KETIK, PACITAN – Bagi calon pengusaha di Pacitan, memahami Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang dulu disebut izin lokasi merupakan hal yang krusial.
Pasalnya, KKPR termasuk salah satu syarat dasar dalam proses perizinan usaha komersial.
"Seperti membuat bengkel motor, laundry, toko kelontong, pabrik, dan lainnya," papar Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Pacitan, Tulus Widaryanto, Kamis (18/7/2024).
Sejatinya, prasyarat dasar itu ada tiga, tambah Tulus, yaitu KKPR, Pendirian Bangun Gedung (PBG) atau sebelumnya disebut IMB, serta persetujuan lingkungan.
"Itu izin dasar," terangnya kepada Ketik.co.id.
Khususnya dalam kontek usaha komersial, KKPR merupakan gerbang utama sebelum melakukan kegiatan usaha. Jika KKPR belum terbit, PBG maupun persetujuan lingkungan juga tidak bisa rilis.
Proses Pengurusan KKPR Usaha UMK dan Non-UMK
Perlu diketahui bahwa pengurusan KKPR dapat dilakukan melalui online aplikasi siCANTIK/OSS atau offline di kantor DPMPTSP/Mal Pelayanan Publik Pacitan.
Pertama, pemohon diharuskan membuat akun dan mengajukan permohonan melalui aplikasi Sistem Online Single Submission (OSS)/oss.go.id atau secara langsung.
Kemudian melengkapi persyaratan yang dibutuhkan, seperti, data identitas diri dan perusahaan, data lokasi kegiatan, data rencana kegiatan, surat pernyataan kesesuaian tata ruang, surat pernyataan penguasaan lahan.
Setelah pemohon melengkapi persyaratan dan menguploadnya, admin DPUPR akan melakukan verifikasi.
"Nah, semisal lokasi usaha tersebut pas atau sesuai dengan RDTR, baru akan mendapatkan persetujuan. Baik itu disetujui secara menyeluruh atau hanya sebagian dari lokasi pengajuan," jelas Tulus.
Untuk usaha mikro dan kecil (UMK) dengan modal dibawah Rp5 miliar, proses KKPR lebih sederhana dan gratis.
Kemudahan itu diberikan dengan hanya perlu menyampaikan pernyataan mandiri melalui OSS berbasis risiko.
Pernyataan mandiri tersebut menyatakan bahwa lokasi usaha telah sesuai dengan tata ruang dan pelaku usaha bersedia dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku jika di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian.
"KKPR-nya langsung terbit saat itu juga secara online, tidak perlu adanya rapat atau persetujuan dari pihak terkait, dan juga membuat KKPR-nya gratis tidak dipungut biaya," jelasnya.
Sedangkan untuk usaha non-UMK atau industri besar dengan modal diatas Rp5 miliar, prosesnya lebih kompleks dan membutuhkan biaya pertimbangan teknis kepada pihak badan pertanahan negara (BPN). Pun dilakukan survei lokasi, dan rapat pihak terkait untuk memutuskan persetujuan.
"Seperti contoh mau membuat pabrik pupuk, pabrik semen yang intinya berupa industri jumbo. Nah, jika dalam pembangunannya tersebut tidak sesuai dengan peta RDTR untuk kawasan industri pasti tidak akan disetujui. Atau mungkin yang sesuai dengan RDTR hanya sebagian, itu nanti juga hanya sebagian yang disetujui," paparnya.
Selepas KKPR diterbitkan, barulah pengusaha dapat melanjutkan proses perizinan lainnya seperti izin operasional, amdal, dan lain sebagainya.
Pemahaman yang baik terkait KKPR diharapkan dapat membantu calon pengusaha di Pacitan dalam memperlancar proses perizinan berusaha dan memastikan kegiatan usaha mereka sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dengan adanya KKPR, diharapkan tata ruang di Pacitan dapat terkelola dengan baik. Pembangunan usaha pun diharapkan dapat dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga meminimalisir pelanggaran tata ruang.
"Bagi pelaku usaha yang sudah memiliki izin lokasi dan masih berlaku sebelum Undang-Undang Cipta Kerja, izin lokasi tersebut masih dapat digunakan," tandasnya. (*)