KETIK, SIDOARJO – Nina Farida dan kedua anaknya melepas kepergian sang ayah, Handika Susilo, dengan damai. Pria 51 tahun itu dimakamkan di dekat pusara orang tuanya, di Malang, pada 26 Agustus 2021 silam. Sekitar 1,5 tahun berlalu. Tiba-tiba muncul seorang perempuan yang mengaku sebagai istri Handika. Menuntut pembagian harta.
Perempuan itu warga Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto. Inisialnya ELU. Tidak hanya mengaku sebagai istri almarhum Handika Susilo, wanita itu juga membawa seorang anak yang diakui sebagai anak mendiang pengusaha pom bensin itu. Ketenangan keluarga Ninak terkoyak.
”Saya baru tahu. Kok ada perempuan yang mengaku sebagai istri sah suami saya,” ujar Nina dengan nafas terengah-engah. Dia tampak menahan emosi saat menyebut nama perempuan perebut lelaki orang (pelakor) yang mengaku sebagai istri suaminya.
Mengapa? Menurut Nina, sepeninggal suami, dirinya harus menuntaskan berbagai urusan terkait bisnis stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik suaminya di Mojokerto dan Jombang. Termasuk, utang-utang suami yang mencapai puluhan miliar rupiah.
Nah, setelah itu, ELU datang dengan niat untuk meminta warisan, bahkan hendak merebut harta peninggalan suaminya. ELU menyodorkan berbagai surat sebagai bukti. Ada surat nikah. Kartu keluarga, akta kematian, bahkan BPKB sebuah mobil dan rumah milik suaminya. Semua diduga sebagai hasil rekayasa.
Misalnya, Handika Susilo meninggal di Malang. Makamnya ada di dekat kuburan ayah dan ibunya. Tapi, perempuan itu membawa akta kematian yang berbeda. Handika disebut meninggal dan dimakamkan di Mojokerto.
”Padahal, kami semua ada saat pemakaman almarhum,” ungkap Nina sambil memperlihatkan foto dirinya dan kedua anaknya di makam Handika Susilo.
Eko Arif Mudji Antono, kuasa hukum Nina Farida, menambahkan, perkara kliennya dan ELU itu telah memasuki ranah hukum. Baik di pengadilan agama maupun kepolisian.
Namun, dalam proses hukum tersebut, Nina mendapatkan perlakuan dzolim. Kliennya yang seharusnya menjadi pihak yang dirugikan justru dikalahkan dengan proses hukum yang diwarnai keanehan.
Eko menyatakan telah mengungkap bukti-bukti pemalsuan berbagai dokumen yang diduga dilakukan ELU. Banyak kejanggalan surat-surat dan dokumen negara itu. Semua seakan diabaikan.
Dia mencontohkan akta dokumen terkait Handika Susilo. Tanggal kelahiran berbeda dari yang asli. Nomor induk kependudukan (NIK) juga tidak sama. Ketika NIK ”palsu” itu dicek ke dinas kependudukan dan catatan sipil, ternyata keluar foto orang lain. Bukan foto suami kliennya.
Surat nikah Handika dan ELU juga diduga palsu karena nomornya tidak tercatat di KUA tempat didaftarkan. Itu pun Handika disebut-sebut masih berstatus jejaka. Padahal, dirinya telah memiliki istri dan dua anak. Handika dan Nina menikah pada 1993 di Jombang. Selama itu, keluarganya tidak ada masalah. Dua anak mereka sudah besar-besar.
”Bu Nina tidak pernah memberikan izin ke suaminya untuk berpoligami,” terang Eko.
Selain itu, ELU juga diduga telah membuat surat BPKB baru sebuah mobil milik suaminya dengan laporan kehilangan BPKB. Padahal, BPKB yang asli masih dipegang Nina Farida. Termasuk, sebuah rumah di Mojokerto.
Bukti-bukti itu telah diajukan dalam gugatan ke Pengadilan Agama (PA) Mojokerto. Namun, lanjut Eko, gugatan kliennya ditolak dengan proses sidang yang tidak wajar. Kliennya tidak diberi waktu untuk menyampaikan pembelaan.
”Data-data kejanggalan dan pemalsuan dokumen yang kami sampaikan diabaikan begitu saja,” ujar Eko pada Jumat 25 Agustus 2023 di Sidoarjo.
Karena itulah, pihaknya telah membuat surat pengaduan ke Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia. Dia berharap ada dukungan bagi perjuangan kliennya, Nina Farida dan keluarganya. (*)