KETIK, SURABAYA – Ombudsman RI mempublikasi hasil penilaian opini pengawasan pelayanan publik (OPPP) 2022, Kamis (22/12). Sebanyak 14 kabupaten/kota dari total 38 pemda di Jawa Timur mendapatkan zona hijau atau penilaian tinggi. Pemda lainnya meraih zona kuning (sedang). Dan, yang membanggakan, tahun ini tidak ada pemda yang masuk zona merah (rendah).
Hasil penilaian OPPP diumumkan di Jakarta dalam acara yang dihadiri oleh pimpinan Ombudsman RI dan perwakilan 10 pemprov/pemkab/pemkot dan kementerian/lembaga (K/L) dengan nilai teratas. Di antaranya, Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, dan Sekjen Menkeu Heru Pambudi.
Dibanding hasil Survei Kepatuhan UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik tahun lalu, pada 2022 ada perbaikan skor untuk Jatim. Pada 2021, pemda di Jawa Timur yang masuk zona hijau hanya 9. ‘’Tentu saja tren positif ini menunjukkan ada perbaikan kualitas pelayanan publik di Jawa Timur,’’ kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur Agus Muttaqin dalam penjelasan tertulis.
Dari Jawa Timur, Pemkab Ngawi mendapatkan skor tertinggi: 85,36. Selanjutnya, Pemkab Sidoarjo (84,46), Pemkab Kediri (84,15), Pemkot Probolinggo (82,33), Pemkab Banyuwangi (82,01), Pemkab Probolinggo (81,83), Pemkot Blitar (81,66), Pemkot Surabaya (81,10), Pemkab Tuban (81,33), Pemkab Jember (81,08), Pemkab Ponorogo (80,95), Pemkab Lumajang (80,15), Pemkab Pasuruan (78,83, dan Pemkab Trenggalek (78,49).
‘’Sedang di level provinsi, Pemprov Jawa Timur juga masuk zona hijau dengan nilai 79,35. Nilai ini ada perbaikan dibanding tahun lalu, yang masuk pada zona kuning,’’ kata mantan wartawan itu.
Pada tahun ini, metodologi penilaian berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bedanya, memasukkan empat dimensi, yakni input (variabel kompetensi pejabat/petugas pelayanan), proses (pemenuhan standar pelayanan publik), output (persepsi pengguna layanan terhadap maladministrasi), dan pengaduan (pengelolaan pengaduan).
"Pada tahun 2021, kami hanya menggunakan penilaian pemenuhan standar pelayanan publik. Dengan demikian, pada 2022 penilaiannya menggunakan metodologi yang lebih kompleks,’’ ujar Agus.
Hasil penilaian, lanjut Agus, nantinya dalam bentuk rapor yang akan diserahkan langsung ke kepala daerah. Isinya detail skor pelayanan publik di 5 OPD dan 2 puskesmas yang menjadi objek penilaian.
Kepala daerah bisa menjadikan hasil penilaian Ombudsman untuk mengevaluasi kinerja masing-masing OPD dan puskesmas. ‘’Bahkan pada tahun lalu, ada kepala dinas yang dicopot karena skor pelayanan publiknya merah,’’ pungkas Agus.(*)