KETIK, PACITAN – Di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, yang dikenal dengan keindahan alamnya, terdapat sebuah kisah yang telah menghiasi cerita rakyat selama bertahun-tahun. Warga percaya bahwa kisah ini menjadi asal usul nama suatu wilayah setempat.
Nama wilayah ini telah menjadi bagian penting dari sejarah dan budaya lokal, meskipun asal usulnya masih menjadi misteri yang belum sepenuhnya terpecahkan. Wilayah ini terletak di RT 01 RW 03, Kelurahan Pucang Sewu, dengan jarak sekitar 1,5 kilometer dari pusat kota.
Warga setempat menyebutnya sebagai Lingkungan 'Maling Mati,' yang artinya secara harfiah adalah 'Pencuri yang Meninggal.' Kisah ini telah diteruskan dari generasi ke generasi di kalangan masyarakat setempat.
Menurut cerita yang beredar, pada masa lampau, ada seorang pencuri ulung yang sering mencuri harta berharga dari petani dan pedagang setempat. Pencuri ini terkenal karena keahliannya dalam menghindari pengejaran dan selalu berhasil menghindari hukuman.
Namun, pada suatu hari, sang pencuri berhasil ditangkap oleh warga yang geram karena terus menerus mencuri. Pencuri ini diadili secara sangat tidak manusiawi dan nyawanya akhirnya dirampas, agar tak menjadi momok bagi penduduk setempat.
Setelah kematian sang pencuri, jasadnya dikubur dengan layak, dan ketenangan kembali menghampiri wilayah tersebut, dengan pencurian tidak lagi menjadi ancaman.
Suasana di daerah tersebut dengan akses lokasi yang mulus. menawarkan suasana yang nyaman. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)
Seiring waktu berlalu, warga melihat sang pencuri yang muncul kembali dengan rupa yang sama seperti sebelumnya. Meneror secara berpindah-pindah di wilayah tersebut, ketakutan kembali melanda.
Sontak membuat heboh mereka, beberapa warga memilih untuk mengamankan barang-barang berharganya dan menghindar dari wilayah tersebut. Suasana di wilayah tersebut menjadi mencekam, membuat sebagian besar masyarakat tak berani keluar rumah.
Di samping itu, banyak yang bertanya-tanya mengenai misteri adanya sang pencuri kembali. Bahkan, misteri yang lebih membingungkan adalah bahwa mayat sang pencuri lalu hilang dari kuburnya.
"Orang pintar masa itu menduga bahwa sang pencuri adalah orang sakti, mungkin pengguna Ilmu Rawa Rontek, yang memiliki kekuatan untuk kembali hidup meskipun nyawanya telah direnggut." kata Kyai Tugiyat (83), seorang sesepuh dari Lingkungan 'Maling Mati,' kepada media online nasional Ketik.co.id, Selasa, (12/9/2023).
Melalui pengamanan ketat, dan kegeraman para warga untuk mengakhiri masalah ini, mereka merancang strategi meringkus sang maling sakti itu. Dengan berbekal peralatan seadanya pada masa itu, kemarahan ratusan warga kian meluap, pengejaran pencuri dilakukan hingga ke pelosok-pelosok perbatasan.
Akhirnya, sang pencuri ulung berhasil ditangkap kembali setelah sebelumnya disangka sebagai orang lain. Usai penangkapan itu, sang maling diseret kembali menuju daerah setempat.
Secara tragis, warga memenggal kepalanya dan memisahkan tubuhnya di dua tempat berbeda. Hal itu untuk dikuburkan di berbeda tempat, yakni, di Lingkungan Blimbing dan di wilayah yang kini dikenal sebagai Maling Mati.
"Karena saktinya, padahal itu hanya satu orang yang sama. Sudah berkali-kali tertangkap dan di adili, tetapi masih dapat hidup kembali," ungkap Kyai Tugiyat.
Kyai Tugiyat (83), seorang sesepuh dari Lingkungan 'Maling Mati,' saat ditemui media nasional Ketik.co.id di rumahnya. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)
Tugiyat mengungkapkan, terdapat lokasi makam yang diyakini menjadi bukti asal usul sebutan Maling Mati. Yakni berada di sekitar 700 meter dari area masjid. Begitu pula pemberian nama tersebut, dikatakannya sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, sebelum tanah air merdeka.
"Sejak saya kecil memang disini dikenal dengan Lingkungan Blimbing Daerah Maling Mati hingga sekarang. Dari sebelum bapak saya yang menceritakan," ungkapnya.
Sebagai diketahui, hal ini juga mengungkapkan kepercayaan bahwa ajian Rawa Rontek memberikan kemampuan kepada penggunanya untuk sulit mati, bahkan jika tubuhnya dipotong-potong, selama jasadnya tetap berada di satu tempat yang tidak dipisahkan oleh sungai.
Kendati demikian, penganut Ilmu Rawa Rontek juga dikenal mudah tersulut emosi dan cenderung berbuat kejahatan karena pengaruh jin pada sel-sel tubuh mereka. (*)