KETIK, SURABAYA – Seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) berinisial SR diringkus Polda Jatim karena telah menipu sejumlah orang dengan bisnis trading bodong, hingga meraup untung sejumlah Rp. 3,4 Miliar.
Dirreskrimsus Polda Jatim Kombes Pol Farman menceritakan penangkapan tersangka usai suami salah satu korban yang bekerja di Hongkong melaporkan kejadian tersebut pada 19 Mei 2023 lalu.
“Di mana terlapor itu bernama SR yang sudah membuka suatu usaha yakni Arfa Forex Trading,” kata Farman saat konferensi pers di Mapolda Jatim, Selasa (30/5/2023).
Farman juga merinci sebanyak 250 orang menjadi korban atas trading bodong yang dijalankan pelaku dari 2019-2021.
“Kerugiannya mencapai Rp 3,4 miliar. Korban mempercayakan uang mereka kepada pelaku dengan jumlah yang variasi mulai dari Rp 500 ribu -57 juta,” katanya.
Farman memaparkan trading bodong itu bermula saat tersangka menawarkan investasi melalui Whatsaap dan Facebook dengan mendapatkan keuntungan 15-20 persen tiap minggu dari uang yang disetorkan.
“Selain itu, tersangka juga menjanjikan uang bisa diambil pada minggu ke 15. Namun, hingga jatuh tempo uang yang dinvestasikan tidak dapat ditarik,” jelas Farman.
Mengetahui uangnya tidak dapat ditarik, teman-teman PMI yang menjadi korban melaporkan adanya penipuan tersebut.
Tersangka tidak berkerja sendiri. Namun, dibantu empat orang agen yang tersebar di 4 wilayah yakni Hongkong, Taiwan, Jakarta dan Surabaya.
“Masing-masing agen mencari member. Dari keberhasilan mencari member agen mendapatkan keuntungan 1,5 persen dari investasi yang diserahkan,” jelasnya.
Keuntungan yang berhasil diambil tersangka telah habis untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sebagian telah dikembalikan kepada korban yang melakukan investasi. Meski demikian, korban PMI masih berharap uangnya bisa kembali.
“Tersangka tidak punya basic trading. Dia hanya mengikuti jejak majikannya dulu saat bekerja di Hongkong,” bebernya.
Guna mempertanggung jawabkan perbuatannya tersangka dijerat pasal 45 ayat (1) Undang-undang 19 tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-undang 11 tahun tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik Jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang nomor 11 tahun Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Pasal 378 KUHP. Ancaman hukuman 10 tahun penjara. (*)