesepakatan bersama dari seluruh pimpinan partai politik untuk melakukan amandemen. MPR RI 2019-2024 sudah menyerap aspirasi dari berbagai kalangan, dan telah mengidentifikasi bahwa ada enam aspirasi yang berkembang di masyarakat terkait agenda amandemen konstitusi," jelas Bamsoet.
Bamsoet menerangkan, keenam aspirasi tersebut antara lain, pertama, amendemen yang bersifat terbatas, perubahan hanya terkait pembentukan PPHN, sebagaimana direkomendasikan oleh MPR periode 2014-2019.
Kedua, penyempurnaan terhadap UUD Tahun 1945 hasil amendemen sebelumnya. Ketiga, perubahan dan kajian menyeluruh dan mendalam terhadap UUD Tahun 1945 hasil amendemen I hingga amendemen IV.
"Keempat, kembali ke UUD 1945 sesuai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 (yang di dalamnya tercantum Penjelasan). Kelima, kembali ke UUD 1945 yang asli," ucapnya menjabarkan.
Dia menambahkan, kemudian juga dilakukan perbaikan dan disempurnakan melalui addendum.
Aspirasi keenam adalah kelompok aspirasi yang menyatakan tidak diperlukan adanya amendemen konstitusi, artinya tetap pada UUD NRI Tahun 1945 yang saat ini berlaku dan diterapkan.
"Pilihan amandemen mana yang akan diambil, diserahkan sepenuhnya kepada MPR RI periode mendatang," pungkas Bamsoet. (*)