KETIK, NGANJUK – Warga korban relokasi rumah dari lokasi Bendungan Semantok, semakin hari, semakin tidak jelas, 7000 petani kecamatan Rejoso dan Kecamatan Gondang, dari Hak kepemilikan tanah hingga pengairan sawah, semakin membuat resah warga.
Warga di Desa Tritik dan Sambikerep Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk yang terkena proyek Bendungan Semantok, kini permasalahannya semakin mengembang, dari hak kepemilikan tanah hingga pengairan sawah yang tidak jelas
Proses sertifikasi tanah relokasi warga terdampak pembangunan Bendungan Semantok, Kecamatan Rejoso, mengalami beberapa kendala. Selama bertahun - tahun, sertifikasi tanah tersebut tak kunjung rampung atau macet.
Proses sertifikasi tanah relokasi warga terdampak pembangunan Bendungan Semantok, Kecamatan Rejoso, mengalami beberapa masalah yang sangat rumit.
Selama beberapa tahun, sertifikasi tanah tersebut tak kunjung selesai, situasi ini telah menimbulkan ketidakpastian besar di kalangan warga yang telah dipindahkan dari daerah mereka yang semula.
Mereka membangun rumahnya sendiri-sendiri dengan menggunakan material bekas rumahnya yang dibongkar.
Salah satu warga yang terkena dampak, Pak Suharto dari dusun kedungnoyo, Desa Tritik, Kecamatan Rejoso, mengatakan, para warga telah meninggalkan rumah yang lama dan berharap mendapatkan kehidupan yang lebih baik di tempat baru.
“Tetapi masih belum memiliki sertifikat tanah yang ditempati, kami hidup dalam ketidakpastian yang sangat besar,” kata Suharto risau, ketika di temui, Selasa siang (13/8/2024).
Warga melakukan pembangunan rumahnya sendiri di tempat relokasi tersebut.
Artinya, Pemkab tidak membangunkan satupun rumah bagi warga terkena proyek Bendungan Semantok.
Menurut Suharto, Pemerintah Nganjuk telah berjanji, setelah pindah ke tempat relokasi, sertifikat kepemilikan tanah relokasi akan diberikan. Namun, sampai saat ini janji sertifikat tanah tersebut tak kunjung diberikan dan semakin tidak jelas.(*)