KETIK, PACITAN – Misteri tentang penghuni daerah yang tak pernah bertambah maupun berkurang ini seolah menjadi tirai yang tak kunjung tergerai. Namun, kisahnya tak tergerus oleh laju peradaban yang lambat laut menembus wilayah termarjinalkan.
Sebagaimana di Kampung Pitu Pacitan, Jawa Timur yang hanya dihuni kurang lebih 7 Kepala Keluarga (KK). Hal itu diyakini oleh sebagian besar masyarakat merupakan cara alam dalam menjaga keseimbangan.
Adapun sederet fakta menarik dari Kampung Pitu yang terangkum Ketik.co.id, berdasarkan sumber sesepuh kampung tersebut, diantaranya sebagai berikut:
1. Larangan Merenovasi Masjid Kuno
Masjid yang letaknya di tengah permukiman merupakan peninggalan tokoh Islam puluhan tahun lalu. Hanya nama Ki Joko Kromo yang diketahui di balik keberadaan masjid tersebut.
Tak hanya itu, menurut sesepuh dulu, masyarakat tiada yang berani dan tidak diperkenankan merompak rupa tempat peribadatan. Pun hanya diperbolehkan untuk mengganti sebagaian kecil apabila terdapat kerusakan.
Kesan kuno ditambah dengan keberadaan batu bata yang tersusun melingkar di sebelah barat masjid. Tempat itu diduga untuk beristirahat para ulama. Begitu pula ada cekungan batu di dekat masjid yang dipercaya bekas tumpuan lutut para wali kala menunduk untuk berwudhu.
"Arahan dari tokoh-tokoh Islam setempat, tidak boleh direnovasi. Biar bentuknya masih asli seperti dulu, dan agar tidak menghilangkan cahayanya (syiar masjid). Tapi pas 2020 lalu di ganti kayunya yang sudah lapuk," jelas sesepuh Kampung Pitu, Solekan, Minggu, (13/8/2023).
Masjid Kuno Kampung Pitu yang dilarang untuk diperbarui, sedikitnya pemberian nama pun tak diperkenankan. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)
2. Memiliki Tempat Spiritual, Tempat Berjemur Walisongo
Terdapat sebuah bangunan berbahan semen berbentuk lingkaran yang diberikan nama 'Pendedehan', tingginya sekitar 1 meter dari permukaan tanah. Kerap dipergunakan untuk kegiatan spiritual oleh masyarakat setempat maupun pendatang.
"Banyak tokoh pejabat atau orang luar yang datang kesini untuk manakiban, wiridan, dzikir dan berdoa. Ya di tempat ini sambil membeber sajadah," ucapnya.
Sebagian masyarakat meyakini, Pededehan merupakan tempat berjemur beberapa Wali Songo dan pertapa saat datang ke Pacitan. Di sekitar lokasi itu merupakan tempat yang disebut angker. Orang yang datang dengan niat tidak baik akan mendapatkan balasannya (celaka).
Selain itu, dirasakan juga beribadah di lokasi tersebut bisa menambah kekhusyukan saat melakukan ritual dan doa. Bukan untuk musrik (mempersekutukan), tetapi dipergunakan sebagai tempat yang memiliki energi positif.
"Rata-rata ya itu, yang minta pekerjaan sedikit susah misalnya, atau pengen kenaikan gaji atau pangkat. Rasa Rasanya usai Ngaji di situ, ya tidak cepat tapi sedikit demi sedikit, rasa rasanya banyak yang jadi," ungkapnya.
3. Jejak Sejarah Perjuangan Indonesia, Tempat Persembunyian Ulama
Diceritakan bahwa para ulama terdahulu, menganggap usai melewati jembatan lintasan arah menuju Kampung Pitu telah masuk daerah gelap gulita dan merupakan bukit yang jarang dijamah manusia. Oleh sebab itu, ulama masa itu mempergunakannya sebagai tempat persembunyian maupun hunian dari kejaran bangsa asing ditengah perang, ditambah kondisi wilayahnya yang memiliki sumber mata air melimpah.
Bukti adanya cerita itu, yakni terdapat peninggalan masjid, dan bangunan berbentuk lingkaran yang dijadikan tempat beribadah dan berdoa (Pendedehan). Selain itu juga terdapat makam tokoh Islam Kiai Nolo Suto yang diyakini berasal dari Jawa Tengah.
"Pas zaman Belanda dulu, daerah sini merupakan tempat persembunyian pejuang Islam saat perang melawan penjajah. Sebelum adanya masjid-masjid lain yang berdiri disini sudah ada, dulu itu bisa sampai 50 orang lebih yang Jum'atan disini," ceritanya.
Sesepuh yang tinggal di Kampung Pitu Pacitan, Solekan (66) saat menceritakan beragam mitos dan fakta di area tersebut. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)
4. Makam Tokoh Islam Dari Jawa Tengah
Sekitar 500 meter di selatan masjid masuk kawasan hutan, terdapat makam Kiai Nolo Suto, yakni sebagai salah seorang ulama Jawa Tengah. Banyak warga luar daerah yang datang berziarah, diantaranya, Ponorogo, Madiun, Jember, dan Cirebon.
"Biasanya kalau ada yang kesini terus belum tahu makamnya Mbah Nolo Suto, ya saya hanya diminta ngantar gitu," bebernya.
Meskipun demikian, tak banyak sumber yang dapat bercerita terkait hal itu.
5. Benda Misterius, Mustika yang Tersebar di Kampung
Tak hanya itu, diungkapkan pula, bahwa banyak tersimpan Mustika di sekitaran wilayah Kampung Pitu tersebut. Letaknya juga tidak menentu, terkadang terdapat di Pohon, ranting kayu, belakang rumah dan tempat-tempat lainnya.
Mustika merupakan sebuah benda dengan energi gaib (khodam) di dalamnya berwujud laiknya batu akik ataupun benda mistis pada umumnya. Beberapa diantaranya banyak diburu dan dicari oleh masyarakat yang mengerti khasiatnya.
"Dulu pernah saya menemukan di tumbuhan parasit pada kayu, pas saya potong ada batu akiknya. Tapi pas saya taruh lemari hilang padahal tidak ada yang memindah, katanya orang pintar pindah ke belakang rumah," pungkasnya.
Mungkin sebagian besar orang lainnya malah merinding mendengar hal ini, bahkan enggan berkunjung ke kampung yang tampak begitu sunyi itu. Tak apa, dengan adanya Kampung Pitu ini semakin menegaskan bahwa Indonesia memiliki beragam daerah yang lebih menarik dibandingkan negara lain.
Demikian rangkuman fakta unik Kampung Pitu di Pacitan. Sebagaimana diketahui, daerah tersebut beralamat lengkap, RT 04 RW 09, Lingkungan Ngendak, Dusun Krajan Kidul, Desa Temon, Kecamatan Arjosari. (*)