KETIK, MALANG – Akademisi Universitas Brawijaya (UB), Andhyka Muttaqin menyoroti eksistensi partai politik pada kontestasi Pilkada 2024. Semakin hari partai politik seolah tak lebih dari kendaraan politik yang digunakan untuk memboncengi kepentingan pribadi maupun golongan.
Andhyka menjelaskan, parpol harusnya menjadi wadah aspirasi, hingga edukasi bagi masyarakat. Hilangnya prinsip tersebut menyebabkan muncul stigma negatif dari masyarakat terhadap politisi.
"Persepktifnya masyarakat, parpol akhirnya punya stigma negatif dan hanya menjadi kendaraan politik hang punya kepentingan. Imbasnya muncullah calon independen," ujarnya, Kamis 12 Agustus 2024.
Masyarakat telah jenuh dengan politik transaksional yang kerap dilakukan antara partai politik dengan calon kepala daerah. Hingga berimbas pada tersingkirkannya tujuan utama untuk membangun daerah.
"Kalau dari awal sudah transaksional, nanti akan repot 'bagi-bagi kue.' Misalnya ada berapa puluh parpol yang mendukung, nah ini bagaimana untuk mengkonsolidasikan," tambahnya.
Ia menduga, partai politik yang dijadikan kendaraan politik oleh calon kepala daerah tidak terlepas dari praktik mahar. Hingga akhirnya membuat politik uang masih terus menghantui masyarakat.
"Politik uang pasti ada, bahkan dugaan saya, parpol yang jadi kendaraan apakah gratisan. Pasti ada maharnya, ada kepentingan di dalamnya. Itu dugaan saya," katanya.
Alih-alih jadi kendaraan politik, parpol harusnya dapat menyeleksi calon yang diusungnya. Baik untuk calon legislatif, maupun calon pemimpin di daerah dan di pemerintah pusat.
"Karena pengendalian politik di negara berkembang ini sangat dominan. Kalau misalnya politiknya ini politik yang baik, yang bagus, prosesnya baik, akan mendapati pemimpin-pemimpin yang baik juga," tegasnya.(*)