KETIK, JAKARTA – Tokoh Nasional Dr Rizal Ramli mengungkapkan sebuah keprihatinan atas kondisi akar rumput selama ini terutama setiap menjelang hajatan pesta demokrasi.
Rizal Ramli melihat jika Nahdlatul Ulama (NU) dan barisan Marhaen hanya dimanfaatkan sebagai pendulang suara. Sementara para figur calon presiden tidak memiliki sikap sebagaimana ideologi yang terkandung di dalamnya.
"Saya kasihan NU hanya dipakai label buat raup suara, habis itu dilupain nasib konstituen yang bawah. Namun di kalangan nasionalis ya sama. Cita-cita Bung Karno yang hebat, nasionalisme, trisakti cuma jadi slogan pidato doang. Kebijakannya tidak ada trisakti dan nasionalismenya," ungkap Rizal, Minggu (21/5/2023).
Pada saat kampanye, setiap calon berlomba memakai 'baju' Nahdliyin pula Marhaen untuk menggabungkan dua kekuatan besar di negeri ini yaitu religius serta nasionalis. Dr Rizal Ramli merupakan jawabannya. Ia juga kerap disebut sebagai kuda hitam dalam percaturan politik oleh sejumlah pakar.
Lantas, siapakah sosok yang benar-benar menerapkan kearifan ideologi itu?
Merujuk ke belakang. Beberapa waktu lalu. Para kiai dan cucu pendiri NU menaruh harapan besar pada Rizal Ramli.
Mereka adalah kiai dari Komite Khittoh NU (KKNU) 1926. Rizal Ramli yang lekat disapa Gus Romli di kalangan Nahdliyin ini memiliki kedekatan emosional yang sangat kuat dengan tokoh NU mendiang Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang juga Presiden RI ke-4.
Menurut para kiai, Gus Dur memang tidak salah memilih Rizal Ramli untuk masuk dalam kabinetnya yang menghadapi tantangan agar bisa bangkit paska krisis 1998.
Meskipun usia pemerintahan Gus Dur hanya berlangsung kurang dari 2 tahun, berbagai kebijakannya, terutama soal ekonomi masih banyak diingat oleh rakyat. Misal saja tentang kebijakan kenaikan gaji PNS dan TNI/POLRI.
Inisiator KKNU 1926, KH Agus Solachul Aam Wahib Wahab kala itu mengatakan, meski Rizal Ramli tak berada di dalam lingkaran kekuasaan, ide dan gagasannya masih tetap diperlukan dalam menjawab persoalan serius yang tengah melanda bangsa ini.
“Kedatangan para Kiai KKNU 1926 ke kediaman Rizal Ramli bukan hanya silaturahmi saja, tapi ingin mendengar secara langsung solusi dari Pak Rizal terhadap masalah-masalah yang terjadi di Tanah Air,” ujar kiai yang lekat disapa Gus Aam yang juga cucu pendiri NU, KH Wahab Chasbullah.
Dalam kesempatan yang sama, Kiai Ghozi Wahib Wahab, menyampaikan keresahan masyarakat terkait dengan kebijakan pemerintah yang sangat tidak populis, seperti rencana pengenaan pajak sembako dan pendidikan.
“Apa yang membedakan cara Gus Dur dalam memimpin sehingga berhasil dikenang kebijakannya bikin rakyat senang? Apalagi saat ini mulai ramai kabar rencana pengenaan pajak sembako dan pendidikan. Mohon pak Rizal bisa bantu menjelaskan,” sambung Kiai Ghozi Wahib Wahab yang juga salah satu cucu pendiri NU, Kiai Wahab Chasbullah.
“Kalau ingat Gus Dur, saya jadi ingat ketika pertama mendapat tugas dari Gus Dur di Bulog. Yaitu ‘bikin rakyat senang’. Itu pesan Gus Dur,” jawab Rizal Ramli.
Mendengar tutur Menko Ekuin era Presiden Gus Dur tersebut, spontan saja Kiai Ghozi Wahib Wahab menyambutnya dengan kata-kata khas dari Gus Dur “gitu aja kok repot”. Para Kiai yang ikut hadir dalam silaturahmi dengan Dr. Rizal Ramli tersebut langung tertawa bersama.
Menurut Rizal Ramli, persoalan utama yang dihadapi bangsa saat ini adalah tentang kewajiban untuk bayar cicilan pokok dan bunga utang.
Tim Panel Ahli Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa bersama peraih Nobel Ekonomi dan ekonom-ekonom dari berbagai dunia ini mengatakan, akibat beban untuk bayar cicilan pokok dan bunga utang tersebut, cara gampang pejabat sekarang adalah dengan menaikkan pajak.
Berbeda ketika pemerintahan Gus Dur yang berhasil mengurangi beban utang melalui strategi tukar utang bunga mahal dengan utang bunga murah dan tukar utang dengan konservasi hutan.
“Hari ini memang situasi yang kita hadapi makin ‘pabaliut’ bahasa Sunda-nya. Makin ruwet. Karena antara visi, kata-kata dan perbuatan pejabat tidak sinkron," jelas Rizal Ramli.
Dengan situasi seperti ini, para Kiai KKNU 1926 bertanya apakah masih ada harapan perubahan? Rizal Ramli-pun menjelaskan, bahwa perubahan akan menemukan jalannya.
“Rakyat sekarang makin terbuka pandangannya terhadap berbagai fakta kegagalan pemerintah dalam menangani krisis ini. Pak Kiai, krisis ini benar-benar menjadi ujian bagi seorang pemimpin. Akan dikenang sebagai pemimpin hebat atau memble?” tambah Rizal Ramli.
Silaturahmi yang terasa akrab dan menemukan benang merah historis ini, juga menyinggung soal makin jauhnya rakyat menemukan sosok panutan.
Jubir Presiden Gus Dur, Adhie Massardi, yang turut mendampingi Rizal Ramli, mengatakan, bahwa Gus Dur bisa dikenang oleh rakyat, karena cucu dari pendiri NU, Hasyim Ashari itu hatinya memang untuk rakyat, dan orang-orang dekatnya mampu menjaga integritasnya.
“Integritas ini yang makin sulit ditemukan pada pejabat publik sekarang. Bahkan kadang kita pun menjadi heran kenapa ada tokoh NU sekarang menjadi bahan bercandaan di sosmed karena integritasnya dipertanyakan,” ungkap Adhie Massard
Di akhir silaturahmi, para Kiai melanjutkan dengan doa bersama agar Dr. Rizal Ramli dapat memimpin bangsa ini keluar dari krisis pandemi dan krisis ekonomi saat ini.
Marhaen Sejati
Sementara itu di lain momen, sahabat Rizal Ramli, Cahaya Sugiharto, juga melihat sosok karibnya tersebut adalah satu dari sepuluh pemuda harapan Bung Karno.
Ada ratusan ucapan Bung Karno yang populer salah satunya adalah “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan ku guncangkan dunia”.
Siapa 10 pemuda itu?
"Jika itu mengacu pada Bung Karno, tentu pemuda itu haruslah memiliki kesadaran membela orang kecil sejak masih muda, berpendidikan dan memiliki reputasi internasional," kata Cahaya.
Itu karena, sambung Cahaya, Bung Karno sejak masa mudanya menghabiskan waktunya untuk membela orang kecil, karena dari kecil sudah diasuh untuk simpati pada wong cilik.
Perhatian terhadap pendidikan orang kecil juga besar, ia pelopor untuk wajib belajar pada tahun 1950. Paling diingat mungkin, pertemuan Bung Karno dengan seorang petani penggarap sepetak tanah bernama Marhaen.
Perjumpaan dengan petani muda berbaju lusuh bernama Marhaen itu saat sekolah di ITB Bandung, semakin mengunggahnya untuk berpihak pada pada petani dan rakyat kecil.
Soal pendidikan, Bung Karno luar biasa, tahun 1915, Bung Karno studi di Hogere Burger School (HBS) Surabaya dan kemudian tahun 1921 melanjutkan pendidikan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (TH) yang sekarang adalah ITB. Buatnya pendidikan itu penting untuk mensejajarkan dirinya sama pintarnya dengan orang Belanda, waktu itu.
Dalam catatan Prof Dr Darwis Khudori yang seorang Sejarawan, Dosen, Universitas Le Havre Normandy, Prancis dalam sebuah acara PDI Perjuangan di Surabaya mengungkapkan, ada banyak reputasi Bung Karno.
Pidato pembelaan ”Indonesia Menggugat” yang ditulis dan dibacakan Bung Karno pada persidangan di tahun 1930 menjadi bukti nyata pandangan anti-imperialisme dan anti-kolonialisme yang dimilikinya.
Tonggak sejarah terpenting Bung Karno lainnya adalah 1 Juni 1945, ia membacakan rumusan dasar negara Pancasila di sidang BPUPK ihwal kemerdekaan Indonesia saat Jepang masih kuat dan berkuasa.
Bung Karno dengan kemampuan diplomasi, propaganda hingga strategi perangnya berhasil merebut Papua Barat. Ia pun mempelopori Konferensi Asia Afrika 1955, tujuan utama dilaksanakannya KAA adalah lahirnya Dasa Sila Bandung yang berisi tentang prinsip-prinsip dasar dalam usaha memajukan perdamaian dan kerjasama dunia.
Hal fenomenal lainnya, pidato Bung Karno di Sidang Majelis Umum PBB ke-15 pada 30 September 1960 yang berjudul ”To Build the World A New” (Membangun Dunia Baru).
Di arsip nasional diungkapkan, di hadapan para pemimpin dunia tersebut, Bung Karno kembali menggugat kolonialisme dan imperialisme yang masih terjadi khususnya di Wilayah Asia dan Afrika.
Presiden Sukarno saat itu menentang keras penggunaan senjata nuklir, kemudian yang paling penting dari pidato ini adalah sebuah ide untuk membentuk tata dunia yang baru di tengah perang dingin, ide untuk merestrukturisasi PBB dan ide untuk menjadikan Pancasila sebagai ideologi alternatif di dunia.
Jika meloncat pada masa kini, siapa kira-kira tokoh di Indonesia yang sejak masa mudanya sampai sekarang memiliki kemiripan dengan apa yang digapai Bung Karno?
Apakah calon-calon presiden nanti memiliki kepekaan pada rakyat sejak masa mudanya? Memiliki pendidikan yang tinggi dan mempunyai pemikiran global dan memiliki reputasi internasional ?
"Kembali saya mengingat Bung Rizal Ramli (Bung RR). Lahir dari keluarga sederhana, bahkan sejak umur 8 tahun sudah yatim piatu dan harus berjuang mencari uang untuk melanjutkan sekolahnya di ITB, sekolah yang sama dengan idolanya, Bung Karno," kenang Cahaya.
Ia mengatakan, jika Rizal Ramli memiliki banyak kenangan perjuangan. Agar dapat membayar uang kuliah, ia menjadi penerjemah Bahasa Inggris sampai menjadi pengawas percetakan.
"Meski pas-pasan kuliah, tapi Bung RR berani melawan penguasa, melawan pemerintahan Soeharto dan dulu Bung Karno melawan pemerintah Belanda. Keduanya pernah sukses saat melawan kekuasaan, meski sempat masuk penjara," lanjutnya.
Masih banyak lagi sepak terjang seorang Rizal Ramli. Ia tergerak menjadi pembela wajib belajar setelah bertemu Sugriwa, anak seorang nelayan, yang semalam menangkap ikan bersamanya dan makan seadanya.
"Pertemuan itulah yang membuat bung RR "emosi" dan bersama kawan-kawannya berjuang agar program wajib belajar 6 tahun terlaksana," kata Cahaya.
Hingga usianya sekarang, Rizal bahkan masih membela rakyat kecil. Ia juga pernah mengkritik Pemda DKI tahun 2016 soal rakyat korban penggusuran.
"Di 2019, rumahnya pernah digeruduk oleh lima kopaja penuh orang orang kecil, mereka datang minta satu hal, kalau jadi presiden, harga pangan jangan mahal-mahal," kisah Cahaya tentang sahabatnya itu.
Rizal dulu mencari uang dengan menjadi penerjemah, tapi kemampuan Bahasa Inggrisnya dan kecintaanya pada matematika mengantarnya belajar ekonomi ke Amerika di Boston.
Pengagum Albert Einstein ini lulus dengan mengondol gelar doktor tahun 1990, kembali ke Indonesia bersama beberapa orang ekonom lain seperti Arif Arryman, Laksamana dan M.S. Zulkarnaen mendirikan ECONIT Advisory Group.
Membangun ECONIT nampaknya bukan untuk hanya untuk profesi, tapi menjadi “devil advocate“ bagi pemerintahan Presiden Soeharto dengan mengkritisi pemerintah agar berpihak pada kepentingan nasional, kepentingan rakyat.
Pulang dari Amerika, kelas Rizal bukan lagi “pengamat ekonomi“, tapi kemampuan di tingkat internasional. Ia pernah dipercaya sebagai anggota tim panel penasehat ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersama 3 ekonom pemenang nobel dan beberapa tokoh ekonom dari berbagai negara.
Karena ingin fokus mengabdi pada negara dan bangsa Indonesia, Rizal pernah menolak tawaran jabatan internasional sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Economic & Social Commission of Asia and Pacific (ESCAP) yang ditawarkan PBB pada November 2013.
Soal relasi internasionalnya di PBB ini, Rizal pernah menolong Jokowi-Ahok dalam kasus MRT. Berteman dengan DR. Tanaka-san, Tim PBB dan Ketua JICA yang membiayai proyek-proyek Jepang di seluruh dunia, Rizal meminta agar proyek di MRT jangan mahal-mahal.
Lobby inilah yang kemudian menjadikan proyek MRT berjalan dan sangat bermanfaat hingga sekarang. Opini Rizal Ramli pun banyak dimuat diberbagai media internasional seperti media di Singapura Straits Times, Business Time, New Srait Times Nakaydua dan media di Amerika Wall Street Journal, The Diplomat, Nikeii Jepang dan lain-lain. Pemikiran-pemikirannya ini mendapat respon positif dari media internasional.
"Usia Bung RR mungkin sudah tidak muda lagi, tapi jiwanya masih muda dalam membela rakyat, berpendidikan tinggi hingga sanggup membawa Indonesia di pentas internasional. Jika Bung Karno dalam hidupnya bertemu dengan Bung RR yang masih muda, bukan tidak mungkin salah satu dari 10 pemuda itu adalah Bung RR. Semoga nasib kedua bung sama, sama-sama menjadi orang nomor satu di Indonesia," tutur Cahaya.
Rizal Ramli Bisa Jadi Kuda Hitam
Sementara itu, Asrori Mulky, Peneliti Freedom Foundation mengungkapkan bahwa tokoh nasional Rizal Ramli (RR) layak mendampingi Capres antara lain Prabowo Subianto.
Mertua RR berasal dari kalangan Nahdliyin Malang Jatim. Sebagai sosok yang berasal dari lingkaran Gusdurian dan keluarga besar Pesantren Tebu Ireng, Asrori mengatakan, PKB bisa menjadi alternatif untuk menyodorkan nama Rizal Ramli sebagai pasangan Prabowo dalam Pilpres nanti.
Kandidat doktor (PhD) di sekolah pasca sarjana studi Islam UIN Jakarta tersebut menambahkan, Prabowo harus didampingi sosok Rizal atau sosok sekelasnya yang bisa mengatasi krisis ekonomi dan ketidakadilan sosial.
''Prabowo mau berduet dengan RR kalau PKB pimpinan Cak Imin sadar bahwa calon dari PKB yang sangat pantas diajukan adalah RR, dan RR selaku ''tokoh pembaruan'' intelektual reformis, sangat dekat dengan Gusdur/NU dan PKB niscaya akan membawa kejutan, RR itu kuda hitam untuk pemimpin bangsa yang mampu mengatasi krisis ekonomi, agar bangsa ini tidak hancur akibat krisis ekonomi politik itu. Publik melihat Anies Baswedan, Ganjar, Puan Maharani, Prabowo tidak akan ngerti dan tak akan mampu mengatasi krisis ekonomi-politik itu,'' kata Asrori.
Bahkan, sejumlah pakar mengingatkan agar Ketua Umum DPP Partai Gerindra lebih selektif dalam memilih pasangan saat Pilpres 2024 mendatang.
Pengamat politik dari Trias Politika Agung Baskoro mengatakan, pemilihan pendamping akan menjadi tantangan utama bagi Prabowo jika ingin menang.
"Tantangan Prabwowo di titik ini tinggal menentukan nama cawapres yang tepat," kata Agung.
Menurut Agung, Prabowo juga harus belajar dari dua Pilpres sebelumnya yakni 2014 dan 2019. Dia mengatakan, seharusnya Prabowo bisa memetik pelajaran mengapa dia kalah dalam dua ajang Pilpres itu.
Agung mengatakan, salah satu faktor yang membuat Prabowo kalah dalam 2 Pilpres itu adalah keputusannya memilih pendampingnya.
"Karena dalam 2 pemilu sebelumnya, Prabowo kurang tepat memilih nama (cawapres)," ujar Agung.
"Misalnya dalam konteks memilih Hatta Rajasa yang berelektabilitas rendah di 2014, dan Sandiaga Uno yang berasal dari dalam Gerindra dan elektabilitas saat 2019 belum memadai mendongkrak," lanjut Agung.
Agung menilai langkah Prabowo menggandeng Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai mitra koalisi menuju pemilihan umum (Pemilu) dan Pilpres 2024 merupakan langkah jitu.
Sebab menurut Agung, koalisi antara Gerindra dan PKB bisa memadukan 2 karakter basis massa masing-masing partai. Yaitu Gerindra yang merepresentasikan kaum nasionalis, dan PKB dengan massa dari kalangan santri dan warga Nahdlatul Ulama. Dan Rizal Ramli merupakan representasi dari keduanya.(*)