KETIK, PALEMBANG – Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Teten Masduki menekankan bahwa usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) perlu bertransformasi dalam rangka mendorong pembangunan nasional.
Hal ini disampaikan Teten dalam Rapat Koordinasi Pengembangan UKM Lintas Sektor di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), Kamis 5 September 2024.
Menurutnya, UMKM harus melakukan pengarusutamaan agar bisa menjadi bagian dari industrialisasi dan memberikan kontribusi lebih.
Sebab, memasuki triwulan III tahun 2024, indeks bisnis UMKM justru mengalami penurunan. Hal ini disebabkan daya beli masyarakat anjlok dan menyebabkan omzet UMKM turun.
“Dari survei Data Indeks BRI dilaporkan bahwa indeks bisnis UMKM justru menurun sejak triwulan III tahun 2024. Hal ini lantaran daya beli masyarakat anjlok dan menyebabkan omzet UMKM turun mengakibatkan kredit macet atau Non-Performing Loan (NPL) UMKM meningkat di atas 4 persen. Ini tak bisa dianggap sepele,” kata Teten.
Hal itu justru berbanding terbalik dengan perekonomian Indonesia yang menunjukkan pertumbuhan yang positif. Berdasarkan data yang dipaparkan Teten, pada triwulan I 2024, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen year on year (yoy) dan 5,05 persen pada triwulan II 2024.
Kondisi tersebut mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Indonesia juga berada di atas pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,2 persen pada 2024.
Teten menegaskan, hal tersebut menjadi landasan bagi penyiapan program restrukturisasi UMKM, sehingga UMKM bisa melakukan penundaaan pembayaran cicilan, keringanan bunga, hingga penghapusan kredit macet.
“Tugas kita berat, karena hari ini industri terus menurun. Sejak 2008 terjadi industrialisasi menjadi tekanan terhadap UMKM, terutama dalam penyerapan tenaga kerja. Banyak UMKM membuka usaha sendiri-sendiri dan usahanya sama. Di sini ibaratnya kue ekonomi sedikit tetapi pembaginya banyak,” jelas dia.
Saat ini, ujar Teten, penyerapan tenaga kerja dari UMKM cenderung belum maksimal. Hal itu disebabkan kualitas lapangan kerja yang jauh di bawah standar industrialisasi modern.
Kurangnya kualitas lapangan kerja tersebut menyebabkan pabrik-pabrik besar di Indonesia memiliki pekerja yang sedikit. Maka dari itu, Teten menegaskan UMKM harus bertransformasi agar bisa menghadirkan lapangan kerja yang lebih berkualitas.
“Rata-rata pabrik besar berinvestasi di Indonesia hanya enam orang yang bekerja, penyerapan lapangan kerja tak maksimal. Di sini bukan banyaknya lapangan kerja, justru produk consumer goods-nya yang membanjiri pasar dalam negeri hingga 60 persen,” ucap Teten.
Dirinya berharap, pengembangan UMKM tidak hanya melahirkan pesaing baru, melainkan juga bisa menciptakan sektor ekonomi baru. Salah satunya adalah dengan menggali potensi daerah seperti hasil kebun, tani, tambang atau kelautan yang bisa diolah dengan menggunakan teknologi.
“Kemenkop UKM juga terus berupaya agar UMKM terus berkembang melalui pembangunan Rumah Produksi Bersama (RPB) untuk membangun industri berbasis UMKM,” pungkasnya. (*)