KETIK, SURABAYA – Meski hanya bertumpu dengan satu kaki, Ksatria JNE Express Surabaya, Jawa Timur, Sirilus Siko, tampak cekatan mengantarkan paket ke pelanggan. Bahkan saban hari, ia mampu menyelesaikan kiriman hingga 85 alamat di kawasan Surabaya timur.
Rilus, sapaan akrabnya, memang terlihat semangat di tengah aktivitasnya yang cukup padat. Dengan kondisi fisik yang terbatas, ia tak sekadar antusias bekerja sebagai kurir disabilitas, tapi juga gairah berkarya, dengan menjadi konten kreator yang videonya mampu menginpirasi masyarakat luas.
Bahkan, ia juga mengharumkan nama Tanah Air bersama Timnas U-23 Sepakbola Amputasi Indonesia—Garuda INAF, usai sukses meraih juara dalam ajang Artalive Challenge Cup Amputee Football di Malaysia, 19 - 24 Juli 2023.
Bisa dikata, capaian tersebut berhasil Rilus dapat dalam waktu yang relatif singkat dimulai dari langkah hijrahnya menuju Surabaya awal tahun 2023. Sebelumnya, ia hanyalah seorang pengangguran di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Lantas, apa yang kemudian bisa membuka pikirannya hingga ia berani mengambil keputusan untuk menapakkan kaki—jauh sampai ke Gerbang Indonesia Timur itu? Lalu, seperti apa ceritanya ketika ia tak memperoleh izin merantau dari orangtua? Dan bagaimana pula kisah perjuangannya selama di perantauan, berhasilkah?
Merantau dengan Berbekal Tekad yang Kuat
Pria kelahiran Ende, 9 Juli 2001 ini, mengembara asbab mulanya ingin bergabung dengan tim Perkumpulan Sepakbola Amputasi Surabaya (PERSAS).
Februari 2023, berbekal tekad yang kuat, juga demi menggapai mimpinya menjadi pemain sepakbola amputasi profesional, ia pun meninggalkan tanah kelahirannya menuju Kota Pahlawan.
“Waktu kecil saya memang hobi sepak bola, meski hanya jadi kiper, karena belum pakai tongkat Elbow. Sepak bolanya juga masih sama teman non disabilitas,” kata Rilus membuka kisah.
Pria yang kaki kanannya hanya sebatas paha sejak lahir ini, mengaku kaget tatkala perdana bersua dengan tim PERSAS. Karena saat itu, ia memang pertama kali pula ketemu orang-orang dengan keterbatasan fisik serupa dirinya. Kala masih di Ende, ia belum pernah mendapati perkumpulan sepakbola disabilitas seperti PERSAS.
“Saya pertama kali mendapat informasi mengenai PERSAS dari instagram. Setelah lihat, saya tertarik dan berpikir, kayaknya bakat saya di sini, sepakbola,” tuturnya.
Tanpa pikir panjang, Rilus bergegas menghubungi akun official Instagram PERSAS lewat Direct Message (DM) atau pesan langsung. Tunadaksa usia 23 tahun inipun mengajukan permohonan menjadi anggota tim PERSAS. Selain itu, ia juga banyak bercerita tentang kondisi fisiknya. “Puji Tuhan, saya diterima,” serunya bahagia.
Namun, kebahagiaan itu seketika hilang. Orangtua Rilus ternyata tak memberikan restu, jika ia harus merantau keluar NTT. Keduanya pun khawatir, terlebih, waktu itu sedang viral kasus penculikan anak di Surabaya dan sekitarnya.
“Dari keluarga tidak ada yang setuju sama sekali. Mereka tidak percaya saya akan berhasil kalau merantau ke Surabaya. Tapi saya tetap berangkat,” kenangnya.
Malam itu, Rilus berpamitan dengan orangtua dan saudara lainnya, meski mereka tidak respect. Ketika sudah di atas kapal menuju Surabaya, ia kemudian mengirim foto dirinya dengan latar samudera lepas dan meminta doa ke mereka agar diberi keselamatan sampai tujuan.
“Dari situ mereka baru percaya. Ada yang telpon, menangis minta saya balik. Jika sudah tekad bulat begitu saya nggak bisa ditahan-tahan,” selorohnya tersenyum.
Dan syukurnya, dalam diri Rilus tak terbelesit kekhawatiran sama sekali bila harus merantau keluar pulau. Karena sejak kecil ia sudah tinggal di sebuah panti asuhan, sehingga terbiasa jauh dari orangtua dan hidup mandiri. Ia juga tidak mau berpikir macam-macam soal isu penculikan anak yang marak terjadi di Surabaya tahun itu.
Meraih Berbagai Prestasi dalam Dunia Sepakbola
Selepas diterima PERSAS, Rilus tidak bisa langsung bergabung dengan anggotanya di Surabaya. Para pengurus belum percaya sepenuhnya, kalau ia mampu bermain sepakbola. Mereka pun mengirim tongkat Elbow dan bola untuk latihan mandiri di Ende selama dua pekan.
“Saya diminta bikin video setiap latihan mandiri pakai tongkat dan bola itu. Video- videonya lalu dikirim ke mereka,” tuturnya.
Dari video tersebut, para pengurus PERSAS akhirnya mengakui kemampuan putra kelima pasangan dari Yakobus Galle dengan Kahtarina Bhoki ini dalam menggocek bola. Setelah itu mereka kemudian meminta Rilus berangkat ke Surabaya. Mereka pula yang menanggung seluruh biaya akomodasinya.
“Yang susah ketika mencari tempat tinggal untuk saya di Surabaya, karena PERSAS masih baru. Waktu itu belum ada suport dari pemerintah setempat bahkan hingga sekarang. Jadi, semuanya masih swadaya mandiri,” jelasnya.
Sebelum beranjak ke Surabaya, pengurus PERSAS memastikan dulu terkait tempat tinggal Rilus. Usai berikhtiar mereka akhirnya menemukan sebuah panti asuhan di Surabaya barat yang siap menampung.
Begitu tiba di Kota Pahlawan, Minggu pagi, ia dijemput oleh perwakilan PERSAS di Pelabuhan Tanjung Perak, lantas diantar ke griya asuh tersebut.
“Sorenya saya langsung diajak latihan, sekalian memperkenalkan diri. Jadwal rutin latihannya memang sepekan sekali, Minggu sore, di lapangan Adi Buana,” ujarnya.
Setelah satu bulan bergabung dengan tim PERSAS, Rilus turut berpartisipasi dalam pertandingan sepakbola amputasi ‘Piala Bupati Jember 2023’. Bahkan, ia langsung didapuk sebagai pemain utama PERSAS. Kegiatan tersebut pun menjadi turnamen sepakbola amputasi pertama yang pernah diikutinya.
“PERSAS jadi runner up Piala Bupati Jember 2023,” ungkap Rilus yang dinobatkan menjadi Best Player dalam kejuaraan yang digelar pada 15-19 Maret 2023 itu.
Tiga bulan berikutnya—awal Juli 2023, Rilus berangkat ke Jakarta untuk mengikuti latihan sekalian seleksi nasional oleh Perkumpulan Sepakbola Amputasi Indonesia (PSAI). Kegiatan yang diikuti oleh 18 pesepak-bola amputasi dari berbagai daerah ini digelar guna persiapan Artalive Challenge Cup Ampute Football di Negeri Jiran.
Berkat kegigihan dan ketekunannya, ia pun berhasil menjadi salah satu Timnas U-23 Sepakbola Amputasi Indonesia melalui seleksi itu, dan bersama Garuda INAF ia berhasil menjuarai ajang internasional sepakbola amputasi tersebut.
Setelah itu, Rilus terus menorehkan prestasi bersama PERSAS, seperti Runner Up Piala Menpora Cup 2023, dan terbaru Runner Up Piala Polresta Malang Cup 2024. Saat ini, ia bersama Garuda INAF giat berlatih untuk persiapan menyambut Asean Para Games yang rencananya akan digelar di Uzbekhistan, pada November 2024.
Berkah prestasinya di dunia sepakbola, Universitas Muhammadiyah Surabaya pun memberinya beasiswa penuh untuk Program S1 Ilmu Hukum. Bahkan, ia diberikan keleluasaan—tanpa perlu hadir langsung ke kampus untuk mengikuti perkuliahan.
“Sampai sekarang masih ikut kuliah online,” ujar Rilus kepada ketik.co.id, Minggu (30/6/2024).
Menjadi Teladan bagi Sesama Rekan Kerja
Hidup di perantauan tanpa sanak famili, ditambah keterbatasan fisik yang dimiliki, menuntut Rilus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ia pun rela membanting tulang hingga Kediri, Jawa Timur, sepulang sukses membela Indonesia dalam kompetisi sepakbola amputasi di Malaysia.
“Saya dari keluarga tidak mampu. Saya sudah dewasa, jadi harus mandiri. Nggak mungkin minta orangtua terus. Saya juga punya adik yang masih sekolah di Ende,” jelas putra kelima dari enam bersaudara ini.
Selain itu, Rilus melanjutkan, honor sebagai atlet sepakbola amputasi tidak selalu ada. Kalau pun ada, juga tidak seberapa jumlahnya, sehingga tak bisa diharapkan. Karenanya, untuk bisa survive di tanah rantau, maka ia harus bekerja.
“Sekalian saya juga ingin mengubah ekonomi keluarga,” tegasnya menambahkan.
Dari situ, di sela rutinitasnya berlatih sepak bola, baik secara mandiri atau dengan tim PERSAS, ia mencoba mengadu nasib dengan melamar pekerjaan menjadi kurir JNE Express Surabaya, yang waktu itu memang membuka lowongan kerja khusus untuk penyandang disabilitas melalui program Expressbility.
“Saat itu pekan terakhir September 2023, saya bersama satu kawan datang ke Job Fair. Di situ, JNE Surabaya buka lowongan kurir untuk disabilitas. Kami daftar, lalu seminggu sebelum diterima sebagai kurir, interview. Tepat, 3 Oktober 2023, awal kami masuk kerja,” terangnya.
Selain melawan keterbatasan fisik, tantangan terbesar Rilus saat pertama menjadi kurir JNE Express Surabaya, adalah mencari, menemukan, dan menghafal titik-titik alamat di kawasan Surabaya timur yang menjadi areanya dalam pengiriman paket ke pelanggan. Termasuk juga beradaptasi dengan teman baru di lingkungan kerja.
“Awal-awal, itu masih bingung waktu cari alamat. Kadang nyasar, karena memang belum hafal daerahnya. Apalagi baru pertama kali ke Surabaya. Pokoknya ikut saja arahan google maps,” tuturnya.
Terkait jumlah pengiriman, JNE Express Surabaya memberikan target kepada Rilus sebanyak 85 paket per hari. Sedangkan untuk kurir non disabilitas, targetnya 120 paket per hari.
“Untuk hari pertama, kedua, dan seterusnya tidak langsung 85 paket, tetapi mulai dari 10, 12, mentok 15. Itu untuk menghafal wilayah. Seiring waktu, semakin hafal daerah ya semakin bertambah pula jumlah paketnya. Saya baru enjoy dan running di target 85 paket setelah berjalan 1,5 hingga 2 bulan,” paparnya.
Rilus mengaku bahagia bisa bekerja di JNE Surabaya. Apalagi, lingkungan kerjanya juga sangat mendukung. Ia kemudian bercerita, bahwa semangatnya kini mampu menebarkan energi positif kepada teman-temannya sesama kurir yang terkadang merasa futur saat bekerja.
“Teman-teman sering menjadikan saya sebagai teladan, kalau ada teman sesama kurir kurang mood. Biasanya ada yang bilang ‘coba lihat Rilus, meski hanya punya satu kaki, tetapi tetap semangat’,” terang Rilus menirukan ucapan rekan kerjanya.
Upaya JNE Surabaya Menjalankan Amanat Undang-Undang
Learning and Development Staff JNE Express Surabaya, Mukhammad Mizan Zulmi, menjelaskan latar belakang di balik hadirnya program Expressbility. Pertama, JNE hendak menjalankan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Pada pasal 53 dalam UU tersebut, disebutkan bahwa perusahaan swasta itu wajib mempekerjakan paling sedikit 1% penyandang disabilitas. Sedangkan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maupun lembaga pemerintahan baik pusat ataupun daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2%.
“Kami berusaha menjalankan amanat dari Undang-Undang tersebut,” jelas Mizan selaku penggagas program itu, kepada ketik.co.id, pertengahan Juni 2024.
Kedua, Founder Yayasan Griya Qur’an Difabel ini, mengaku sering mendapati para penyandang disabilitas kesulitan dalam mencari pekerjaan. Sebab itu, JNE Express Surabaya membuka lowongan kerja, khususnya bagian operasional atau kurir dan back office untuk kelompok yang termarginalkan seperti mereka.
“Tapi yang baru dapat di bagian kurir, yaitu Mas Rilus dan Mas Zamroni. Padahal, waktu itu ada 10 pelamar disabilitas. Tapi hanya mereka berdua yang memenuhi syarat,” jelasnya.
Mizan mengatakan, pihaknya membuka lowongan kerja untuk disabilitas melalui program Expressbility ini sejak Agustus 2023. Lalu pada pekan terakhir September 2023, JNE mengikuti Job Fair Disperinnaker Surabaya. Dari situ, Rilus dan Zamroni memasukkan lamaran kerja dan mereka pun diterima setelah menjalani interview.
“Jadi, program ini baru kami mulai sejak keduanya bergabung per Oktober 2023,” imbuhnya.
Karena Expressbility ini program baru, sehingga Mizan selalu melakukan monitor terhadap produktivitas keduanya. Apalagi, perekrutan disabilitas ini berhubungan erat dengan Corporate Image, yakni terkait kekhawatiran atas tanggapan negatif masyarakat tentang kinerja mereka jika bergabung dengan JNE Express Surabaya.
“Dan awal Januari 2024, atau 3 bulan kerja, kami melakukan survei ke pelanggan. Hasilnya ternyata sangat bagus, baik dari kualitas pelayanan maupun responbility atau tanggung jawab mereka. Bahkan banyak pelanggan terinspirasi,” terangnya.
Jika menilik dari capaian kerja berdasarkan Key Performance Indicator (KPI), Mizan mengatakan, jika keduanya dapat mencapai target sebagaimana diharapkan oleh perusahaan. Ia lantas memaparkan persentase keberhasilan Rilus, yang mencapai hingga 97% dari standar perusahaan sebesar 96%.
“Saat menilai itu saya ikut terjun langsung ke lapangan. Saya ikut di belakang Mas Rilus memantau kinerjanya seperti apa. Untuk pengiriman, kalau saya bandingkan time-nya, teman-teman disabilitas lebih cepat daripada karyawan non disabilitas,” ungkapnya.
Menjadi Embrio untuk Diikuti Perusahaan Lain
Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Norman Yulian, pun menguatkan pernyataan Mizan. Menurutnya, penyandang disabilitas ketika diberi kepercayaan suatu pekerjaan, maka mereka akan menyelesaikannya dengan baik, bahkan hasilnya bisa melebihi dari karyawan non disabilitas.
“Jadi, apa yang disampaikan Mas Mizan memang benar. Itu salah satu contoh. Di beberapa daerah juga sama. Satu dari sekian banyak contoh nyata itu ada seorang karyawan bagian sortir perusahaan pensil. Hasil sortinya lebih banyak dari teman-teman non disabilitas,” bebernya.
Lha kok bisa?
Norman menjelaskan, penyandang disabilitas tidak suka berjalan ke sana ke mari, keluar ruangan, atau bolak balik karena keterbatasan fisik. Ketika sedang bekerja, mereka lebih suka duduk serta fokus sehingga hal itu membuat mereka produktif dan akan menguntungkan perusahaan tempatnya bekerja.
“Saya mengapresiasi langkah yang diambil JNE Express Surabaya dengan program Expressbility-nya, yang memberikan kesempatan kepada teman-teman disabilitas di Surabaya. Dari situ, otomatis meningkatkan ekonomi mereka,” katanya kepada ketik.co.id, Rabu (3/7/2024).
Bagi Norman, wajar saat sebuah perusahaan atau instansi pemerintahan khawatir terhadap kinerja penyandang disabilitas. Tetapi ia mengingatkan agar tidak terlalu berlebihan. Ia lantas memberikan tips ketika hendak mempekerjakan penyandang disabilitas.
Pertama, tempatkan pada posisi dengan pekerjaan yang benar-benar bisa mereka tuntaskan. Kedua, memahami pekerjaan apa saja yang sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan kondisi fisik mereka.
“Contoh, ada perusahaan pemotongan pipa baja di Bekasi. Suaranya sangat bising dan keras sekali. Kalau perusahaan mempekerjakan non disabilitas, mereka harus menyiapkan jaminan kesehatan pendengaran. Tapi perusahaan itu pintar, mereka menempatkan tenaga kerja tunarungu, sehingga mereka tidak butuh lagi asuransi pendengaran. Hal-hal seperti ini yang perlu dicermati oleh perusahaan,” jelasnya.
Norman mengatakan, program Expressbility yang sudah dimulai oleh JNE Express Surabaya merupakan sebuah embrio untuk dapat diikuti perusahaan-perusahaan lain. Ia pun berharap, JNE tidak sebatas mempekerjakan teman-teman disabilitas dalam sektor pengiriman paket, tetapi juga pada bagian packaging atau lainnya.
Disperinnaker Surabaya Siap Dukung Program Expressbility JNE
Berdasarkan data laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, jumlah pekerja disabilitas di Indonesia sebanyak 720.748 orang—atau naik secara signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 277.018 orang.
Lalu, merujuk laporan BPS tahun 2020, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 22,5 juta orang. Meski terdapat selisih 2 tahun, dari data tersebut dapat disimpulkan, bahwa jumlah pekerja disabilitas di Indonesia sejatinya masih sangat jauh dibanding dengan jumlah penyandang disabilitas.
Hal itu terjadi, karena implementasi UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyerapan Tenaga Kerja Disabilitas hingga kini masih belum berjalan optimal. Dimana fakta di lapangan menunjukkan jika masih banyak perusahaan atau instansi pemerintahan yang belum menjalankan mandat UU tersebut. Menurut Norman, kuota 1 % dari jumlah 100 orang karyawan yang dimiliki, sebenarnya tidak terlalu berat asal ada kemauan dari pihak manajemen.
“Ini tentu butuh kerja keras lagi dari pemerintah, khususnya dinas tenaga kerja, untuk lebih proaktif mensosialisasikan soal tenaga kerja penyandang disabilitas,” katanya.
Norman pun berharap Disperinnaker Surabaya dapat menjalankan fungsi maupun memaksimalkan peran Unit Layanan Disabilitas (ULD) di bidang ketenagakerjaan. Sebab, dengan ULD ini perusahaan-perusahaan bisa memberikan informasi terkait lowongan pekerjaan bagi penyandang disabilitas.
“Teman-teman disabilitas kini sudah memahami, bahwa untuk mencari lowongan kerja adalah menuju ULD. Nah, tinggal bagaimana ULD di daerah dapat berperan,” tandasnya.
Kepala Bidang Pelatihan serta Penempatan Tenaga Kerja Dinas Perindustrian dan Tenaga kerja (Disperinnaker) Surabaya, Tranggono Wahyu Wibowo, mengatakan, Disperinnaker Surabaya sudah membuat dan mengirimkan surat pemberitahuan terkait penyerapan tenaga kerja disabilitas, baik kepada perusahaan swasta atau instansi pemerintah.
“Program pemberdayaan disabilitas itu sebenarnya juga menjadi fokus perhatian dari Pak Walikota Surabaya,” imbuhnya kepada ketik.co.id, Kamis (27/6/2024).
Untuk lembaga pemerintahan, Tranggono mengatakan, pihaknya sudah bergerilya mengeksekusi program tersebut melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dinas masing-masing. Adapun perusahaan swasta, katanya, perlu dilakukan pengecekan satu per satu dengan memperhatikan keselamatan para penyandang disabilitas.
“Itu penting, karena untuk keselamatan yang bersangkutan. Keselamatan mereka harus menjadi prioritas utama bagi perusahaan pemberi kerja,” tegasnya.
Disperinnaker Surabaya pun kerap memberikan rekomendasi kepada penyandang disabiltas mengenai perusahaan-perusahaan yang justru senang memperkerjakan kaum termarginalkan seperti mereka. Biasanya, perusahaan-perusahaan tersebut memberi pekerjaan yang ringan seperti menyetrika baju, memasang kancing baju, dan sebagainya.
“Kalau untuk penempatan kurir, perlu ada kajian khusus. Kendaraan rodatiga yang dipakai, apakah sudah sesuai spesifikasi yang terdapat pada UU Lalulintas? Jangan sampai mempekerjakan mereka karena hendak menjalankan mandat UU Nomor 8 Tahun 2016, tetapi justru menyalahi aturan lainnya,” imbaunya mengingatkan.
Walau begitu, Tranggono sangat mendukung program Expressbility JNE Surabaya. “Disperinnaker Surabaya siap memfasilitasi jika ada lagi proses seleksi. Kami akan cari pencaker disabilitas, juga tenaga ahli terkait. Kami ada komunitas-komunitas disabilitas, itu nantinya akan kami undang juga,” pungkasnya. (*)