KETIK, SURABAYA – Pemerintah memuji produsen garam yang memperbaiki kualitas di tingkat petani garam. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam di tingkat produsen.
Direktur Jenderal Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Miftahul Huda memuji produsen garam PT Susanti Megah dalam meningkatkan kualitas maupun produksi. Perusahaan ini menggelar gathering dengan memberi edukasi kepada sejumlah petani garam dari berbagai daerah.
“Edukasi ini perlu direplikasi perusahaan lain, agar ada jaminan harga dan serapan garam di tingkat petani. Langkah ini memiliki manfaat besar dari hulu hingga hilir,” katanya, Sabtu (12/8/2023).
Huda, sapaannya, menambahkan tahun ini Indonesia diuntungkan dengan kemarau panjang. Menurut BMKG, tahun ini akan terjadi badai El Nino akibat panjangnya musim kemarau, dan bisa meningkatkan produksi garam.
“Malahan di Madura diperkirakan hujan turun pada Desember. Artinya, kemarau yang panjang tidak hanya meningkatkan produksi, tapi harus dibarengi dengan perbaikan kualitas garam,” ucap Huda.
Pemerintah menargetkan produksi garam mencapai 2 juta ton garam lokal tahun ini. Target produksi itu diharapkan bisa menekan impor garam yang disepakati mencapai 2,8 juta ton pada tahun ini.
Presiden Direktur PT Susanti Megah, Hermawan Susanto menegaskan edukasi kualitas garam di tingkat petani akan terus dilakukan. Ia berharap petani bisa memproduksi garam yang mendekati produk impor.
“Kalau menyamai garam Australia, rasanya tidak mungkin. Sebab garam Australia dipengaruhi kemarau yang lebih panjang,” ujar Hermawan.
Menurut Hermawan, pembekalan kepada petani garam ini meliputi proses produksi. Selama ini banyak petani yang memanen garam kurang dari dua minggu.
Akibatnya garam cenderung basah dan sulit diserap industri. Menjemur garam minimal 2-3 minggu untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik.
PT Susanti Megah, kata Hermawan komitmen terhadap produksi garam yang dihasilkan petani. Sebab perusahaan asal Surabaya ini membutuhkan pasokan 10-12 ribu ton garam petani.
“Itu kalau kondisi cuaca sedang bagus. Tahun lalu produksi garam dalam negeri jatuh, akibat La Nina. Yakni musim hujan yang lebih panjang. Akibatnya realisasi produksi jauh dari target,” imbuhnya.
Hermawan menegaskan siklus seperti ini bisa terjadi 5-6 tahun. Tahun lalu produksi garam di Susanti Megah turut jatuh, akibat musim hujan yang panjang. Namun produksi tahun lalu tertolong serapan garam petani pada tahun sebelumnya.
“Tahun ini tinggal meningkatkan mutu. Misalnya mulai dari penjemuran hingga kristalisasi, mumpung kemarau lebih panjang,” pungkasnya. (*)