KETIK, PACITAN – Di tengah gempuran modernisasi, profesi pandai besi tradisional di Kabupaten Pacitan masih lestari.
Salah satu pandai besi kuno yang masih bertahan adalah Suwandi warga RT 002 RW 001, Dusun Nglaos, Desa Banjarjo, Kecamatan Kebonagung.
Saat dikunjungi tim Ketik.co.id, Suwandi tampak sibuk dengan karyanya. Hari ini (16/6/2024), ia dikejar target membuat pisau daging, alat vital bagi para penyembelih hewan kurban di momen Idul Adha.
Api di tungku pembakaran tampak membara saat mesin pompa peniup angin dinyalakan.
Sedemikian besar api menyala, menciptakan kepulan asap yang nyaris membuat atap asbes bengkel milik Suwandi hitam jelaga bak lubang knalpot kendaraan.
Melalui kegesitan tangannya yang mulai mengkerut, mulut tungku api itu dipakai untuk membakar besi. Aneka perangkat besi itu lanjut ditempa dengan martil hingga dibentuk sesuai pesanan.
Suara dentuman palu beradu besi pun tak luput dari telinga orang seantero bengkel. Melengking nyaring bahkan dari jarak ratusan meter.
Setelah dibentuk sesuai desain pisau, besi panas lanjut dicelupkan di bak air pendingin. Sensasi desis dan kepulan uap air pun menyeruak, menandakan sebuah babak baru dalam proses pengolahan besi.
Usai proses tersebut dilakukan berulang kali, sambil sesekali dilihat oleh Suwandi, ia lanjut meng-gerinda bilah. "Ini supaya besi yang masih kasar menjadi halus dan tajam," kata dia di Bengkelnya, Minggu, (16/6/2024).
Selang beberapa waktu, pekerjaan lelaki berusia 69 tahun itu rampung. Duit jasa mulai berpindah menuju salah satu kocek di belakang celananya.
Kendati proses pembuatannya masih tradisional, hasil karya Suwandi tak kalah dengan perkakas buatan pabrik.
Bahkan, tak jarang para pembeli rela antri dan memesan jauh-jauh hari untuk mendapatkan alat besi buatan Suwandi.
"Kurang lebih sekitar 30-an tahunan jadi pandai besi. Sebelumnya malah lebih tradisional sekali, masih pakai pompa angin manual, belum pakai peralatan listrik," ucap Suwandi menceritakan pengalamannya.
Rahasia Bilah Kokoh untuk Tebas Daging Kurban
Menurut Suwandi, bagi seorang pengrajin pisau berpengalaman, ada tiga unsur penting yang harus dipenuhi agar pisau dapat mencapai kualitas terbaik.
Yakni, bahan berkualitas alias pisau harus dibuat dari bahan yang kuat dan tahan lama, seperti baja karbon tinggi. Lalu alat yang tepat, dan terakhir adalah keahlian dan ketelitian pengrajin dalam menempa, mengasah, dan membentuk pisau.
Suwandi menjelaskan bahwa ketiga unsur tersebut harus berjalan seiring. "Jika salah satu unsur tidak terpenuhi, hasilnya tentu tidak akan maksimal," ujarnya.
Sebagai contoh, Suwandi menunjukkan produk pisau buatannya yang kokoh dan nampak tajam. "Rahasianya ada di bahan, alat, dan proses produksi," ungkapnya.
Suwandi menekankan bahwa pisau yang tidak memenuhi ketiga unsur tersebut akan mudah tumpul dan membutuhkan diasah lebih sering.
Banjir Pesanan saat Dekati Momen Idul Adha
Meskipun terbilang langka, keahlian Suwandi masih terus dicari, terutama oleh masyarakat desa yang membutuhkan alat-alat pertanian dan penjagal.
Apalagi, saat menjelang Hari Raya Idul Adha, pandai besi tradisional Suwandi mengaku selalu kebanjiran pesanan.
Permintaan pisau dan alat-alat dapur lainnya meningkat drastis, seiring dengan tradisi menyembelih hewan kurban di momen tersebut.
"Semakin dekat dengan hari raya kurban, pesanan semakin banyak. Kadang kalau di target waktu, terpaksa tidak saya terima," ujarnya.
Pisau buatannya banyak diminati karena terkenal awet dan tajam. Dia menggunakan bahan besi berkualitas tinggi dan diproses dengan cara tradisional, sehingga menghasilkan pisau yang kuat dan tahan lama.
Lebih lanjut, harga pisau buatan khas Suwandi cukup bervariasi, tergantung ukuran dan jenisnya. Untuk pisau besar seperti golok, kapak, dan parang, dia mematok harga mulai dari Rp 50-200 ribuan.
Sedangkan untuk pisau dapur biasa, harganya berkisar antara Rp20-50 ribu. "Alhamdulillah, tahun ini juga banyak yang pesan. Berkah Idul Adha," tandas Suwandi dengan wajah bersyukur. (*)