KETIK, PACITAN – Kemarau panjang menyebabkan kekeringan di sejumlah daerah di tanah air. Termasuk wilayah Kabupaten Pacitan, Jawa Timur yang selalu dilanda masalah krisis air bersih.
Dikutip dari laman resmi BMKG, bencana kekeringan faktor utamanya disebabkan oleh fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD). Keduanya membuat musim kemarau 2023 menjadi lebih kering dan sangat minim adanya curah hujan.
"Kedua fenomena itu, saat ini terjadi bersamaan, seperti yang pernah terjadi di tahun 2019 lalu ketika terjadi El Nino dan IOD positif. Keduanya saling menguatkan menyebabkan kemarau panjang," tulis BMKG, Kamis (7/9/2023).
Sementara dalam periode Agustus hingga Oktober 2023 diprediksi akan menjadi periode terpanas dibandingkan musim kemarau sebelumnya. Beberapa wilayah akan mengalami curah hujan bulanan dengan kategori rendah (0 - 100 mm/bulan), utamanya pada Agustus, September, dan Oktober.
Dampaknya, menyasar ke beberapa wilayah di tanah air, di antaranya Sumatera bagian tengah hingga selatan, pulau Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian besar Sulawesi, Maluku Utara, Maluku dan Papua bagian selatan.
Tampak kondisi pulau jawa diberikan warna hitam, menunjukkan prakiraan curah hujan sangat rendah di beberapa bulan mendatang. (Foto: BMKG)
Faktor tersebut diperparah kondisi ekologis masing masing wilayah. Hal itu dapat dijumpai di titik-titik tertentu di Kabupaten Pacitan, Trenggalek, dan Tulungagung yang kini banyak terdapat pegunungan dengan kondisi gundul alias gersang.
"Sebetulnya banyak faktor, tetapi yang paling memperparah kondisi kemarau panjang, salah satunya karena terdapat pegunungan dengan kondisi gersang. Yang saat ini juga jadi titik berpotensi kekeringan hingga krisis air bersih," ungkap Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Pacitan Radite Suryo Anggono, Jumat, (8/9/2023).
Hal tersebut bakal berimbas pada sektor pertanian, perkebunan dan perhutanan. Parahnya, kondisi kekeringan ini juga dapat berbuntut kepada bencana kebakaran hutan maupun lahan (Karhutla) apabila terkendali, sehingga dapat menimbulkan krisis kabut asap yang berdampak pada kualitas lingkungan, ekonomi, sosial, hingga kesehatan masyarakat.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pacitan saat mulai serius mengatasi kelangkaan air bersih akibat kemarau panjang. Pihaknya telah melakukan droping air bersih ke titik-titik kritis kekeringan.
Sejauh ini juga telah dilakukan pemetaan terhadap daerah-daerah rawan kekeringan dan menginventarisasi sumber-sumber air yang bisa dimanfaatkan. Semisal tak ditemukannya sumber air, droping air bersih tetap terus digencarkan.
"Jika tidak memungkinkan dibuatkan sumur bor karena tidak ditemukan sumber, maka droping air bersih tetap kami lakukan," tutur Bupati Pacitan Indrata Nur Bayu Aji, Kamis, (7/9/2023).
Pemkab Pacitan melalui BPBD juga telah menyediakan layanan 24 jam terkait permohonan droping air bersih. Bagi masyarakat yang membutuhkan, hal itu dapat diakses melalui Pemerintah Desa setempat.
"Pengiriman air bersih terus dilakukan oleh BPBD dan juga lembaga swasta, komunitas, dan lembaga sosial. Untuk memastikan semua wilayah yang membutuhkan, mendapatkan pasokan air bersih," Kepala Pelaksana BPBD Pacitan, Erwin Andriatmoko.
Ia berharap masyarakat tetap waspada, menggunakan air secara efisien dan mengambil langkah-langkah pencegahan dampak geologis maupun kesehatan. Tentunya diiringi upaya pemerintah daerah dalam mengatasi dampak dari fenomena El Nino dan IOD yang diprediksi akan berlangsung sekitar satu hingga dua bulan mendatang.
Sebagai informasi, El Nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normal yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur. Pemanasan ini meningkatkan potensi pertimbuhan awan di Samudera Pasifik tengah, dan mengurangi curah hujan di wilayah sekitarnya.
Sedangkan, IDO adalah fenomena naik turunnya suhu permukaan laut dalam. Dinamika ini merupakan berubahnya pergerakan atmosfer atau pergerakan masa udara, yang menyebabkan terjadinya kondisi lebih hangat di fase positif, dan lebih dingin di fase negatif. Termasuk, menyebabkan berkurangnya curah hujan di Indonesia. (*)