KETIK, SURABAYA – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur membongkar sindikat perdagangan orang. Dalam kasus ini empat orang ditetapkan sebagai tersangka atas tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Keempat orang yang sudah ditetapkan tersangka masing-masing berinisial YS (40) asal Tempurejo, Jember; SK (48) asal Srono, Banyuwangi; FB (41) asal Sukadana, Lampung; dan RT (38) asal Sunggal, Medan.
Kapolda Jatim Irjen Pol Toni Harmanto menyatakan penangkapan keempat pelaku dibarengi dengan pemulangan enam pekerja migran Indonesia (PMI) dari Thailand.
“Ini bukti bahwa kami serius menangani masalah PMI maupun dugaan TPPO,” tegas Toni pada Senin, (26/6/2023).
Dirreskrimsus Polda Jatim, Kombes Pol Farman mengatakan bahwa penjualan PMI ini dilakukan tersangka dalam rentang Oktober 2022 hingga Juni 2023.
Ia menjelaskan penangkapan berawal ketika Polisi mendapat informasi dari sosial media (sosmed) adanya tujuh PMI yang meminta pertolongan kepada Presiden Joko Widodo setelah menjadi korban TPPO.
“Awal mula dari YouTube dan TikTok yang viral dari korban. Mereka meminta bantuan Presiden untuk dipulangkan saat sedang di Myanmar,” ujar Farman.
Farman menambahkan, tersangka menggunakan modus memberi iming-iming korban bekerja dengan gaji Rp15-Rp22 juta per bulan. Gaji itu diterima sebagai operator game online dan penerjemah perusahaan di Thailand.
“Setelah korban tertarik, mereka diwajibkan membayar Rp17 sampai Rp20 juta untuk pengurusan berkas sebagai PMI dan akomodasi,” Farman menambahkan.
Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa menyebutkan pemulangan PMI ini atas kerja sama yang luar biasa. Ia menyebut pemulangan PMI melibatkan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan jajaran Polri, terutama Polda Jatim.
“Kami menyampaikan terima kasih atas perlindungan kepada warga yang mendapat kekuatan dengan kehadiran jajaran Polda Jatim dan support dari Kementerian Luar Negeri,” ucapnya.
Khofifah berharap seluruh warga Jawa Timur, warga Indonesia yang akan mengambil keputusan bekerja di luar negeri, pastikan bahwa melakukan proses secara prosedural.
“Jangan melakukan secara non-prosedural. Langkah preventif yang bisa dilakukan dari skala yang paling kecil adalah di tingkat desa atau kelurahan,” tutur Khofifah.
Khofifah juga menyampaikan, kehadiran Bhabinkamtibmas, Babinsa, Kepala Desa dan lurah adalah bagian sangat penting untuk bisa monitoring pergerakan warganya. (*)