KETIK, SUMEDANG – Wakil Menteri Dalam Negeri, John Wempi Wetipo, mengukuhkan 533 orang putra-putri terbaik bangsa yang terdiri atas 362 orang putra dan 171 orang putri, menjadi Praja Pratama Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Angkatan XXXIV tahun 2023.
Keseluruhan Praja Pratama ini telah berhasil melalui rangkaian Seleksi Penerimaan Calon Praja (SPCP) IPDN tahun 2023 yang berlangsung mulai tanggal 4 April s.d. 8 Agustus 2023. Mereka berhasil lolos setelah bersaing dengan 27.567 orang pendaftar lainnya. SPCP tahun ini masih bekerja sama dengan BKN RI dan Kepolisian RI dengan mengusung sistem BETAH (Bersih, Transparan, Akuntable dan Humanis).
Di antara 171 praja putri yang lolos menjadi Praja Pratama, dari data Humas IPDN, beberapa praja di antaranya berasal dari keluarga tidak mampu.
Salah satunya bernama Nurul Fatimah, berasal dari Jawa Tengah/Lampung. Kedua orangtua Nurul sudah meninggal dunia. Sementara ia merupakan anak bungsu dari dua bersaudara anak kedua. Namun dengan kakaknya yang sudah menikah, Nurul sudah jarang berkomunikasi.
"Nurul ini tinggal bersana paman atau Pak De-nya, seorang pensiunan, dan bude-nya yang seorang ibu rumah tangga. Sementara yang membiayai Nurul itu adalah anak-anak dari pakde yang sudah kerja. Kemarin lurah Joglo yang purna IPDN juga yang ikut membiayai perlengkapan Nurul untuk masuk IPDN," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat La Ode Muhamad Alam Jaya, kepada Ketik.co.id, Kamis (31/8/2023).
Praja putri lainnya bernama Birnadhita Marsya, asal Jawa Timur/Bengkulu yang ibunya sudah wafat, dan bapaknya kerja sebagai buruh pabrik di Surabaya. Marsya tinggal di Kediri bersama nenek, kakek, dan pamannya yang seorang pegawai negeri sipil dan dan bibinya seorang buruh pabrik. Ia merupakan 3 bersaudara, dan selama ini kakak kandungnya lah yang bertindak selaku walinya.
Praja putri yang ketiga dari kalangan keluarga tidak mampu adalah Gebi Ariska yang berasal dari Sulawesi Utara/Bengkulu.
"Praja Gebi ini bapaknya seorang petani dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Gebi merupakan putri sulung dari dua bersaudara, yang tinggal dengan om dan tantenya di Kota Bitung. Lebih menyentuhnya lag, Gebi ini belum pernah bertemu orang tuanya sejak dari SMP," tutur Alam.
Beberapa di antara praja, orangtuanya yang bekerja sebagai buruh bangunan. Seperti orang tua salah satu praja yang tinggal di Banyuwangi, sampai tidak bisa menghadiri prosesi pengukuhan anaknya di Lapangan Parade IPDN Jatinangor.
Sebenarnya, kata Alam, masih banyak praja yang berasal dari keluarga tidak mampu atau karena memiliki prestasi tersendiri yang belum sempat terungkap kisahnya. (*)