Lempung Agung, Tradisi Kampung Gerabah Pacitan Wariskan Ilmu ke Generasi Muda

Jurnalis: Al Ahmadi
Editor: Mustopa

13 Oktober 2024 21:26 13 Okt 2024 21:26

Thumbnail Lempung Agung, Tradisi Kampung Gerabah Pacitan Wariskan Ilmu ke Generasi Muda Watermark Ketik
Tari-tarian di atas lumpur masyarakat Kampung Gerabah Pacitan Di area lainnya, peserta arak-arakan berbaris di sekitaran lokasi tersebut, pun beberapa terlihat membawa sejumlah sesajian dan kembang-kembang, 13 Oktober 2024. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

KETIK, PACITAN – Masyarakat Kampung Gerabah, Dusun Purwosari dan Gunung Cilik, Desa Purwoasri, Kecamatan Kebonagung, Pacitan, punya cara unik untuk mewariskan keterampilan pembuatan gerabah kepada generasi muda. 

Itu digambarkan melalui prosesi arak-arakan dalam Festival Gerabah "Lempung Agung" yang digelar pada Minggu, 13 Oktober 2024 sore.

Prosesi menceritakan bagaimana langkah-langkah pembuatan gerabah dari awal hingga akhir menjadi bentuk yang sempurna.

Pemukulan kentongan menandai prosesi tengah dimulai, puluhan warga pun berkumpul untuk melakukan arak-arakan menuju lokasi pengambilan lempung (tanah liat).

Ratusan warga terlibat untuk mengarak tanah liat yang diletakkan pada pikulan, alat khas masyarakat tradisional. Mereka tampil menggunakan pakaian adat jawa sambil diiringi musik gamelan "Luweng Sewu" dan tari-tarian.

Sesampainya disana, dua orang lanjut melakukan gerakan yang disebut "Tarian Lumpur". Itu merupakan gambaran, bahwa seorang pembuat gerabah tentu pasti akan kotor, pun terkena noda tanah. 

Di area lainnya, peserta arak-arakan berbaris di sekitaran lokasi tersebut, beberapa terlihat membawa sejumlah sesajian dan kembang-kembang.

Selanjutnya, lumpur tanah liat diambil para pekerja untuk kemudian diarak kembali.

Demang dan Nenek Jumilah, seseorang yang disebut sebagai sesepuh pengrajin gerabah setempat ceritanya tampak menunggu di sentra pengolahan gerabah untuk simbolis penerimaan.

Foto Penyerahan lempung atau tanah liat dalam festival kepada generasi muda sebagai penerus Kampung Gerabah Pacitan. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)Penyerahan lempung atau tanah liat dalam festival kepada generasi muda sebagai penerus Kampung Gerabah Pacitan. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)

Setelah diterima demang dan sesepuh, segumpal tanah liat itu kembali diserahkan kepada keturunan atau anak cucu untuk kemudian diolah menjadi wujud gerabah.

Begitulah sekilas gambaran prosesi puncak festival sebagai perpaduan antara tradisi dan kreativitas lokal warga.

Ketua Penyelenggara Lempung Agung, Hari Setyo Nugroho mengatakan, skenario ini merupakan kali pertama dilakukannya. Salah satu sasarannya adalah sebagai sarana edukasi kepada khalayak umum.

"Karena memang masyarakat disini mayoritas berprofesi sebagai pengrajin gerabah, dan ini sebagai sarana pembelajaran untuk diwariskan kepada generasi muda," terangnya, Minggu, 13 Oktober 2024.

Hari menyebutkan, ada sekitar 70 orang, dari 2 dusun warga setempat yang berpotensi sebagai pengrajin gerabah. Mayoritas pembuatnya adalah ibu-ibu rumah tangga.

"Tentu, harapan kami supaya acara ini bisa membantu ekonomi masyarakat melalui UMKM, dan acara ini bisa berkelanjutan untuk mempromosikan gerabah Pacitan hingga ke luar daerah," pintanya kepada Ketik.co.id

Di sepanjang lokasi 500 meter jalan warga, suasana khas Kampung Gerabah pun nampak begitu terasa dengan dihiasi dengan aneka gerabah. Termasuk di panggung utama berbagai kundi pun turut berjejeran.

"Festival ini merupakan penyelenggaraan kedua, setelah tahun lalu diadakan dengan nama “Festival Gerabah Kundi Merdeka”. Kali ini, cakupannya lebih luas, mencakup seluruh Desa Purwoasri," bebernya. 

Lebih lanjut, acara tersebut juga menghadirkan lomba kreasi sambal nusantara dengan mempergunakan cobek dan ulekan hasil karya tangan warga setempat. (*)

Tombol Google News

Tags:

pacitan