KETIK, PACITAN – Petani di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, mulai melirik konsep green house untuk budidaya cabai di luar musim. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi harga cabai yang kerap fluktuatif, terutama pada musim penghujan.
Seperti yang dilakukan Didik Setyo Prabowo, petani cabai asal Desa Banjarjo, Kecamatan Kebonagung, yang memanfaatkan green house untuk budidaya cabai. Berkat penggunaan green house, jadwal tanam cabai Didik tidak lagi terpatok dengan musim.
"Sebelumnya, kalau bertani di sawah selalu mengikuti tren harga pasar. Namun, setelah menggunakan green house, lebih bisa leluasa memperkirakan kebutuhan pasar, untuk menyiapkan apa yang bakal ditanam," kata Didik.
Menurutnya, sistem green house dapat memberikan peluang harga meningkat hingga dua kali lipat.
Selain peluang pasar anti-mainstream, budidaya cabai di green house juga dapat menghemat biaya produksi. Tanaman cabai yang aman dari hama dan penyakit, pun tidak memerlukan air yang banyak.
"Lebih mudah mengelolanya, biaya produksi bisa berkurang hingga 50 persen karena tidak perlu menyewa mesin pompa untuk irigasi," jelas Didik.
Ia mengaku, tanaman cabai yang ditanamnya saat ini disiapkannya untuk menyongsong Hari Raya Idul Fitri tahun 2024 mendatang.
"Kan kalau cabai siap panen membutuhkan waktu sekitar 4 bulan makanya menanam cabai. Ya, untuk mencari peluang harga tinggi di hari raya idul fitri nanti," ujar Didik.
Sukses Merintis Usaha Pertanian Green House dari Nol
Cabai yang ditanam Didik Setyo Prabowo warga Kebonagung, Pacitan menggunakan konsep green house. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)
Berkat ketekunannya, Didik sukses merintis usaha pertanian dengan sistem Green House mulai dari nol. Memanfaatkan lahan kosong samping rumah, seluas 8 x 16 meter, Didik pun secara bertahap mulai menggarap tanah dengan menanam berbagai sayuran dan buah-buahan.
Tanah yang semula tidak produktif, kini berubah menjadi lahan pertanian yang subur.
"Membuat green housenya saya bertahap mulai beli rangka pipa, insektnet, plastik UV, dan itu tidak sekaligus, nunggu uangnya longgar juga. Kalau total sekitar Rp9 jutaan untuk semuanya," papar Didik
Meski demikian, usaha yang ia rintis pun ternyata tidak selalu berjalan mulus. Tanama cabainya diserang hama hingga gagal panen. Hal itu justru membuatnya bersemangat untuk terus mencoba.
"Dulu itu green house saya tutup semuanya dengan plastik, jadi malah ungkep (minim udara), akibatnya tanaman banyak yang mati," ujar Didik.
Kini, usaha yang dirintis mantan TKI tersebut nampak kian membaik. Hasil panennya pun sudah bisa menutupi kebutuhan hidup keluarga.
"Alhamdulillah pas panen pertama dulu, saya sedekahkan ke tetangga. Dulu nanam tanaman timun baby," ungkap Didik.
Dengan sistem green house, produktivitas tanaman meningkat dan bisa tumbuh sepanjang tahun secara berkesinambungan tanpa banyak dipengaruhi oleh musim. Kualitas hasil tanam jelas lebih terjamin dan penggunaan pupuk maupun pengairan juga dinilai lebih efisien.
"Jadikan kalau green house tanaman aman dari air hujan. Untuk pupuk tidak merembes ke area lain, jadi bakal lebih efisien," terang Didik.
Ke depan, ia akan mengembangkan produksi usaha hasil pertanian hingga merambah supermarket dan restoran. Dengan menjaga kualitas sehingga mampu bersaing di tengah pasar global.
Sebagai informasi, green house merupakan sebuah bangunan konstruksi yang berfungsi untuk menghindari dan memanipulasi kondisi lingkungan agar tercipta situasi lahan yang dikehendaki oleh pemelihara tanaman.
Biasanya, green house berbentuk seperti rumah yang ditutup dengan plastik UV maupun insektanet sebagai atap dan tembok, untuk menjaga kondisi tanaman dari air hujan langsung, maupun serangga.(*)