KETIK, PALEMBANG – Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) menaikkan status kasus penjualan tanah aset Yayasan Batanghari Sembilan dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Hal itu ditetapkan melalui Surat Penetapan Pengadilan Negeri Palembang No.32/PenPid.Sus-TPK-GLD/2024/PN Plg tanggal 12 Agustus 2024 dan Surat Perintah Penggeledahan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Nomor: PRINT-1460/L.6.5/Fd.1/08/2024 tanggal 9 Agustus 2024.
Naiknya status tersebut menandakan babak baru pada kasus penjualan tanah aset Yayasan Batanghari Sembilan. Tim Penyidik Tipidsus Kejati Sumsel pun melakukan penggeledahan terhadap Kantor ATR/BPN Kota Palembang dan Kantor Badan Pendapatan Daerah Kota Palembang.
Dari hasil penggeledahan terhadap 2 kantor tersebut, sejumlah data, dokumen, dan surat yang dianggap perlu dan berkaitan perkara dugaan tindak pidana korupsi penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan disita Kejati Sumsel.
Saat dikonfirmasi, Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari mengatakan, hasil penggeledahan itu selanjutnya dibawa oleh penyidik Kejati Sumsel untuk diteliti lebih lanjut.
"Giat penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan merupakan rangkaian penyidikan. Selain itu, nantinya akan diagendakan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi," Terang Vanny melalui pesan WhatsApp, Rabu (14/8/2024).
Dari informasi yang dihimpun Ketik.co.id, dugaan tindak pidana kasus korupsi Yayasan Batanghari Sembilan berupa penjualan aset sebidang tanah seluas 3.646 M2 yang terletak di Jalan Mayor Ruslan, Kelurahan Duku, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang.
Dalam perkara ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang telah menetapkan empat orang terdakwa, yakni Zurike Takarada, Ngesti Widodo (Pegawai BPN Yogyakarta), Derita Kurniawati (notaris) dan Eti Mulyati (notaris).
Keempatnya didakwa Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel dan JPU Kejari Palembang atas tindakan yang merugikan keuangan negara senilai Rp10.628.905.000 atau Rp10,6 miliar.
Mereka didakwa atas tindakan pengalihan hak aset dari Yayasan Batanghari Sembilan ke Yayasan Batanghari Sembilan Sumsel. Selain itu, mereka juga diduga menjual aset Yayasan Batanghari Sembilan berupa tanah dan bangunan asrama mahasiswa Sumsel "Pondok Mesudji".
Modus perkara yang dilakukan oleh para tersangka, yaitu Eti Mulyati dan Derita Kurniati selaku notaris diduga telah membuat perikatan jual beli dengan tersangka Zurike Takarada sebagai kuasa Yayasan Batanghari Sembilan Sumatera Selatan.
Menurut JPU Kejati Sumsel, terdakwa melanggar ketentuan dalam Pasal 2 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang-2 KUHP.
"Atas perbuatannya para terdakwa disangkakan melanggar ketentuan dalam Pasal 2 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang-2 KUHP," katanya saat persidangan yang dilakukan pada Senin (1/7/2024) lalu. (*)