KETIK, PACITAN – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Pacitan kembali menggelar aksi audiensi dengan tajuk "Tagih Janji" di Kantor Disparbudpora setempat, Kamis siang, 9 Januari 2025.
Aksi ini merupakan tindak lanjut dari unjuk rasa yang mereka lakukan pada 13 Desember 2024 lalu terkait dengan capaian PAD sektor pariwisata Pacitan yang tidak memenuhi target.
Berbeda dengan sebelumnya, kali ini PMII memilih mengadakan diskusi secara terbuka tanpa aksi demonstrasi.
Audiensi ini bertujuan untuk mengevaluasi PAD pariwisata 2024 yang hanya mencapai 78 persen dari target yang ditetapkan. Selain itu, diskusi juga fokus pada tiga poin penting: pengelolaan pariwisata, refokusing anggaran, dan solusi perbaikan ke depan.
Al Ahmadi, Ketua PMII Pacitan, membuka forum dengan meminta pihak Disparbudpora untuk memaparkan kinerja mereka dalam sektor pariwisata.
Ia menegaskan, meskipun PAD sektor pariwisata jelas tidak tercapai, PMII ingin melihat evaluasi terbuka atas kegiatan yang telah dilakukan.
Disparbudpora Pacitan pun diminta untuk menunjukkan laporan kegiatan dan penggunaan anggaran mereka sepanjang 2024.
Dalam forum tersebut, beberapa kegiatan yang dipromosikan melalui Instagram Disparbudpora ditampilkan pada layar proyektor. PMII mengkritik sejumlah event spektakuler yang dinilai tidak memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan PAD.
“Promosinya sangat luar biasa, sampai digelar ke luar kota,” ujar Al Ahmadi, menyoroti ketidakefektifan acara yang telah dilaksanakan.
Suasana audiensi PMII dan Disparbudpora Pacitan. (Foto: Maryani/Ketik.co.id)
Namun, saat diminta menjelaskan biaya dan kegiatan yang telah dilaksanakan, pihak Disparbudpora Pacitan tampak kesulitan dan tidak transparan.
Mereka berdalih bahwa data yang diminta memerlukan proses untuk diakses. Hal ini membuat suasana audiensi semakin tegang dan stagnan, karena tidak ada keterbukaan dari Disparbudpora.
Al Ahmadi dan PMII merasa kecewa dengan sikap tertutup dari Disparbudpora, terutama terkait dengan transparansi penggunaan anggaran.
"Satu tuntutan kami kemarin terkait refokusing anggaran belum mendapatkan respons yang jelas. Dalam audiensi ini, Disparbudpora tertutup dan tidak transparan dalam menyampaikan penggunaan uang negara," kata Al Ahmadi dengan nada kecewa.
Petisi refokusing anggaran yang diusulkan PMII bertujuan untuk mengurangi pemborosan pada event-event yang tidak efektif dalam mendorong peningkatan PAD.
Menurut Al Ahmadi, jika Disparbudpora tetap menggelar event yang boros pada 2025 tanpa hasil yang signifikan, maka PMII akan terus mengawal kegiatan mereka.
“Memang benar, Disparbudpora menyanggupi petisi kami. Tapi jika kinerjanya di 2025 masih menggelar event yang boros, ya sama saja, kami perlu mengawal kegiatan ke depannya,” ujarnya.
Audiensi yang berlangsung cukup alot ini akhirnya ditutup dengan permintaan dari PMII agar Kepala Disparbudpora dan jajarannya menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Pacitan dan menyatakan kesediaannya untuk mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban atas ketidakpuasan publik.
PMII pun merencanakan untuk menemui Bupati Pacitan guna menyampaikan kondisi Disparbudpora yang dinilai tidak mampu mengelola sektor pariwisata dengan baik.
Al Ahmadi menegaskan, “Harusnya malu jika pariwisata yang dikelola pemerintah justru kalah dengan pihak swasta yang lengkap dengan wahananya.”
Sebagai bagian dari upaya perbaikan sektor pariwisata, PMII juga mengajukan beberapa usulan refokusing anggaran yang mencakup:
- Pengembangan wisata outbound, family gathering, dan wahana di destinasi pariwisata.
- Pembangunan fasilitas yang memadai.
- Pemasaran yang lebih efektif melalui biro perjalanan, serta pengelolaan wisatawan dan masyarakat.
- Pengembangan pariwisata melalui sinergitas antar bidang-bidang di Disparbudpora seperti kebudayaan, olahraga, dan pariwisata.
Melalui audiensi ini, PMII berharap agar ke depannya sektor pariwisata di Pacitan dapat dikelola lebih baik, transparan, dan lebih bermanfaat bagi masyarakat dan ekonomi daerah. (*)