KETIK, PALEMBANG – Memasuki era kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, para pasangan calon (paslon) kepala daerah mulai mempromosikan sejumlah program yang akan dijalankan ketika mereka terpilih untuk menjabat selama lima tahun ke depan.
Baik dari tingkat gubernur maupun kabupaten/kota, paslon kepala daerah akan meracik program untuk menarik hati masyarakat agar mereka terpilih. Tak jarang, program-program itu diberi embel-embel gratis– sekolah gratis, pengobatan gratis, bantuan sosial gratis, dan lain sebagainya.
Fenomena program serba gratis ini juga terjadi di Pilkada Palembang 2024, di mana ketiga paslon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang berlomba-lomba menampilkan program yang diperuntukkan secara gratis untuk masyarakatnya.
Hal ini menuai kritikan pedas dari pengamat politik Sumatera Selatan, Bagindo Togar. Menurutnya, program serba gratis justru membuat masyarakat semakin tidak berdaya.
“Program serba gratis di mana-mana itu, termasuk Pilgub. Mereka berlomba-lomba bikin program serba gratis akhirnya meninabobokan masyarakat dan membuat mereka semakin tidak berdaya,” terang Bagindo, Kamis 24 Oktober 2024.
Bagindo menjelaskan, adanya program serba gratis membuat masyarakat menjadi sangat bergantung dengan pemerintah dan tidak memiliki daya saing untuk berjuang meraih kesejahteraan mereka sendiri.
“Ini membuat masyarakat tidak setara dan semakin terpuruk karena terlalu banyak program yang membuat masyarakat berpikir ‘gratis sekolah, gratis berobat, gratis umroh, ya (sekalian) gratiskan semua lah,’” kata dia.
Dia menilai, program serba gratis ini juga terkesan merendahkan masyarakat. Artinya, masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri jika tidak dibantu dengan pemerintah.
Padahal, lanjut Bagindo, pemerintah seharusnya menaikkan level masyarakat agar mereka bisa mandiri dan tidak bergantung pada siapa-siapa.
Bagindo juga menilai, program serba gratis yang anggarannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) akan meruntuhkan keuangan negara karena banyak biaya yang harus ditanggung.
Dan ketika salah satu program serba gratis itu dicabut, lanjutnya, masyarakat yang tidak berdaya akan merasa kesulitan dan protes kepada pemerintah.
“Anehnya masyarakat ini mau-mau saja merendahkan diri dia. Ini downgrade. Harusnya masyarakat kan di-upgrade. Ini secara kelompok masyarakat mau saja di-downgrade. Sangat ironis,” tegas Bagindo.
Berbicara mengenai program yang diusung paslon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang, Bagindo mengaku skeptis dan pesimis dengan hasil jawaban yang dipaparkan saat debat pertama yang berlangsung pada Selasa, 22 Oktober 2024 lalu.
“Kita masih skeptis dan pesimis lah intinya. Pas mau dibangun kota ini dengan megah, mewah, dan wah, ternyata nggak ada itu, adanya serba gratis. APBD meroket tapi masyarakat tidak mampu menyejahterakan dirinya sendiri,” tutur dia.
Dia juga mengkritisi jawaban para calon Wali Kota yang terkesan mengesampingkan teori dalam pembangunan daerah. Apalagi, dirinya mengaku sempat mendengar jawaban salah satu calon yang tidak memerlukan kajian dalam pembangunan.
“Ada di antara mereka menganggap bahwa teori-teori pembangunan itu nggak penting. Terus bagaimana mau mengimplementasikan konsep kalau teori saja tidak paham,” tukasnya.
Bagindo menekankan, jangan harap ada masalah yang bisa diselesaikan jika pemerintah nantinya juga enggan menerapkan teori dan kajian program.
Menurutnya, kedua hal itu merupakan aspek penting yang tidak bisa dilepaskan dari pembangunan daerah.
“Seperti masalah banjir, kok aneh ada jawaban gak perlu kajian-kajian, jangan harap masalah itu bisa selesai. Sedangkan kita semua tahu apa akar masalah banjir di Kota Palembang, (yaitu) buruknya sistem drainase. Kalau mau bangun drainase yang baik kan harus ada kajian dulu,” tegas Bagindo. (*)