KETIK, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah memastikan upah minimum 2023 akan lebih tinggi dibandingkan di 2022. Dengan begitu dapat dipastikan bahwa upah pekerja di 2023 akan naik.
Ida mengatakan perhitungan tersebut disesuaikan dengan data pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia kuartal III-2022 tumbuh sebesar 5,72% dan laju inflasi 5,95%.
"Pada dasarnya sudah dapat dilihat bahwa upah minimum 2023 relatif akan lebih tinggi dibandingkan dengan upah minimum 2022 dengan data pertumbuhan ekonomi dan inflasi," kata Ida dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (8/11/2022).
Menurutnya, upah minimum adalah upah yang diberikan untuk pekerja dengan masa kerja maksimal 1 tahun atau 12 bulan. Jadi, kata dia, umumnya upah minimum tidak berlaku bagi pekerja yang baru memasuki pasar kerja.
Menaker menjelaskan, penyesuaian UMP dan UMK ini meliputi 20 jenis data yang didapat Badan Pusat Statistik (BPS), kemudian diserahkan kepada Kemenaker.
"Kementerian Ketenagakerjaan kami sampaikan nantinya kepada seluruh gubernur seluruh Indonesia. Selanjutnya, kami juga telah melakukan serangkaian persiapan dalam rangka penetapan upah minimum tahun 2023 yang dimulai dengan melakukan beberapa kegiatan," ucapnya.
Dalam penetapan upah minimum telah dilakukan dengan menyerap aspirasi sesuai dengan PP 36 Tahun 2021, di mana Dewan Pengupahan yang memberikan masukan.
"Seperti masukannya ini yang kami peroleh dari Dewan Pengupahan. Upah minimum dengan dasar PP 36 2021 dipandang tidak adil. Kemudian yang berikutnya masukannya adalah perlu kepastian hukum atas gugatan upah minimum Tahun 2022 di beberapa wilayah," papar Menaker.
Selain itu juga masukan dari para pengusaha pun seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang mengusulkan agar upah minimum masih mengacu PP 36/2021 aturan turunan dari UU Cipta Kerja.
"Masukan dari unsur pengusaha ini bisa dikonfirmasi kepada teman-teman Kadin yang tetap menginginkan PP 36/2021. Karena menganggap bahwa PP 36/2021 lebih realistis. Kemudian, penetapan upah minimum tahun 2003 tetap mengacu pada PP 36/2021," jelasnya.
"Kami juga mendapatkan masukan dari para pekerja atau buruh yang telah bertolak belakang tentu saja dengan yang disampaikan oleh teman-teman dari Apindo dan Kadin. Mereka menyampaikan bahwa PP 36/2021 tidak bisa jadi dasar penetapan upah minimum," tambah Ida Fauzia.
Maka dari itu, mengenai gaji, lanjut Menaker, diperlukan dialog antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh.
"Berikutnya, perlu didorong penerapan upah di luar upah minimum yakni upah layak. Seperti struktur skala upah. Saya kira ini yang sudah kami lakukan sampai hari ini, menyerap aspirasi dari stakeholder baik dari mulai dari teman-teman di Dewan Pengupahan, serikat pekerja/serikat buruh maupun teman-teman pengusaha," pungkas dia. (*)