KETIK, JAKARTA – Dua tokoh besar dalam satu garis perjuangan belakangan kerap bersanding dalam sebuah diskusi bedah sejarah bangsa. Mereka adalah Presiden RI ke-1 Ir Sukarno dan Dr Rizal Ramli.
Keduanya merupakan jebolan almamater Institut Teknologi Bandung (ITB) dan mewujudkan cita-cita luhur konstitusi.
Rizal Ramli memiliki pertalian sejarah dengan Sukarno karena sejak belia menempuh jalan idealisme sang founding father tersebut.
Sejumlah kalangan akademis menilai mantan menteri lintas kepemimpinan sekaligus begawan ekonomi ini merupakan murid ideologis Sukarno.
Ia tak hanya membakar podium dengan semangat perjuangan Sukarno. Namun juga merealisasikan cita-cita perjuangannya. Bagi Rizal, pidato bukan hanya slogan belaka.
Banyak pemimpin berdiri dengan orasi semangat Tri Sakti, namun belum ada upaya sistematis untuk melaksanakan ajaran Sukarno tersebut. Karena yang terjadi justru malah sebaliknya.
Maulwi Saelan dalam buku “Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Sukarno” menyebutkan bahwa esensi Trisakti itu adalah Indonesia yang merdeka dan berdaulat mutlak memiliki tiga hal. Yaitu berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan.
“Sekarang adalah waktunya untuk melaksanakan ajaran Bung Karno untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat," tegas Rizal Ramli, Minggu (2/4/2023).
Rizal Ramli disebut merupakan kembaran jiwa Sukarno tiada lain karena kedua adalah tokoh pergerakan. Pernah mengalami persemaian nasionalisme di kota yang sama.
Jiwa patriot mereka melawan penindasan ekonomi dan berbagai bentuk ketidakadilan, bahkan mengalami persamaan kepedihan riwayat pernah dijebloskan ke dalam bui di Penjara Sukamiskin dan mengalami berbagai tekanan rezim kala itu.
Seperti halnya Sukarno Rizal Ramli telah menempuh Via Dolorosa. Sebuah jalan kepemimpinan yang tak mudah, yang dilalui dengan proses pembuktian keberpihakannya kepada mayoritas rakyat negeri ini.
Buku “Bunga Rampai dari Sejarah” berisi kumpulan tulisan Wakil Perdana Menteri dan Menlu RI, Mohamad Roem banyak bercerita tentang sosok Sukarno. Tulisan itu bahkan terbit di sejumlah surat kabar pada era tahun 1960-an.
Salah satunya adalah artikel yang mengulas otobiografi Sukarno, berjudul “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia”, terbitan tahun 1966.
Dalam ulasan di Harian Abadi edisi 15-18 Februari 1969 yang dimuat di buku tersebut, Mohamad Roem mengungkapkan rasa bangga Sukarno kepada anak-anaknya yang memiliki bakat seni.
Di antaranya Rachmawati dan Megawati yang pandai menari. Sedangkan Guntur mahir menyanyi dan bermain musik serta memimpin group band sendiri.
Sukarno memang kerap membanggakan Guntur dan Megawati termasuk dalam pidatonya di depan publik.
Di buku “Wedjangan Revolusi”, yang pertamakali diterbitkan Juni 1965, misalnya, Sukarno menyebut Guntur de appel valt niet ver van de boom (buah yang jatuh tak jauh dari pohon).
“Guntur suka kepada ilmu elektris. Ia ingin menjadi ahli elektris, dan dia sekarang di ITB …” kata Sukarno.
Adapun Megawati disebut Sukarno sangat ingin menjadi insinyur pertanian. Dalam gurauan sebagai seorang ayah Sukarno juga berpesan:
“Dis, Gadis, jangan engkau kawin sama pemuda yang tidak bercita-cita, meskipun rupanya seperti Robert Taylor …”.
Meski demikian, menurut Mohamad Roem di buku “Bunga Rampai dari Sejarah” Sukarno mengaku menyerahkan kepada anak-anaknya untuk memilih jalan kehidupan masing-masing.
“Cuma satu doaku untuknya, semoga dia tidak terpilih menjadi presiden. Kehidupan itu sungguh terlalu berat …” tandas Sukarno. (Halaman 181).
Sukarno yang merupakan antitesa dari kolonialisme dan feodalisme yang pada era 1960-an dikecam oleh lawan-lawan politiknya karena hanyut dalam kultus individu ternyata tidak berambisi mewarisi jabatan presiden kepada anak-anaknya. Meski jalan sejarah akhirnya menempatkan Megawati jadi presiden kelima RI.
Obsesi Sukarno yang sesungguhnya adalah Trisakti yang sampai kini tidak pernah kesampaian, karena oleh rezim boneka saat ini Trisakti hanya dipakai sebagai topeng.
Megawati sendiri sebagai trah sejati Sukarno sesungguhnya mengemban tugas sejarah untuk mewujudkan amalan dari wasiat Sukarno itu agar menjadi kenyataan.
Dalam konteks Capres 2024 di tengah semakin ditinggalkannya pendidikan karakter yang berganti dengan branding pencitraan, Rizal Ramli menilai Megawati tidak akan tergoda untuk mengusung figur capres yang kerap hanya ditampilkan dalam hasil-hasil survei dan polling-polling berbayar untuk tujuan elektabilitas dan popularitas belaka.
Tanpa memiliki kemampuan problem solvers dan kesanggupan untuk mengkonkretkan kebijakan dan visi Sukarno tentang Trisakti.
Rizal Ramli Sang Problem Solver
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komnas Rakyat Indonesia Menggugat (RIM), Yunda Ilham mengatakan bahwa Bangsa Indonesia pada tahun 2024 membutuhkan sosok pemimpin yang merupakan antitesa atau berseberangan dengan Presiden Joko Widodo.
Dia mengatakan bahwa tokoh tersebut adalah ekonom senior Rizal Ramli (RR).
"RR adalah problem solver, transformer, game changer, kompetensi tinggi, penuh integritas dan berani, tegas dan amanah melayani rakyat, bukan tokoh pencitraan," ujar Yunda.
Yunda mengatakan bahwa rakyat Indonesia sudah bosan dan jenuh dengan drama politik yang terus berulang seolah tiada habisnya.
Menurutnya, rakyat sudah bosan dengan pencitraan dan janji-janji politik yang tak pernah ditepati.
Janji melakukan revolusi mental hanya di bibir saja. Malah yang terjadi adalah munculnya begitu banyak kasus yang bertentangan dengan janji tersebut, seperti kasus korupsi yang marak akhir-akhir ini.
Demikian juga oligarki seolah semakin mencengkeram kehidupan ekonomi dan politik bangsa ini.
Karena itu, katanya, Indonesia sangat membutuhkan seorang tokoh yang betul-betul memihak pada kepentingan rakyat.
“Bang RR merupakan seorang pemimpin yang memiliki integritas tinggi, tegas, visioner, inovatif, demokratis,” katanya.
Sejatinya, katanya, politik di Indonesia tidak boleh memberlakukan presidential threshold, atau ambang batas pengajuan seorang calon presiden. Sehingga dalam pemilu presiden, muncul banyak kandidat sebagai pilihan alternatif rakyat.
"Hemat saya, RR sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, dapat berdiri dan menyatukan seluruh komponen rakyat Indonesia tanpa membedakan Suku, Agama, Ras maupun golongan (SARA) serta mengutamakan kepentingan nasional serta rakyat kecil yang selama ini ternistakan," ujarnya.
Dikatakannya, mantan Menko Perekonomian itu merupakan seorang pemimpin yang antara perkataan dan tindakannya adalah satu.
"Semua kriteria pemimpin Indonesia pada 2024 yang saya argumentasikan di atas dimiliki serta utuh ada pada sosok doktor Rizal Ramli," pungkas Yunda.(*)