KETIK, SURABAYA – Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Reni Astuti mendukung penuh akselerasi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk upaya pengentasan kemiskinan.
Apalagi dari jumlah keluarga miskin (gakin) sebanyak 219.427 jiwa di Kota Pahlawan ini ada 23.530 gakin ekstrem yang mendesak untuk dientaskan.
Apalagi hingga Januari 2023, di Surabaya juga terdapat keluarga pra miskin yang mencapai 248.299 jiwa.
Menurut Reni, jika intervensi program pengentasan gakin tidak tepat, keluarga pra miskin ini akan menjadi miskin.
"Sudah banyak langkah intervensi yang dilakukan Pemkot untuk gakin. Namun, ada yang belum dilakukan yakni bantuan pangan, transportasi, serta pemberdayaan untuk meningkatkan produktivitas pendapatan dengan menggali potensi keluarga miskin," kata Reni Astuti, Minggu (12/2).
Strategi mengentas kemiskinan tidak lepas dari mengetahui profil keluarga miskin secara door to door.
Sebab, dari situlah bisa menjadi peta dalam menggali potensi keluarga miskin untuk meningkatkan produktivitas pendapatannya.
Program pengentasan kemiskinan di Kota Surabaya juga sudah didukung Peraturan Wali Kota (Perwali) No. 106 Tahun 2022.
Regulasi tentang tata cara pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan data keluarga miskin (gakin) ini juga menyebutkan target pengentasan kemiskinan.
Sebagaimana amanah Perwali, Surabaya harus menuntaskan gakin termasuk gakin eksteim ini pada 2024.
Artinya, dalam dua tahun mendatang mestinya gakin ekstrem yang ada sudah dituntaskan.
"Ini juga sesuai arahan Presiden Jokowi bahwa 2025 setiap daerah wajib mengentaskan kemiskinan," ujar Reni.
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya ini menandaskan bahwa camat dan lurah wajib mengetahui profil keluarga miskin.
Karena, masih ditemukan camat dan lurah yang tidak mengetahui cara melakukan intervensi ketika ditemukan keluarga miskin di wilayahnya. Maka, kemampuan camat dan lurah harus ditingkatkan lagi.
Harapannya, ketika mengetahui profil keluarga miskin, camat dan lurah bisa mengadakan MoU dengan penyedia lapangan pekerjaan yang ada di sekitar wilayahnya. Seperti MoU dengan toko maupun hotel.
"Selama ini ada toko dan hotel, tapi warga di sekitar lingkungan tidak dipekerjakan. Nah, ini yang harus dicermati," tandasnya.
Selama ini, kontribusi investasi yang disumbangkan Kota Surabaya ke Provinsi Jawa Timur mencapai 52 persen.
Karena itu, sekarang yang mendesak adalah lurah, camat, dan organisasi perangkat daerah (OPD) maupun Pemkot Surabaya berinovasi dengan potensi ekonomi di Surabaya yang begitu besar.
"Keberadaan industri, perdagangan, mall, cafe, waralaba, hingga hotel, wajib menyerap warga gakin usia produktif. Pemkot harus menerapkan program ini dengan kerja sama. Namun, angkatan kerja dari gakin juga harus dibekali skill yang memadai," kata Reni. (*)