KETIK, PACITAN – Dusun Krajan Kidul, Desa Temon, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan terdapat sebuah daerah bernama Kampung Pitu (Tujuh) yang kini masih menjadi misteri bagi sebagian masyarakat.
Ketik.co.id melakukan penelusuran melewati jalan begitu sunyi, curam dan bergeronjal, sekelilingnya terdapat tebing, hutan dan ladang warga. Jaraknya dari pusat kota sekitar 16 kilometer, yang memakan waktu 26 menit perjalanan.
Kabar soal keberadaan Kampung Pitu itu sudah berlangsung cukup lama sekitar tahun 2021. Banyak cerita yang berkembang dari berbagai sumber. Mulanya dikenal oleh banyak orang, semenjak dilakukannya vaksinasi Covid-19 yang menyasar wilayah terpencil. Termasuk Kampung Pitu.
Pengaruh informasi di internet, kini wilayah tersebut sering dikunjungi pelancong, pejabat pemerintah maupun pemerhati wilayah, berjumlah ratusan.
Tujuannya pun bermacam-macam, mulai dari ingin naik jabatan, dapat rezeki lancar, kegiatan spiritual, berziarah, hingga mencari mustika. Ada pula yang sekadar berkunjung.
Sesepuh Kampung Pitu, Solekan (66) bercerita sesuai kabar yang beredar, percaya atau tidak bahwa sudah sejak ratusan tahun silam Kampung Pitu belum pernah dihuni lebih dari tujuh kepala keluarga (KK) sesuai namanya. Padahal, mereka juga tak menutup diri alias bebas tinggal, merantau, atau menikah dengan pendatang.
Kampung Pitu begitu sunyi hanya terdapat tujuh warga yang aktivitas di halaman rumah. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)
"Ya dikenalnya karena cuma ada 7 (KK) di sini, lebih tepatnya tidak pernah dihuni lebih dari 10 keluarga, selalu di bawahnya. Untuk saat ini yang tinggal di sini sekitar 21 orang, aslinya 23, tapi yang dua masih anak sekolah, terus ngekos di kota," katanya, Minggu, (13/8/2023).
Begitu pula, ungkap Dia, hanya terdapat 7 bangunan rumah yang masih dihuni. Ditambah ada satu masjid tua, pun diyakini masyarakat merupakan peninggalan tokoh Islam ratusan tahun silam.
"Secara kebetulan pas mau nambah, selalu ada yang pergi, atau ada halangan yang membuat pindah. Rumahnya juga ada satu yang sudah membangun, tapi akhirnya ya kosong ditinggal pindah," ucapnya heran.
Menurutnya, nama asli kampung tersebut mulanya adalah Ngendak. Namun, semenjak dilakukannya giat vaksinasi sekitar dua tahun lalu, kini disebutnya Kampung Pitu.
"Dulu daerah sini namanya 'Ngendak, Dusun Krajan Kidul'. Terus setelah vaksinasi, dan banyak petugas kesehatan datang maupun wartawan. Nah pas waktu itu saya ditanyai ada berapa rumah? saya jawab ada tujuh rumah di sini, setelah itu banyak yang ke sini," ungkapnya bingung.
Sebagian besar warga Kampung Pitu bermata pencaharian sebagai petani ladang dan perantau, kegiatan sehari-hari mereka lumrah laiknya masyarakat pada umumnya. Sekilas memang begitu terpencil, namun untuk layanan pendidikan, kesehatan, jaringan (sinyal), sejauh ini cukup mudah dijangkau.
Kemudian, untuk kebutuhan lainnya, seperti listrik, air bersih, sembako dan alat transportasi hampir keseluruhan masyarakat sudah dapat akses tersebut. Meski belum semaju daerah di wilayah perkotaan, namun warga sudah lumayan bersyukur dibanding tahun-tahun sebelumnya.
"Alhamdulillah saat ini semuanya sudah ada, hanya saja kalau listrik selain pake solar sell (panel surya), kami masih narik kabel dari rumah saudara, ya sekitar 5 gulungan kabel dari sana," ucapnya.
Di samping itu, Kepala Desa Temon Jamiatin menceritakan Kampung Pitu yang hanya dihuni tujuh kepala keluarga tersebut merupakan warisan leluhur yang tidak bisa dilupakan begitu saja.
"Menurut keyakinan masyarakat di sini, apabila lebih dari tujuh kepala keluarga maka biasanya akan terjadi malapetaka hingga sakit. Semua yang tinggal di lingkungan Ngendak Kampung Pitu ini masih mempunyai hubungan darah atau satu garis keturunan," pungkasnya.(*)