KETIK, SURABAYA – Sidang perkara korupsi yang membelit tiga mantan karyawan PT Antam (Persero) kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya. Dalam sidang sebelumnya, ketiga terdakwa menyampaikan eksepsinya.
Mereka adalah mantan Kepala Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya I, Endang Kumoro; beserta dua mantan anak buahnya, yakni Achmad Purwanto dan Misdianto.
Dalam eksepsinya, para terdakwa meminta agar perkara ini dihentikan dengan alasan Nebis in Idem. Yakni kesamaan dalam hal materi pokok perkara, para pihak dan obyek, dengan perkara sebelumnya. Sebagai informasi, sebelumnya para terdakwa juga sudah disidang dengan dakwaan penipuan, dengan kasus yang sama.
Atas eksepsi tersebut, JPU menolak argumen ketiga terdakwa. Alasannya, kasus sebelumnya adalah penipuan, sedangkan kali ini adalah perkara korupsi yang dinilai merugikan keuangan negara.
Menanggapi tanggapan JPU, pengacara terdakwa Endang, Sentot Panca Wardhana, meminta hakim mengesampingkan jawaban jaksa.
Sebab, jawaban jaksa atas eksepsinya itu -dinilai Sentot - sebenarnya secara tidak langsung mengakui asas nebis in idem dalam perkara tersebut.
"Jawaban jaksa pada intinya secara tidak langsung teman-teman JPU mengakui lah azas dari nebis in idem," kata Sentot, saat ditemui di PN Tipikor, Rabu (13/9/2023).
Bahkan Sentot menilai, dalam perkara ini, JPU telah menyamarkan perkara tersebut seolah-olah dalam putusan perkara sebelumnya adalah tindak pidana umum dengan pelapor Budi Said. Sedangkan dalam perkara ini, dianggap yang melaporkan adalah PT Antam yang menjadi representasi negara.
"Perkara ini disamarkan seolah-olah diputusan sebelumnya adalah tindak pidana umum dan yang melaporkan adalah Budi Said. Tetapi dalam perkara ini yang melaporkan adalah negara dalam hal ini adalah PT Antam," kata Sentot.
"Kalau kita bicara azas hukum, dimana barang yang sama kecuali itu perak ya. Ini tetap emas cuma JPU berdalih cuma masalah kilogram. Tapi tetap ini satu kesatuan dalam transaksi sebelumnya. Jadi menurut hemat kami jawaban dari penuntun umum ini menurut hemat kami majelis hakim untuk mengesampingkan lah. Karena azas nebis in idem telah terpenuhi," ungkapnya.
"Jadi lebih baik kita melepaskan satu orang dari pada kita menahan seseorang dalam perkara yang sama atau nebis in idem dan dihukum yang kedua kalinya. Jadi ini merupakan pelanggaran HAM berat, jadi kami tetap pada eksepsi kami," tambahnya.
Diketahui, Endang bersama dua terdakwa lainnya didakwa melakukan korupsi emas seberat 152,8 Kg senilai Rp92,2 miliar milik PT Antam TBK. Tindakan itu dilakukan ketiga orang terdakwa, bersama seorang broker alias makelar, bernama Eksi Anggraeni.
Ketiga terdakwa pertama, ketika itu masih sebagai pegawai PT Aneka Tambang (Antam) yang menjual emas di bawah harga resmi perusahaan pelat merah tersebut. Sedangka Eksi, diketahui yang menampung barang berupa emas itu.
Jaksa penuntut umum Derry Gusman dalam dakwaannya menjelaskan, Endang bersama Purwanto dan Misdianto selaku administrator BELM Surabaya I memberikan fasilitas kepada Eksi selaku broker untuk menjualkan emas kepada pembeli di bawah harga resmi. Ketiganya, menyerahkan emas kepada Eksi melebihi faktur penjualan.
"Mengakibatkan kekurangan emas seberat 152,8 kilogram di BELM Surabaya I," ujar jaksa Gusman saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (29/8/2023).
"Perbuatan ketiga terdakwa juga memperkaya Eksi Anggraini kurang lebih Rp 90,6 miliar," katanya. (*)