KETIK, JEMBER – Pesarean seorang Kiai besar di Jember letaknya tak jauh dengan pusat kota, sekitar 1 km saja. Tepatnya berada di Jalan Gajah Mada, Kaliwates. Yaitu Pesarean Al Maghfurlah KH. Muh. Shiddiq
Mbah Shiddiq lahir tahun 1854 M di Pedukuhan Punjulsari, Warunggunung, Kecamatan Lasem Kabupaten Rambang, Jawa Tengah. Beliau adalah putra KH. Abdullah bin KH. Sholeh (Raden Tirto Widjojo). Nasab beliau tersambung hingga Rasulullah SAW dari Sayyidatina Fatimah.
KH. Muh. Shiddiq atau disebut Mbah Shiddiq sangat disegani dan memiliki pengaruh besar dalam perkembangan islam di Jember.
Suasana lingkungan pesarean Mbah Shiddiq di Jember. (Fenna Nuru/Ketik.co.id)
Mbah Shiddiq datang pertama kali ke Jember pada tahun 1884 M saat usianya 30 tahun. Sebelumnya beliau sowan terlebih dahulu kepada gurunya, KH. Cholil, dari Bangkalan.
Sampainya disana, beliau mendengar suara yang menuntun arahnya pergi merantau. “Shiddiq.. Jembar!,”. Riwayat ini yang kemudian lebih populer dengan sebutan ‘Jember’.
Semasa hidupnya Mbah Shiddiq berdagang sambil menyebarkan ilmu agama islam yang kemudian semakin banyak santri-santri berdatangan.
Karena semakin banyak santri yang mengaji kepada Mbah Shiddiq, akhirnya beliau mendirikan Mushola di samping rumahnya, di Kampung Gebang.
Dari Mushola itu Mbah Shiddiq memulai pengajaran dan penyebaran islam di Jember.
Pada tahun 1915 M, H. Alwi, seorang saudagar kaya di Jember berasal Pamekasan memberikan sebidang tanah di Kampung Talangsari.
Sejak itulah Mbah Shiddiq pindah dan menempati rumah barunya, saat ini yang berada di Jalan KH Shiddiq 200, Jember.
Di zaman kejayaannya ia mendirikan beberapa masjid secara gotong royong. Dengan ini memudahkan beliau untuk melakukan syiar agama pada masyarakat luas.
Diantaranya Masjid di Angsana Mumbulsari, Masjid di Talangsari Kaliwates, Masjid Rahmad Kebonsari, Masjid Jami' Jember, Masjid Subojatian Kalisat, Masjid Sumber Jeruk Kalisat, Masjid Condro Kaliwates, Masjid di Ajung Jenggawah, Masjid Mangli Kaliwates, Masjid di Klompangan Jenggawah, Masjid di Baratan Arjasa, Masjid di Bintoro Patrang, serta 8 Masjid lainnya.
Mbah Shiddiq memiliki generasi penerus orang alim yang dikenal dan dikenang hingga sekarang.
Diantaranya yaitu:
1. KH. Ali Mansyur, Pencipta Sholawat Badar
2. KH. Abdul Hamid, waliyullah
3. KH. Abdul Hamid Wijaya, Pendiri Ansor
4. KH. Shodiq Machmud SH, Pendiri STAIN (sekarang IAIN Kiai Haji Ahmad Shiddiq) Jember.
5. KH. Machfudz Shiddiq, Pemikir Modernis dan Ketua Umum PBNU Tahun 1930-1945.
6. KH. Abdul Halim, pendiri Pondok Pesantren Islam Ash-Shiddiqi Puteri (Ashri) Jember.
7. Nyai Hj. Zainab, Pendiri Pesantren Putri Zainab Shiddiq.
8. Drs. KH. Yusuf Muhammad LML, mubaligh, politisi terkenal, dan Pendiri Pesantren Darus Sholah.
9. KH. Achmad Shiddiq, pendiri pesantren Ash-Shiddiqi Putra (Ashtra) Jember, Rais ‘Aam PBNU Periode 1984-1991 dan Pendiri Majelis Dzikrul Ghafilin serta Semaan Al-Qur’an.
10. Nyai Hj. Zulaikhah, istri KH. Dzofir Salam, Pendiri Pesantren Al-Fattah dan pendiri beberapa sekolah Islam di Jember, seperti: SMPI, MAN 1, MAN 2, STAIN, dan UIJ.
Pada tanggal 9 Desember 1934 M beliau wafat dalam usia lebih kurang 80 tahun.
Saat jenazah akan disemayamkan di Talangsari, datang puluhan orang untuk menawarkan tanahnya sebagai tempat pemakamannya.
Kemudian dilakukan lotre untuk memilih secara adil, ternyata jatuhlah pada pilihan tanah di Turba Condro yang kini menjadi Pesarean KH. Muh. Shiddiq.
Hingga saat ini, pesarean Mbah Shiddiq telah mengalami beberapa kali pemugaran. Serta banyak orang-orang datang untuk berziarah.(*)