KETIK, BATU – Pada 31Juli 1947 Belanda berhasil menduduki Kota Batu di masa perang kemerdekaan atau Agresi Militer II. Belanda bersama pasukan sekutu waktu itu menyerang melalui jalur utara, yakni dari Mojokerto melalui Pacet dan juga menggempur melalui Malang dan Karangploso.
Menurut Bendahara Dewan Pimpinan Cabang Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kota Batu, Sertu Pelaut (Purn) Kabul Erfianto, waktu itu taktik perang di Batu adalah siasat perang bumi hangus. Maka bangunan-bangunan besar harus dibakar agar tidak dijadikan markas Belanda.
Pada waktu penjajahan Belanda, Batu adalah daerah wisata dan peristirahatan. Banyak vila-vila di Batu yang dimiliki oleh warga Belanda. Vila-vila tersebut berjajar di sepanjang jalan raya Beji, Temas sampai Songgoriti.
"Karena keindahan alamnya, oleh orang-orang Belanda, Batu disebut Switzerland kecil. Pada akhir pekan, vila-vila tersebut ramai akan pengunjung," katanya pada Rabu (9/8/2023).
Pasukan Belanda di Batu utara sempat mendapatkan perlawanan oleh pejuang kemerdekaan hingga terjadi baku tembak di perbatasan. Pasukan Belanda juga mendapatkan perlawanan di beberapa desa di Kota Batu.
Bendahara DPC LVRI Kota Batu, Sertu Pelaut (Purn) Kabul Erfianto saat ditemui ketik.co.id dirumahnya Kelurahan Sisir Kota Batu Jawa Timur, Rabu (9/8/2023). (Foto: Sholeh/ketik.co.id)
Sesuai catatan DPC LVRI Kota Batu, perlawanan tersebut menggugurkan belasan pejuang kemerdekaan. Diantaranya, di Desa Sumberbrantas gugur pasukan berani mati, Kaihena, di Desa Junggo dan Sidomulyo gugur anggota Gerilyawan Harnoto dan Rusman.
"Di Kletek Temas ada 6 orang yang gugur, sedangkan di Gunung Pucung juga ada enam korban yang gugur," jelas pria yang juga veteran pembela itu.
Kabul menceritakan, saat itu di Batu juga dibentuk Barisan Berani Mati. Barisan ini berisi pejuang yang bertugas mencuri senjata di markas Belanda. Dalam aksinya, Abdul Gani, salah satu pemimpin Barisan Berani Mati gugur di medan pertempuran merebut senjata.
Yang sangat dibanggakan, Abdul Gani adalah pejuang yang kebal senjata. Usai ditangkap Belanda, ia diikat kemudian diseret menggunakan truk dari kawedanan (sekarang Plaza Batu) sampai SMOA (Sekarang SMP 2 Jalan Bromo) tetapi tidak mengalami cedera sama sekali. Kemudian Belanda melindasnya dengan kendaraan tank hingga meninggal dunia.
"Karena keteguhan Abdul Gani untuk membela Indonesia, kemudian Belanda memberikan penghormatan pemakaman secara militer," jelasnya.
Tidak hanya itu, pada 13 Agustus 1948 gerilyawan di Batu mengadakan serangan umum pada malam hari. Serangan tersebut berlangsung serentak dari berbagai sektor, baik dari sektor utara barat, tengah dan timur.
Serangan itu mengajak semua warga untuk memukul kentongan dan tiang tiang listrik sambil membawa senjata seadanya. Serangan tersebut berhasil memukul mundur Belanda hingga ke Sengkaling.
"Kemudian Belanda meminta bantuan dari Malang. Sehingga pejuang ditarik mundur karena persenjataan kita tidak mumpuni," tegasnya.(*)