KETIK, BLITAR – Bupati Blitar Rini Syarifah disinyalir tidak akan tinggal diam untuk hadapi pansus hak angket yang siap digelar DPRD Kabupaten Blitar.
Draft pansus ini bertujuan untuk mengusut polemik sewa rumah dinas (rumdin) wakil bupati Blitar Rahmat Santoso atau Pakde Rahmat, mengingat draft ini telah ditandatangani oleh 7 orang anggota dewan. Kamis (26/10/2023)
Draft ini akan siap diajukan kepada pimpinan legislatif dan tinggal selangkah lagi pansus hak angket digelar. Sebagai bupati dan sekaligus Ketua DPC PKB Kabupaten Blitar, Mak Rini disinyalir akan mengambil langkah pengamanan.
Rini Syarifah atau yang akrab dipanggil Mak Rini tidak akan bebas membiarkan dirinya diadili oleh DPRD. Ditambah lagi dari jumlah total 50 anggota dewan, penyokong pansus hak angket sejauh ini masih 7 orang.
“Tentu akan ada skenario untuk mengantisipasi digelarnya pansus hak angket,” ujar seorang sumber di lingkungan Pemkab Blitar yang enggan disebut namanya.
Pansus hak angket akan membuka polemik sewa rumdin wabup yang dinilai legislatif tidak lazim. Terungkap bagaimana Bupati Mak Rini menyewakan rumah pribadinya untuk rumdin yang tidak pernah ditempati wabup.
Untuk sewa rumdin wabup itu (2021 dan 2022), Pemkab Blitar telah merogoh kocek hingga Rp 490 juta. Dengan digelarnya pansus hak angket, Mak Rini akan diadili karena harus menjelaskan semuanya.
Dari sejumlah informasi yang terkumpul, Mak Rini disinyalir tidak akan tinggal diam. Skenario pertama yang akan diambil adalah menggagalkan pansus hak angket DPRD. Skema yang kemungkinan diambil adalah mengganjal melalui syarat administrasi, yakni tata tertib (tatib).
Adanya “permainan” tatib yang ditujukan menggagalkan pansus hak angket itu diduga akan berlangsung di lingkaran pimpinan dewan. “Karenanya bola panas itu selanjutnya akan beralih ke pimpinan dewan,” terang sumber.
Bagaimana jika skenario pertama itu gagal? Skema berikutnya adalah dengan memainkan politik budgeting. Hal itu mengingat anggaran di APBD ditentukan oleh eksekutif dan legislatif.
Negoisasi terkait dengan politik budgeting tidak tertutup kemungkinan akan menjadi tawaran yang menarik. Politik budgeting yang dimaksud adalah soal dana Pokir (Pokok-pokok pikiran) DPRD.
Bagi legislatif dana pokir selalu menjadi tawaran yang menarik, apalagi di saat musim pemilu. Di sisi lain jumlah anggota dewan yang bersikeras pansus hak angket digelar, baru 7 orang.
“Dimungkinkan akan ada pembicaraan dana pokir, misalnya tawaran penambahan dan semacamnya dengan catatan pansus hak angket tidak bisa berjalan,” sambungnya.
Namun sebelum itu terjadi, inspektorat akan lebih dulu diutus untuk menghadapi legislatif di pansus hak angket. Inspektorat akan membuat laporan telah melakukan pemeriksaan guna memastikan tidak ada aturan yang dilanggar.
Anggota DPRD Kabupaten Blitar dari Fraksi PDIP Hendik Budi Yuantoro tidak membantah adanya kemungkinan skenario itu. Hendik Budi merupakan satu dari 7 orang anggota dewan yang membubuhkan tanda tangan pansus hak angket.
Kendati demikian ia menyatakan lebih memilih berkonsentrasi mengegolkan pansus hak angket. “Namanya politik segala kemungkinan bisa terjadi. Namun yang pasti, kami memilih fokus digelarnya pansus hak angket,” tegasnya.
Hendik mengakui sejauh ini baru tujuh orang anggota legislatif yang bersedia menandatangani draft pansus hak angket. Ketujuh orang itu, 6 di antaranya berasal dari Fraksi PAN. Sesuai syarat formal memang sudah terpenuhi.
Namun hal itu kata dia menunjukkan masih banyak anggota legislatif di DPRD Kabupaten Blitar kurang memedulikan fungsi pengawasan. Hal itu sekaligus menimbulkan kesan legislatif hanya lebih bersemangat pada fungsi budgeting.
“Padahal pansus hak angket ini menjadi momentum legislatif untuk menguatkan marwahnya sebagai lembaga pengawasan,” pungkas Hendik Budi. (*)