KETIK, SURABAYA – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berupaya menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman untuk mendukung hak dan perlindungan anak-anak di Kota Pahlawan.
Karenanya, pihaknya turut melibatkan anak-anak dalam pembentukkan Forum Anak di tingkat kecamatan untuk mendekatkan jangkauan, serta pengawasan pemerintah kepada setiap permasalahan di seluruh wilayah di Kota Surabaya.
Melihat keeikutsertaan Pemkot untuk mendukung hak dan perlindungan anak, Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia Arie Rukmantara mengungkapkan bahwa transisi endemi ini membuat anak-anak dalam membuat kebijakan.
“Apabila ada yang perlu kita syukuri sebagai hasil adaptasi kebiasaan baru dalam transisi pandemi ke endemi adalah makin seringnya anak-anak berpartipasi dalam pembuatan kebijakan. Meaningful participation of children and young people should be the new normal,” kata Arie Rukmantara, Sabtu, (28/1).
UNICEF memuji langkah berani Pemerintah Kota Surabaya yang menggelar jumpa pers dengan empat remaja putri sebagai juru bicara utama pada Kamis, 26 Januari 2023. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menyongsong Kelas Inspirasi Walikota yang akan dilaksanakan Senin, 30 Januari 2023.
UNICEF lewat kepala perwakilannya di Jawa, Arie Rukmantara, menyampaikan bahwa peran Neerzara, pelajar SMKN 20 Surabaya, Tanaya (SMPN 22 Surabaya), Hesty (SMA Muhammadiyah 1 Surabaya), Asysyifa Carissa (SMPN 4 Surabaya), dan Djasmine (SMAN 22 Surabaya) sebagai juru bicara utama dalam Konferensi Pers yang membahas tema Perlindungan Diri terhadap Kekerasan dan Perwakinan Anak.
UNICEF melihat bahwa kegiatan ini merupakan pernyataan tegas bahwa anak-anak adalah aktor kunci dan solusi paling penting dalam memecahkan permasalahan anak.
“Di tengah maraknya tajuk utama yang berkaitan dengan kondisi anak: isu perkawinan anak, dan berita terkini tentang stunting, Kota Surabaya, telah memastikan suara anak merespon berita-berita tersebut didengar masyarakat,” terang Arie.
Pemkot Surabaya telah membentuk Forum Anak Surabaya (FAS) yang terus menyuarakan hak dan perlindungan anak. Sebab, untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman di Kota Pahlawan, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Melainkan tanggung jawab dari berbagai pihak secara bersama-sama, termasuk dengan upaya pelibatan anak-anak.
“Pemerintah Kota Surabaya telah memberikan anak-anak ‘pengeras suara’ untuk menggaungkan solusi maslaah anak dari anak-anak. Suara mereka kini menggema di seluruh kota, bukan hanya di kamar, di tempat bermain dan di ruang kelas,” terang Arie.
Arie menambahkan, apabila Kota Surabaya serius menjadi salah satu kota CFCI (Child Friendly Cities Initiatives), maka partisipasi anak dan suara anak adalah keunggulan yang patut disebarluaskan.
“Ini adalah competitive advantage, keunggulan Surabaya dalam menjadi kota yang bersahabat bagi anak tingkat dunia,” tambahnya.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) dan Forum Anak Surabaya (FAS) menyatakan bahwa berdasarkan data DP3APPKB Kota Surabaya, 30 persen warga Surabaya adalah anak-anak.
Salah satu juru bicara pada jumpa pers tersebut, Neerzara atau akrab disapa Caca, menyatakan bahwa kekerasan dan perkawinan anak dapat dihentikan.
Caca menyampaikan harapannya agar setiap anak dapat menikmati masa belajar, nyaman beraktivitas di kota dan memiliki saluran menyampaikan pendapat mereka.
Caca menegaskan bahwa tidak boleh ada yang tertinggal dalam menikmati pelayanan kota.
“Anak membutuhkan kasih sayang, perhatian lebih dari orang dewasa seperti guru, organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Juga pemimpin kota," paparnya.
Mendorong partisipasi anak secara bermakna dalam proses pembangunan merupakan kunci utama dari pembangunan yang berkelanjutan.
Tujuan 16 dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) adalah menekankan peran pemerintahan, inklusi, partisipasi anak di pembangunan berkelanjutan.
Secara khusus target 16.7 untuk memastikan pemerintahan yang responsif, mengambil keputusan inklusif, partisipatif dan representatif di semua tingkatan pemerintahan. (*)