KETIK, MALANG – Upah Minimum Kota (UMK) Kota Malang telah ditetapkan oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjadi Rp 3.309.144. Sebelumnya Pemerintah Kota Malang bersama Dewan Pengupahan Kota Malang telah mengakomodir pendapat dari pekerja dan pengusaha untuk mengusulkan kenaikan sebesar Rp 3.330.000.
Meskipun terjadi penurunan, namun Ketua DPRD Kota Malang I Made Riandiana Kartika menyebut penetapan tersebut merupakan keputusan terbaik. Menurutnya pemerintah harus mampu mengakomodir kepentingan pengusaha dan juga serikat pekerja.
"Kemarin usulannya Rp 150.000 kenaikannya, sekaranh naik Rp 115.000. Inilah yang saya bilang kompromi dan tirik tengah. Kalau dipaksakan sesuai dengan keinginan, mungkin berdasarkan perundingan, perusahaan tidak mampu," ujar Made saat ditemui pada Rabu (6/12/2023).
Menurutnya pemerintah harus dapat menampung dua kepentingan besar. Di satu sisi pengusaha membutuhkan keseimbangan supaya usahanya tetap eksis. Namun di sisi lain pekerja membutuhkan peningkatan taraf hidup yang lebih layak.
"Saya rasa sudah lewat perdebatan dan rapat panjang, sehingga ketemu UMK kita Rp 3.309.144. Itu menunjukkan sudah titik terbaik, selanjutnya akan ada kenaikan per tahun. Per tahun pasti ada yang namanya proses untuk kenaikan upah. Jadi apapun itu kami selaku pemerintah tetap mengawal yang sudah ditetapkan oleh Gubernur," lanjutnya.
Kendati demikian, ia tidak melihat adanya gejolak di kalangan pekerja yang timbul akibat penetapan upah tersebut. Terlebih saat ini sudah banyak perusahaan yang menetapkan gaji pekerja di atas UMK terutama pabrik-pabrik dengan skala besar.
"Kemarin Komisi A DPRD Kota Malang sidak, mereka sudah tidak lagi pakai sistem upah bulanan. Tapi sudah borongan berdasarkan hasil kerja, berapapun. Bahkan ada yang sebulan Rp 5-6 juta yang mereka terima. Saya rasa itu lebih adil. Sudah banyak orang dibayar sesuai kinerjanya dan ini kesepakatan antara perusahaan dan karyawan. Kota Malang tidak terlalu bergejolak, karena sistem pengupahan sudah berbasis kinerja," jelas Made.(*)