KETIK, SURABAYA – Dinas Perkebunan (Disbun) Jatim optimistis, hasil rendemen tebu musim kemarau ini akan naik meski produktivitas tebu turun.
Dijelaskan oleh Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Jatim, Heru Suseno musim kemarau sangat mempengaruhi produktivitas tanaman tebu.
"Kemarau produktivitas bobot tebu per hektar akan turun, tapi rendemen atau kadar gula lebih naik," paparnya pada Ketik, Kamis (20/7/2023).
Produktivitas tebu menurun karena bobot dari tanaman tebu mengalami penyusutan diakibatkan kemarau, namun karena hal itu membuat rendemen meningkat akibatnya produktivitas gula tetap mengalami peningkatan.
"Bobot berkurang otomatis produktivitas berkurang, yang meningkat adalah rendemen. Tebu yg berat belum tentu gulanya banyak, ini kuncinya," papar Heru.
Rendemen menentukan tinggi rendahnya produksi gula yang dihasilkan. Misalnya musim kemarau basah membawa pengaruh cukup besar pada penurunan rendemen gula.
Kemarau basah menyebabkan suhu dan kelembaban udara menjadi dingin sehingga menyebabkan gangguan fisiologis pada tanaman tebu sehingga reaksi enzimatik pada tanaman terganggu. Padahal, reaksi enzimatik sangat diperlukan untuk membentuk kadar gula dalam tebu.
Berbeda dengan musim kemarau kering dimana rendemen gula yang dihasilkan jauh lebih tinggi, walaupun produktivitas tebu menurun karena berat dari setiap tanaman mengalami penurunan.
Kemarau basah menyebabkan suhu dan kelembaban udara menjadi dingin sehingga menyebabkan gangguan fisiologis pada tanaman tebu sehingga reaksi enzimatik pada tanaman terganggu. Padahal, reaksi enzimatik sangat diperlukan untuk membentuk kadar gula dalam tebu.
Berbeda dengan musim kemarau kering dimana rendemen gula yang dihasilkan jauh lebih tinggi, walaupun produktivitas tebu menurun karena berat dari setiap tanaman mengalami penurunan.
Mengenai kualitas gula di Jatim, Heru menyebut penentunya adalah Pabrik Gula (PG) dan setiap kualitas gula memiliki pangsa pasar sendiri.
"Kalau kualitas seperti tadi di PG, kalau dari warna dan rasa punya pangsa pasar sendiri-sendiri, warna cenderung lebih putih biasanya kurang manis, ini diminati untuk konsumen retail supermarket, kalau warna cenderung kuning biasanya lebih manis, konsumennya biasanya di pasar," ujarnya.
Menurut Heru, Ia tidak pernah melakukan intervensi mengenai kualitas gula karena itu tergantung pada setiap PG di Jatim.
"Jadi kami sendiri tidak pernah sampai intervensi sampai kesana (PG) karena fokus kami di bahan baku," paparnya.
Hal ini sebagai acuan bahwa Jatim mampu mempertahankan predikat Provinsi dengan produktivitas tebu dan gula tertinggi nasional.
Hal tersebut sesuai dengan intruksi dari Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa bahwa peningkatan produksi ini diharapkan dapat menjadi modal bagi Indonesia mewujudkan swasembada gula, dan Jawa Timur sebagai barometer gula nasional.
Peningkatan produktivitas tebu di Jawa Timur juga karena keberhasilan Dinas Perkebunan Jawa Timur, yakni dengan program Timbangan Tebu.
Program Timbangan Tebu adalah Integrasi Ketersediaan Bahan Baku dan Manajemen Tebang Angkut Berdasarkan Klaster PG Berbasis Tebu.
Inovasi Timbangan Tebu tersebut, diimplementasikan dengan kegiatan yang dilakukan berupa pemberian bantuan antara lain Bongkar Ratoon, Rawat Ratoon, Perluasan Areal Tebu dan Kebun Keragaan Pengembangan Warung Tebu. (*)