KETIK, JAKARTA – Reformasi memasuki usia seperempat abad sejak lengsernya Soeharto 21 Mei 1998 usai 32 tahun memimpin Indonesia.
Reformasi ini merupakan hasil perjuangan mahasiswa dan para aktivis pro demokrasi.
Setelah itu, selama empat tahun mulai 1998-2001 terjadi masa emas (honeymoon) demokrasi era Presiden Habibie dan Presiden Gus Dur.
Tokoh Nasional Dr Rizal Ramli mengungkapkan, saat itu kehidupan pers bebas, DPR kritis, desentralisasi, ekonomi pulih dari minus 13 persen menjadi plus 4 persen dengan gini index terendah.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati kemudian melanjutkan stabilisasi demokrasi dan penguatan KPK.
Namun, kata Rizal Ramli, sejak kepemimpinan Presiden Jokowi pada 2014, terjadi pembalikan reformasi atau yang ia sebut sebagai “deformasi”.
"Demokrasi merosot, UU ITE main tangkap, pelemahan KPK, KKN vulgar dan masif, ekonomi untuk oligarki, 40 persen orang miskin, KUHAP baru otoriter, utang ugal-ugalan," ujar Rizal, Minggu (14/5/2023).
Presiden Jokowi juga dinilai telah membangun dinasti bisnis dan politik, menjinakkan DPR dengan kooptasi ketua umum partai sehingga fungsi kontrol DPR lumpuh.
"Ketua MK ipar Jkw berubah jadi “Mahkamah Keluarga” - pelanggaran etika hukum dan conflict-of-interest, buzzeRP & SurveyRP perusak demokrasi. Demokrasi “Sure-Pay” 😄," tulis Rizal di akun Twitter nya.
Deformasi dan “Demokrasi Sure-Pay” sebagaimana yang dikatakan Rizal, semakin menjauhkan Indonesia dari cita-cita kemerdekaan.
"Bagaikan handphone yang terus error, pilihannya hanya total reset atau ganti Handphone. Matahari Jokowi sudah mau tenggelam. Matahari baru akan terbit," ucapnya.(*)