KETIK, MOJOKERTO – Warga Mojokerto mungkin tidak asing dengan Trawas, wilayah kecamatan selain Pacet, yang menjadi jujugan wisata karena banyak obyek dan tempat-tempat menarik untuk dikunjungi.
Bisa dikatakan hampir tiap akhir pekan, jalan menuju Trawas dan Pacet dipenuhi kendaraan bahkan sering kali terjadi kemacetan.
Tapi mungkin belum banyak orang yang mengenal Brenjonk, sebuah komunitas pertanian organik yang terletak di Desa Padusan, Kecamatan Trawas.
Meskipun demikian, siapa sangka Brenjonk ternyata sudah dikenal dan dikunjungi wisatawan mancanegara. Bahkan di Brenjonk juga menjadi ajang eduksai bagi masyarakat termasuk dari kalangan Pendidikan, muai taman-kanak-kanak, sekolah dasar, bahkan sampai perguruan tinggi.
Yang terakhir, Brenjok dikunjungi mahasiswa dari Thailand dan Singapura. ‘’Ada sekitar 50 mahasiswa Thailand yang berkunjung, juga sebanyak 55 mahasiswa dari Universitas Nasional Singapura, juga berkunjung,’’ kata Slamet, Direktur Komunitas Brenjonk, tadi pagi (23/5/2023).
Berbagai hal yang dilakukan para mahasiswa tersebut, di antaranya edukasi mengenai tanaman organik, cara bercocok tanam, juga mengenal berbagai macam sayuran dan tanaman yang ada di lahan komunitas Brenjonk.
Para mahasiswa yang berkunjung tersebut biasanya adalah peserta pertukaran mahasiswa dari perguruan tinggi di Surabaya maupun daerah lain di Jawa Timur. ‘’Kalau mahasiswa yang dari Thailand dan Singapura adalah peserta pertukaran program dengan Universitas Airlangga,’’ tambahnya.
Para mahasiswa dari Universitas Nasional Singapura yang merupakan peserta pertukaran program dengan Faultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga selama sehari mengikuti berbagai kegiatan. ‘’Kebetulan kami memang mempunyai program edukasi dan wisata. Juga pengenalan berbagai jenis komoditas tanaman yang pola tanamnya dilakukan secara organic,’’ tuturnya.
Mahasiswa asal Singapura praktik menanam kangkung di Brenjonk. (Foto: Andung Kurniawan/Ketik.co.id)
Para mahasiswa mendapat pengetahuan mengenai bahayanya pemkaian zat kimia dalam pola tanam. Disebutkan bahwa akumulasi konsumsi sayur atau makanan yang menggunakan zat kimia dalam pola tanamnya tentu berbahaya bagi kesehatan.
Selain mendapatkan pengetahuan mengenai pola tanam dan pertanian organik, para mahasiswa juga mengikuti fieldtrip. Yang seru, berbagai ekspresi terlihat dari para mahasiswa Universitas Nasional Singapura tersebut. Mereka kelihatan senang tapi takut ketika diajak melakukan tanam kangkung dan selada air.
Di pinggir petak sawah yang akan dilakukan penanaman, mereka mendapat penjelasan mengenai sayuran yang akan ditanam. ‘’Di sini ada kangkung dan selada air. Cara tanamnya dengan memegang bagian ujung tanaman yang mulai ada akarnya dan membenamkan dalam lumpur sedalam sekitar 5 sentimeter,’’ kata Slamet yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh pendamping dari Unair.
Ketika para pendamping meminta mereka mulai turun ke sawah di area pertanian organik Brenjonk yang juga menjadi satu dengan lokasi Kuliner Sawah di Desa Penanggungan, Kecamatan Trawas, para mahasiswa itu pun mulai tampak ragu. Mereka saling pandang sebelum akhirnya memberanikan diri berdiri di bibir petak sawah yang memang berlumpur basah.
Masih dalam kondisi ragu-ragu, satu per satu mulai masuk ke dalam lumpur dengan tangan saling berpegangan. Ketika kaki mereka mulai terbenam ke dalam lumpur, dan semakin dalam sampai lutut, ada yang berteriak, ‘’I’m sink (saya tenggelam).’’
Tapi karena memang lumpur di petak sawah itu hanya sedalam lutut, kekhawatiran di antara mereka mulai hilang, dan mereka mulai berani melangkah di lumpur sambil menanam kangkung dan selada air. (*)