KETIK, JAKARTA – Aplikasi TikTok membantah tudingan sebagai alat intelijen China dari negara-negara Barat. Mereka menyebut pemblokiran akses lebih bermotif politik.
Sebelumnya diberitakan TikTok diblokir dari gawai-gawai pekerja pemerintahan di sejumlah lembaga dan negara bagian AS dan Kanada.
Selain itu, muncul juga usulan rancangan UU pemblokiran TikTok. Semuanya terkait kerisauan platform itu jadi alat mata-mata China.
"Klaim tersebut tidak benar dan tanpa dasar. Pemerintah China tidak memiliki kendali langsung maupun tidak langsung atas ByteDance atau TikTok," ujar Juru Bicara TikTok dalam pernyataan resmi, Kamis (9/3).
Pernyataan itu juga menyebut saham ByteDance, induk perusahaan TikTok, dimiliki investor global (60 persen), pendiri perusahaan (20 persen), dan karyawan (20 persen).
Juru bicara TikTok juga mengklaim privasi dan keamanan pengguna menjadi prioritas utama aplikasi.
"Privasi dan keamanan pengguna kami, termasuk pengguna kami di Indonesia, adalah salah satu prioritas utama kami," kata dia.
"TikTok mengambil tanggung jawab untuk menjaga privasi dan keamanan data pengguna dengan serius dan mencurahkan banyak perhatian dan sumber daya untuk mencapai tujuan ini," lanjutnya.
"Kami menghargai bahwa beberapa pemerintah telah dengan bijak memilih untuk tidak menerapkan larangan tersebut karena kurangnya bukti yang mendukung kebutuhan untuk memberlakukan larangan tersebut. Tetapi, sangat mengecewakan bagi kami untuk melihat beberapa badan dan lembaga pemerintah lain melarang aplikasi TikTok pada perangkat karyawan mereka tanpa deliberasi atau bukti. Larangan ini didasarkan pada misinformasi mendasar tentang perusahaan kami," klaim perusahaan itu lagi.
TikTok menyebut larangan pada perangkat federal di AS itu dilakukan sepihak tanpa mengonfirmasi ke pihaknya lebih dulu. "Larangan ini tidak lebih dari langkah politik," tandas TikTok seperti dilansir CNN Indonesia.
Sebelumnya, AS dan Kanada melarang perangkat pemerintah menggunakan aplikasi TikTok demi keamanan siber di negaranya. Pemerintah Kanada melarang TikTok dari semua perangkat elektronik resmi yang dikeluarkan negara mulai Selasa (28/2).
Pejabat AS dan sekutu menyatakan keprihatinannya sambil mengklaim TikTok atau induknya di China, ByteDance, bisa dipaksa oleh pemerintah China untuk menyerahkan informasi pribadi pengguna.
Para pakar keamanan independen mengatakan ada peluang pemerintah China meminta TikTok untuk bisa menyusup ke informasi pemerintah. Meskipun, sampai saat ini belum ada laporan insiden akses semacam itu.
Teranyar, DPR AS mengajukan Undang-undang yang memungkinkan Presiden Joe Biden memblokir media sosial asal China tersebut.
Undang-undang itu bernama Deterring America's Technological Adversaries Act (DATA Act), yang diumumkan ke para anggota legislatif AS pada Jumat (24/2) waktu setempat.
CNN melaporkan teks dalam UU DATA spesifik menyebut TikTok dan ByteDance. Undang-undang itu juga memungkinkan Joe Biden mengenakan penalti hingga pemblokiran kepada kedua entitas tersebut.(*)