SaKA: Imigran Terdampar di Aceh Bukan Rohingya, Tapi Banglades dan India yang Menyamar

Editor: Cutbang Ampon

19 Oktober 2024 13:36 19 Okt 2024 13:36

Thumbnail SaKA: Imigran Terdampar di Aceh Bukan Rohingya, Tapi Banglades dan India yang Menyamar Watermark Ketik
Ilustrasi - Para pengungsi Rohingya antri untuk mendapatkan bantuan makanan di kamp pengungsi Kutupalong, Bangladesh (Foto: Voanews.com)

KETIK, BANDA ACEH – Yayasan Supremasi Keadilan Aceh (SaKA) meminta Kepolisian Daerah (Polda) Aceh untuk mengungkap dugaan konspirasi tekong antar negara terkait terdamparnya imigran ilegal yang sering terjadi di perairan Aceh.

“Hari ini sudah ditemukan lagi imigran ilegal di perairan Labuhan Haji, Aceh Selatan. Sebelumnya di perairan Aceh Barat yang kapalnya tenggelam hingga banyak yang meninggal dunia. Ini bahaya jika dibiarkan, polisi harus ungkap dalangnya,” kata Ketua SaKA, Miswar, dalam keterangan resmi diterima Ketik.co.id, Sabtu, 19 Oktober 2024.

Menurut Miswar, investigasi SaKA mengungkap bahwa mayoritas imigran yang terdampar di perairan Aceh selama ini bukanlah etnis Rohingya, melainkan warga Bangladesh dan India.

“Sumber yang pernah bekerja membantu tekong di Malaysia mengatakan pada kami bahwa hanya sekitar 5 persen yang benar-benar etnis Rohingya. Selebihnya warga Bangladesh dan India yang menyamar,” ungkapnya.

Para imigran ini awalnya mendaftarkan diri kepada tekong di Bangladesh dan India untuk pergi ke Malaysia secara ilegal. Namun, mereka memanfaatkan jaringan penyelundupan manusia yang terorganisir dengan baik, melibatkan tekong di Aceh, di Medan Sumatera Utara dan Malaysia.

Rantai Perjalanan Imigran

Menurut sumber tersebut, tekong di Malaysia bertugas menampung imigran yang baru tiba dan mencarikan pekerjaan bagi mereka. Setelah perjanjian kerja dan jumlah gaji ditentukan, tekong dari Bangladesh menaikkan imigran ke kapal tangkap lalu menuju perairan Aceh.

Sebelum tiba di perbatasan, tekong Bangladesh atau India menjalin komunikasi dengan tekong Aceh untuk pergantian kapal di laut lepas, dengan harapan bisa masuk secara ilegal ke pesisir pantai Aceh.

Setelah berhasil masuk, tekong di Aceh membawa mereka ke Sumatera Utara melalui jalur darat dan kemudian ke Malaysia melalui Tanjung Balai.

Banyak imigran yang diantar langsung ke negeri Jiran dengan menggunakan speedboat berkecepatan tinggi, namun ada juga yang tenggelam seperti peristiwa di perairan Aceh Barat hingga banyak imigran meninggal dunia.

Kolaborasi Tekong dan Oknum

Selain itu, selama ini banyak imigran di tempat penampungan di Aceh yang berhasil lolos keluar. Hal ini diduga kuat karena adanya kolaborasi antara tekong dan oknum-oknum tertentu. Kolaborasi ini memungkinkan imigran untuk lolos dari tempat penampungan lari ke Malaysia.

Setelah tiba di Malaysia, para imigran ini dipekerjakan oleh perusahaan atau majikan. Namun, gaji mereka setiap bulan dipotong oleh tekong Malaysia dengan alasan untuk menutupi utang selama dalam perjalanan. Gaji yang dipotong tersebut kemudian dikumpulkan dan ditransfer kepada tekong di Aceh dan India.

Hal ini berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, membuat para imigran terjebak dalam siklus utang yang sulit dihindari, rentan terhadap eksploitasi dan kondisi kerja yang buruk.

Situasi ini menunjukkan kompleksitas dan tantangan dalam menangani masalah imigran ilegal di perairan Aceh. Kolaborasi antar negara dan berbagai pihak yang terlibat dalam jaringan penyelundupan manusia ini membuat penanganan masalah menjadi semakin sulit.

Oleh karena itu, SaKA mendesak pihak kepolisian untuk segera mengungkap dan menangkap dalang di balik konspirasi ini agar kejadian serupa tidak terus berulang dan menimbulkan korban jiwa di perairan laut Indonesia. (*)

Tombol Google News

Tags:

Bangladesh india Rohingya imigran rohingya Aceh saka etnis Rohingya Pengungsi Rohingya