KETIK, PACITAN – Sedikitnya ada empat momen yang menjadi favorit warga di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur untuk mengikat janji suci atau menikah.
Menurut Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pacitan, Muhammad Rafiq Fauzan musimnya warga Pacitan melangsungkan pernikahan adalah bulan Syawal, Dzulhijah, Safar, Sya'ban.
Alasan di balik pemilihan bulan-bulan tersebut bermacam-macam. Salah satunya lantaran tak lepas dari keyakinan dan tradisi turun-temurun.
"Secara umum, naiknya pasangan yang mengajukan pernikahan itu ada di bulan Syawal, Dzulhijah, Safar, Sya'ban kalau dalam kalender Hijriah. Ini memang selalu ada peningkatan karena jadi tradisi masyarakat," jelas Rafiq, kepada Ketik.co.id, Jumat, (19/4/2024).
Meskipun tidak didasari oleh dalil. Kepercayaan masyarakat, khususnya orang tua, masih kuat terhadap bulan-bulan tersebut.
"Hari baiknya itu karena menurut hitungan jawa yang diyakini oleh masyarakat. Seperti saat ini masuk Syawal juga termasuk ramai," tambah Rafiq.
Rafiq mencatat, lonjakan jumlah pendaftar pernikahan di KUA Pacitan terlihat jelas perbedaannya saat memasuki waktu tersebut.
Jumlahnya di bulan baik, bisa mencapai puluhan pasangan pengantin. Sedangkan di luar waktu tersebut hanya berkisar belasan pasangan.
"Kalau tahun kemarin dalam satu bulan baik ini bisa sampai 90-an, kalau di hari biasa tidak bisa di prediksi tapi antara 15-an saja," lanjutnya.
Kendati demikian, Rafiq menegaskan bahwa menikah yang terpenting adalah niat baik, sesuai dengan aturan pemerintah dan agama.
Namun, tradisi menikah di bulan baik ini menjadi bagian dari kekayaan budaya dan kepercayaan masyarakat Pacitan yang perlu dilestarikan.
Lebih lanjut, Rafiq menambahkan bahwa bulan-bulan tersebut ternyata memiliki keistimewaan tersendiri bagi umat Islam.
"Syawal dan Dzulhijah merupakan bulan yang juga dianjurkan untuk menikah dalam islam, termasuk Sapar dan Sya'ban," ucapnya.
Menikah di bulan-bulan tersebut, diharapkan pasangan dapat memulai kehidupan rumah tangga dengan penuh berkah dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
"Tradisi ini menjadi pengingat bagi pasangan suami istri untuk senantiasa menjaga keharmonisan rumah tangga dan menjalani hidup dengan penuh rasa syukur," pungkasnya. (*)