Pengelola Cagar Budaya Rumah Singgah Soekarno di Palembang Belum Pernah Dapat Kompensasi

Jurnalis: Wisnu Akbar Prabowo
Editor: Mustopa

7 Oktober 2024 19:51 7 Okt 2024 19:51

Thumbnail Pengelola Cagar Budaya Rumah Singgah Soekarno di Palembang Belum Pernah Dapat Kompensasi Watermark Ketik
Cagar Budaya Rumah Singgah Soekarno yang terletak di Jalan KH Azhari, Kelurahan 3-4 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I, Palembang. Menurut pengakuan sang pemilik, sejak pemasangan plang cagar budaya pada 2018, pihaknya belum pernah mendapatkan kompensasi dari pemerintah. (Foto: Wisnu Akbar Prabowo/Ketik.co.id)

KETIK, PALEMBANG – Pengelola Cagar Budaya Rumah Singgah Soekarno yang terletak di Jalan KH Azhari, Kelurahan 3-4 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I, Palembang, mengaku belum pernah mendapatkan kompensasi pemeliharaan.

Hal itu disampaikan Abdul Rahman (69) selaku pemilik dan penghuni Rumah Singgah Soekarno. Semenjak plang cagar budaya ditegakkan di halaman rumah miliknya, ia tak pernah sekalipun mendapatkan kompensasi.

“Dari tahun 2018 itu ditegakkan, tapi sampai sekarang belum ada,” kata Abdul Rahman, Senin 7 Oktober 2024.

Laki-laki yang akrab disapa Maman itu menjelaskan, pihak Dinas Kebudayaan Kota Palembang sebenarnya beberapa kali mendatangi kediamannya yang dijadikan cagar budaya, salah satunya adalah untuk mendata rumah tersebut.

Namun sampai hari ini, dirinya belum menerima sepeser pun kompensasi dari pemerintah sebagai upaya pemeliharaan cagar budaya miliknya yang sudah dihuni secara turun temurun dari kakeknya.

Salah satu kendala yang menghambat kompensasi adalah ketiadaan bukti fisik yang menunjukkan bahwa Presiden RI pertama, Soekarno, pernah berkunjung ke rumah itu.

Menurut cerita Maman, jauh sebelum dia menjadi pemilik rumah itu, ada sejumlah bukti fisik seperti foto yang dulunya disimpan di rumah itu. Akan tetapi, koleksi foto tersebut dipindahan ke Museum Bung Karno di Bengkulu.

“Dulu ada di sini beberapa foto yang bisa dijadikan bukti. Tapi sekarang sudah dibawa ke Museum Bung Karno di Bengkulu. Kami kalau mau mengecek ke sana susah karena butuh dana,” tutur Maman.

Meski begitu, Maman tidak begitu mempermasalahkan terkait pemeliharaan yang dia lakukan terhadap rumah itu. Hanya saja, Maman mempertanyakan fungsi plang cagar budaya yang ditanam di depan rumahnya.

“Saya enggak masalah kalau merawat rumah ini. Tapi kalau tidak ada fungsinya lebih baik dicabut saja plang itu,” imbuhnya.

Dia berharap rumah bergaya Belanda itu tetap dilestarikan sebagai bukti bahwa di masa-masa perjuangan, sang Proklamator pernah menjejakkan kakinya di Kota Pempek sebelum mengasingkan diri ke Bengkulu.

Terkait plang cagar budaya itu, Pamong Budaya Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Nys. Ulfah menjelaskan bahwa sekarang ini, Rumah Singgah Soekarno masih berstatus Unit Diduga Cagar Budaya (UDCB) dan belum ditetapkan sebagai cagar budaya sepenuhnya.

Kendalanya sama seperti yang disampaikan Maman, yaitu kurangnya bukti fisik yang menunjukkan bahwa Soekarno pernah berkunjung ke rumah itu.

“Memang katanya ada bukti fotonya di Museum Bung Karno Bengkulu, tapi kita belum bisa ke sana karena butuh biaya,” kata Ulfah.

Sementara itu, pemasangan plang cagar budaya sendiri dilakukan untuk melindungi bangunan tua itu agar masyarakat sekitar bisa sama-sama menjaga salah satu peninggalan sejarah di Palembang itu.

“Kalau secara urgensinya, rumah itu penting. Karena satu-satunya bangunan utuh yang tersisa dari kunjungan Soekarno kala itu,” tutup Ulfah.

Pemberian kompensasi kepada penemu atau pemilik cagar budaya sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Pada pasal 22 ayat (1) menjelaskan, setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya berhak memperoleh Kompensasi apabila telah melakukan kewajibannya melindungi Cagar Budaya.

Mengenai jumlah kompensasi dan insentif yang diberikan, hal itu sudah menjadi kewajiban dan kewenangan pemerintah daerah masing-masing.(*)

Tombol Google News

Tags:

Cagar Budaya Palembang Rumah Singgah Soekarno sejarah Kompensasi