KETIK, JAKARTA – Akibat hutang sebesar 344 miliar yang tak kunjung dibayarkan, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel (Aprindo) mengancam akan berhenti menjual minyak goreng di seluruh retail di Indonesia.
Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey. Dirinya menjelaskan jika terdapat selisih harga atau rafaksi minyak goreng dari program satu harga yang dicanangkan pemerintah pada 2022 lalu.
Seharusnya pemerintah membayarkan selisih harga tersebut 17 hari setelah program berlangsung. Namun hingga satu tahun berlalu selisih harga tersebut belum juga dibayarkan.
"Kami bukan mau mengancam, tapi ini cara kami agar didengar. Soal kapannya (setop jual), kami masih koordinasi dulu dengan anggota asosiasi, bila sama sekali tak ada perhatian dari pemerintah kami akan lakukan itu," ujar Roy, Kamis (13/4/2023).
Roy menambahkan sejauh ini dirinya telah mengikuti aturan dari pemerintah yang tertuang di Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 tahun 2022 yang mengharuskan pengusaha menjual minyak goreng kemasan premium seharga Rp14.000 per liter. Program satu harga yang dicanangkan pada 2022 itu pun merupakan kebijakan pemerintah dan bukan atas inisiatif dari Aprindo.
Program tersebut dilakukan karena harga minyak goreng yang sempat naik tidak terkendali pada awal tahun 2022 lalu.
Lanjutnya, dalam aturan itu pemerintah juga diharuskan membayar selisih harga. Namun, utang belum dibayarkan, Permendag 3 justru digantikan dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022.
Dengan keluarnya aturan baru otomatis menghapus ketentuan dari aturan lama yang mengharuskan pemerintah membayar selisih harga minyak goreng dalam program satu harga.
"Permendag 6 muncul jadinya Permendag 3 jadi tak berlaku lagi, tapi bukan berarti rafaksi nggak dibayar. Kita sudah setorkan semua data pada 31 Januari sudah kita penuhi semuanya, tapi belum juga dibayar," pungkasnya.(*)