KETIK, PACITAN – Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Tremas, Pacitan Jawa Timur KH Luqman Harist Dimyathi, memberikan pesan penting kepada para santri, pasca mondok.
Hal itu disampaikannya dalam acara Haflah Akhirussanah dan Wisuda Santri MA di hadapan ribuan santri Ponpes Tremas Pacitan, selepas diwisuda, Jumat, (1/3/2024) malam.
Pesan penting yang pertama adalah spirit dalam menuntut ilmu. Pasca santri menyelesaikan pendidikan di pondok pesantren, Luqman tak menginginkan ketika lulus, lantas mereka berhenti menuntut ilmu.
"Nanti setelah lulus jangan berhenti menuntut ilmu kalian tetap harus belajar, mau Hifdhil Qur’an silahkan, mau kuliah silahkan, mau mondok lagi silahkan, mau Ma’had Aly silahkan, mencari ilmu Minal Mahdi Ilallah dimana saja silahkan," pesan KH. Luqman yang juga selaku pimpinan Majlis Ma’arif Pondok Tremas, Jumat, (1/3/2024) malam.
Tak lupa, yang kedua tambah dia, para santri diminta untuk mengamalkan berbagai ilmu yang telah diperoleh semasa mondok. Untuk di terapkan di masyarakat.
"Jangan berhenti untuk mengamalkan ilmu yang telah didapat," imbuhnya.
Sementara itu, ketiga adalah terkait waktu nikah yang bakal dilakoni santrinya. Luqman menjelaskan, bahwa anjuran pernikahan antara santri laki-laki dan perempuan menurutnya memiliki perbedaan.
Bagi santri laki-laki yang baru saja lulus dari pondok pesantren dirasa masih belum cukup ditempa proses kehidupan.
Dia mengatakan, sejatinya mereka belum patut untuk langsung meminta dinikahkan oleh orang tuanya.
"Apabila kalian setelah tamat minta nikah ke bapak ibumu itu belum pantas untuk yang lelaki. Coba 7 santri berdiri, lihatlah ini usianya masih 18-21 tahun apa sudah pantas kalau menikah?, Nabi Muhammad saja berumur 25 tahun baru menikah kalian masih usia segini kok ingin menikah," papar KH Luqman menjelaskan.
Menurutnya, pernikahan merupakan hal yang harus dipikirkan secara matang. Bagi lelaki di usia muda, pernikahan tidak disarankan karena tanggung jawabnya besar.
"Santri laki-laki harus siap mengelola kehidupan pernikahan, ekonomi, dan pemikirannya," jelasnya.
Maka, dia berpesan, lelaki dianjurkan untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan pengalamannya dahulu. Tujuannya, agar kehidupan pernikahannya kelak lebih tertata.
Sedangkan, lanjutnya, bagi santri putri lebih diberikan keleluasaan dalam memilih waktu untuk menikah.
Pun dengan catatan, dari segala sisi antara kedua pihak keluarga telah mengaku setuju untuk dinikahkan.
Dia mengambil contoh Siti Aisyah, istri Nabi Muhammad SAW, yang menikah di usia muda, yaitu 11 tahun.
"Apabila sudah memiliki kecocokan dari berbagai pihak, monggo diperbolehkan. Tapi bisa disarankanya mencari ilmu dulu," sambungnya.
Pun ia menegaskan, bahwa menuntut ilmu adalah hal yang paling utama bagi para pemuda dan pemudi.
Alasannya, di usia muda permasalahan cenderung ringan. Tanggung jawab belum sepadat sewaktu usia tua.
"Karena titahnya wanita itu mengikuti dan membantu suami dalam berumah tangga, namun juga dianjurkan untuk menuntut ilmu dahulu," terangnya menyarankan.
Usai memberikan pesan, Luqman berharap santri yang lulus dari Pondok Tremas, dapat menjadi manusia yang lebih baik, kini dan masa mendatang.
Sebagai catatan, Haflah merupakan kegiatan rutin tahunan pondok pesantren yang diselenggarakan menjelang bulan Ramadhan. Kegiatan ini mudah dikenali oleh para alumni dan orang-orang yang familiar dengan pesantren.
Setelah kelulusan, para santri putra dikirim ke berbagai pelosok untuk berdakwah. Dakwah ini diawasi oleh para pembimbing dan alumni yang berada di lokasi dakwah.
Haflah menjadi momen istimewa bagi para santri untuk menunjukkan hasil belajar mereka selama ditempa ilmu agama.
Acara seremonial tersebut dihadiri oleh para wali murid yang berasal dari luar kota, tak sedikit yang berasal dari luar pulau, serta para masyarakat sekitar.
Tak terkecuali para alumni, kehadirannya guna mengobati rasa rindu pada suasana pesantren yang dulu pernah mereka singgahi. (*)