KETIK, SITUBONDO – Sesuai dengan Peraturan Menteri Kemenenterian Kelautan dan Perikanan RI (PERMEN KKP) No. 7 Tahun 2024 ada dua jenis Budidaya LOBSTER, yakni Budi Daya Lobster di Dalam Negeri dan Budi Daya Lobster di Luar Negeri alias Ekspor Benih Bening Lobster. Demikian disampaikan HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy, warga Dusun Sokaan, Desa Trebungan, Kecamatan Mangaran, Kabupaten Situbondo yang saat ini sedang merintis usaha Lobster di Vieatnam, Sabtu (31/08/2024).
Berbudi daya lobster, kata HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy, di dalam dan luar negeri nyaris mustahil. Namun, kemustahilan tersebut bisa terabaikan ketika semangat juang untuk mengharumkan Nusantara ini terpatri dengan baik di dalam sanubari.
Biaya budidaya Lobster di dalam negeri dan luar negeri, sambung HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy, sangat mahal. “Berbudi daya lobster dengan volume budi daya ratusan ribu ekor benih bening lobster (BBL), apalagi jutaan ekor BBL perlu biaya Ratusan Miliar sampai Triliunan. Dan biaya murah kalau hanya memelihara di bawah 50.000 ekor BBL,” jelas pria yang akrab dipanggil Haji Lilur.
Dalam budidaya lobster ini, lanjut Haji Lilur, harus ada tempat khusus, antara lain harus di teluk, tidak berombak, tidak berarus, tidak surut parah, terjaga di kedalaman minimal 8 meter saat surut, tidak bergelombang, memiliki kedalaman di atas 10 meter dan memiliki tingkat air keasinan tinggi.
“Yang dimaksud dengan biaya mahal atau Konsesi Mahal, harus Perusahaan Khusus, harus membeli Blok Area alias bayar PKKPRL - Perizinan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut per Ha sebesar Rp. 18.860.000. Proses perizinannya panjang dan rumit pada Dua Dirjend di KKP yakni A. Ditjend PRL, B. Ditjend. Perikanan Budi Daya,” terang Haji Lilur.
Lebih lanjut, Haji Lilur menjelaskan, untuk Pengadaan Pakan Sulit, karena pakan utama Lobster adalah Kerang, Kepiting dicampur potongan ikan. Jika, berbudi daya skala besar, maka harus mendatangkan pakan ini dari tempat yang jauh. “Dan belum ada budidaya Lobster di Indonesia di atas 100.000 ekor. Budi daya Lobster yang ada baru pada skala kecil dan uji coba,” tuturnya.
Walaupun sudah menjalin kerjasama dengan Pembudi Daya Lobster Luar Negeri yang Negaranya sudah bekerjasama dengan Indonesia, lanjut Haji Lilur, hanya negara Vietnam yang melakukan kerjasama denagan Negara Indonesia. "Pembudi Daya Vietnam sebelum menandatangani JOINT VENTURE dengan Pembudi Daya Lobster Indonesia harus mendapatkan 3 Surat Keterangan dari MARD - Ministry Agriculture and Rural Development / KKP Vietnam,” beber Haji Lilur.
Keterangannya bahwa Pembudi Daya tersebut memang Pembudi Daya Lobster di Vietnam. Dan keterangan dari MARD bahwa Pembudi Daya itu juga membutuhkan Benih Bening Lobster dengan Volume atau jumlah tertentu. Bersedia berbudi daya di Indonesia setidaknya tiga tahun dengan menempatkan Profesional Ahli Budi Daya Lobster.
“Berbudi daya lobster di Indonesia selama 3 tahun inilah yang Nyaris Mustahil, karena dugaan Penyelundupan BBL dari Indonesia menuju Vietnam melewati Singapura tetap ramai dilakukan. NKRI terkesan mempersulit Ekspor Benih Bening Lobster dengan aturan yg membelenggu, padahal SR alias SURVIVAL RATE - DAYA HIDUP Benih Bening Lobster di Laut hanyalah 0.01%. Artinya, dari 1.000.000 ekor kelahiran BBL di Laut, hanya 1000 ekor yang hidup,” ungkap Haji Lilur.
Sebagai Anak Bangsa, sambung Haji Lilur, dirinya marah dan geram dengan maraknya dugaan penyelundupan yang terjadi itu. “Pada saat bersamaan saya juga dongkol dengan aturan Ekspor yang dibahasakan di Permen KKP No. 7 Thn 2024 sebagai BERBUDI DAYA DI LUAR NEGERI. Bayangkan, Pembudi daya BBL yg dibanggakan Negara yang duluan berbudi daya di Kabupaten Jembrana Bali, yakni Penyelundup yang berbaju Pembudi daya. Dengan demikian, Republik Indonesia Ditipu dan Tertipu,” katanya.
Tak hanya itu yang disampaikan Haji Lilur, namun dia menerangkan bahwa dirinya betul-betul ingin bermitra dengan Nelayan Pembudi Daya Lobster, akhirnya dia harus bikin Perusahaan di Vietnam dan membentuk TIM PEMBURU PEMBUDI DAYA LOBSTER VIETNAM.
“Saya bentuk Tim Kecil di Vietnam untuk memetakan Pembudi Daya Besar Lobster yang bisa saya ajak bekerjasama melakukan JOINT VENTURE sesuai dengan aturan PERMEN KKP No. 7 Thn 2024. Tim Kecil bentukan saya di Vietnam sudah memperoleh kesanggupan bermitra dengan Pola JOINT VENTURE sesuai Permen KKP No. 7 Tahun 2024. Pada TRIP kali ini saya berhasil membuat MOU menuju JV bersama 11 Perusahaan Pembudi Daya Lobster yang betul-betul punya teluk berbudi daya Lobster di Vietnam,” kata putra daerah Kabupaten Situbondo yang saat ini sedang merintis usaha budidaya lobster di Negara Vietnam.
Untuk menyibak Kemustahilan tersebut, Haji Lilur selama 5 bulan merintis hal ini. Dalam hal merintis memerlukan kerja keras, kerja cerdas, semangat pantang menyerah, kepemimpinan dan bahkan keberanian. “Akhirnya, jadwal ternyata harus berubah, dari rencana penandatanganan JV di Indonesia pada Agustus mundur menjadi September dan budi daya di DALAM NEGERI serta LUAR NEGERI baru akan dilakukan Awal Oktober dan Akhir Oktober,” terang Haji Lilur.
Ekspedisi Barong Nusantara Nama yang dibuat oleh Haji Lilur untuk mengadakan keberadaan budi daya lobster di dalam dan di luar negeri akhirnya mewujud nyata, tidak lama lagi, E-BARA membumi. “Tugas E-BARA, 1. Membuat Perusahaan Budi Daya Lobster, 2. Memilih TELUK Lokasi Budi Daya Lobster, 3. Memilih Mitra Pembudi Daya dari Vietnam, 4. Menandatangani MOU menuju JV,” jelasnya.
Selanjutnya, 5. Memastikan menguasai Pembeli Terbesar Pembudi Daya Lobster Vietnam dan Pasar BBL Vietnam, 6. Menunggu Mitra Pembudi Daya Vietnam mendapatkan Surat Keterangan dari MARD Vietnam, 7. Menandatangani Joint Venture di Indonesia, 8. Berbudi daya BBL di Indonesia bersama Mitra Pembudi daya dari Vietnam, dan 9. Berbudi daya di Vietnam bersama Mitra JV Vietnam. (*)