KETIK, MALANG – Mahasiswa Antropologi Universitas Brawijaya (UB) angkatan 2021 kembali menggelar pameran yang berlangsung pada 4-8 Maret 2024. Pameran yang bertajuk 'Kesana Kemari' tersebut mengangkat derasnya mobilitas pada masyarakat perkotaan.
Rayyan Haekal, salah satu mahasiswa Antropologi UB menjelaskan melalui pameran tersebut pengunjung diajak jalan-jalan dan menemukan realitas dan kisah-kisah yang terlewatkan dari kehidupan di perkotaan.
"Kita ingin menceritakan hal-hal yang orang tidak aware atau tidak dilihat. Misalnya starling di Jalan Ijen yang tidak mendapat perhatian khusus dari pemerintah namun mereka tetap berjualan di situ meskipun tanpa aturan yang mengikat," ujarnya saat ditemui pada Selasa (5/2/2024) di Ruang Pameran Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UB.
Dalam pameran tersebut, Rayyan bersama rekan sekelompoknya memvisualisasikan becak motor dalam bentuk miniatur kardus. Kondisi tersebut menggambarkan paradoks lanskap perkotaan bagi pelaku becak motor di Kota Malang.
"Visualisasi itu menggambarkan di perkotaan atau pasar yang lanskapnya luas, tapi ternyata sempit bagi becak motor untuk mencari penumpang. Ini karena munculnya ojek online tapu ternyata becak motor masih dibutuhkan di pasar, Alun-Alun Merdeka bagi pegawai Ramayana, wisatawan, dan lainnya," jelasnya.
Visualisasi becak motor di dalam kardus hasil penelitian mahasiswa Antropologi UB. (Foto: Lutfia/Ketik.co.id)
Pameran 'Kesana Kemari juga mengangkat realita lain, seperti kehidupan penjual tahu bulat yang harus melakukan migrasi dari Jawa Barat ke Kota Malang akibat faktor ekonomi.
Denganmu berjualan tahu bulat justru sebuah konektivitas dan pengenalan identitas mampu dihadirkan melalui cara-cara yang tak terduga. Mulai dari lagu khas penjual tahu bulat, hingga menawarkan pekerjaan serupa.
"Ini merupakan projek mata kuliah per semester, jadi biasanya di semester 5 kita ada Mata Kuliah Perkotaan dan Metode Penelitian Kualitatif. Itu hasil tulisan dari anak-anak Antropologi, kita diminta memvisualisasikan lewat pameran karena selama ini identiknya dengan tulisan," tutur Rayyan.
Sementara itu, Fransiscus Apriwan selaku dosen pengampu mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif menjelaskan sebelumnya mahasiswa telah melakukan penelitian sesuai dengan persoalan yang akan diangkat masing-masing kelompok. Output dari penelitian tersebut ialah terbentknya policy brief untuk memevahkan persoalan yang ditemui ketika riset.
"Kemudian di akhir, mahasiswa belajar untuk memvisualisasikan data. Hari ini kita banyak sekali melihat di sosmed, data-data penelitian diolah menjadi visual, infografis, gambar. Ini yang dilatihkan di kelas sehingga teman-teman punya kemampuan untuk mengalih ubah data yang sebelumnya dituliskan dalam bentuk paragraf menjadi berbagai bentuk yang lain," kata pria yang akrab dipanggil Iwan.
Dalam pameran sebelumnya, topik yang diambil secara spesifik ialah Kayutangan. Namun saat ini segala sesuatu yang berlalu lalang di Kota Malang dapat menjadi subjek utama dalam kajian antropologi yang dilakukan oleh para mahasiswa.
"Banyak sekali tantangannya karena sebelumnya kita penelitian di Pujon yang merupakan rural area. Kemudian di mata kuliah ini saya menawarkan untuk penelitian di perkotaan sehingga tantangannya berbeda. Kalau masyarakat rural, mereka tinggal di sana, tapi kalau masyarakat urban mahasiswa harus kejar orang yang berlalu-lalang kesana kemari sekitar Kota Malang," tutupnya. (*)