KETIK, MALANG – Berbagai regulasi tentang penggunaan kendaraan listrik telah diatur oleh pemerintah Indonesia. Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto mendorong terjalinnya sinkronisasi antara pemerintah pusat dengan daerah sebagai tindak lanjut pengembangan kendaraan listrik.
Regulasi tersebut tertera dalam Perpres No 55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle) untuk transportasi jalan dan Inpres No. 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Sebagai Kendaraan Dinas.
Hal tersebut ia sampaikan saat menjadi pembicara daal Seminar Nasional Implementasi Program Kendaraan Listrik dan Green Energy dalam Mendukung Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh Sapta Cita Institute di Malang.
"Kebijakan pemerintah tersebut harus ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. Sehingga penggunaan kendaraan listrik semakin berkembang. Sebaliknya pemerintah pusat mesti merespons dan mengoordinasikan apa yang menjadi tindaklanjut pemda terkait implementasi program kendaraam listrik di daerah-daerah itu," ujar Hery pada Rabu (11/10/2023).
Bukan sekadar efisiensi dan transisi energi melalayi energi listrik, program tersebut juga digadang memberikan kontribusi dalam mengurangi polusi. Selama ini emisi karbon yang dihasilkan dari kendaraan bermotor menjadi penyebab dari pencemaran lingkungan. Efek yang ditimbulkan pun dapat membahayakan kesehatan manusia.
"Pilihan menggunakan kendaraan listrik adalah pilihan yang ramah lingkungan dan efisien tetapi harus didukung oleh kebijakan, anggaran, insfratruktur dan harga yang terjangkau di masyarakat. Implementasi penggunaan kendaraan listrik di Indonesia masih belum optimal karena belum didukung faktor-faktor dimaksud teraebut," lanjutnya.
Menurutnya, dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), sektor transportasi yang menggunakan bahan bakar fosil menyumbang 44 persen polusi. Diikuti dengan sektor industri yang mampu menyumbang polusi hingga 31 persen, 10 persen dari manufaktur, 14 dari sektor perumahan, dan 1 persen komersial.
"Penggunaan alat transportasi kendaraan bermotor yang berbasis BBM fosil menjadi faktor yang dominan dalam menyumbang polusi," sebut Hery.
Sementara itu, data yang diambil dari Kakorlantas Polri menunjukkan jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan BBM saat ini naik 1,09 persen dibanding data bulan Januari 2023 sebesar 152.565.905 unit. Jumlah tersebut melampaui setengah populasi penduduk Indonesia yang mencapai 276 juta jiwa.
Dari data tersebut, penggunaan sepeda motor menempati posisi pertama yakni 128.678.586 unit dan mobil penumpang mencapai 19.233.314 unit. Adapun Pulau Sumatera menempati posisi kedua dengan angka 31.782.883 unit. Kemudian Pulau Kalimantan mencatatkan jumlah kendaraan bermotor sebanyak 11.133.725 unit.
Sementara itu Pulau Jawa menjadi penyumbang jumlah kendaraan terbanyak, dengan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor 92.036.868 unit.
Hery menambahkan pemerintah perlu memprioritaskan penyediaan listrik melalui EBT di daerah 3T. Mengingat banyak daerah yang memasuki kawasan hutan sulit terjangkau pembangunan infrastruktur jaringan listrik. Untuk memenuhi hak warga atas listrik tersebut perlu diskresi kebijakan pemerintah.
"Di daerah 3T bisa dilakukan membangun PLTS namun ada regulasi yang membatasinya sehingga menghambat kebutuhan listrik masyarakat di lokasi tersebut. Untuk mengatasinya pemerintah perlu membuat diskresi atas hambatan regulasi yang berlaku tersebut. Prinsipnya hak warga atas kebutuhan listrik bisa dipenuhi oleh negara," serunya.(*)