KETIK, HALMAHERA SELATAN – Kasus dugaan korupsi di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Saruma, resmi naik ke tingkat penyidikan. Hal ini setelah tim penyelidik yang dibentuk Kejaksaan Negeri (Kejari) Halmahera Selatan menemukan unsur-unsur tindak pidana beserta bukti dalam proses penyaluran pembiayaan yang diduga merugikan keuangan negara, khususnya Pemkab Halmahera Selatan selaku pemilik.
Peningkatan status kasus dugaan korupsi BPRS Saruma itu disampaikan langsung oleh Kepala Kejari (Kajari) Halmahera Selatan, Guntur Triyono usai memimpin gelar perkara.
"Kita sudah lakukan ekspos atau gelar perkara pada Senin (04/09) kemarin, bersama dengan Tim Jaksa Penyelidik Pidsus. Sudah didapati bukti-bukti permulaan yang cukup, sesuai dengan pasal 183 KUHAP maka hasil penyelidikan tersebut disepakati untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan," ujar Guntur Triyono pada Selasa (05/09/2023).
Berdasarkan hasil penyelidikan, ditemukan unsur pelanggaran hukum dalam penyaluran pembiayaan yang dilakukan BPRS Saruma terhadap 8 nasabah pembiayaan.
Yakni PT. BUMN, CV. KBR, CV. MTS, CV. KICB, CV. Q, PT. BIP, dan WS (Inisial) yang terjadi pada tahun anggaran 2021.
Total pembiayaan itu mencapai lebih dari Rp 15 Miliar atau persisnya Rp 15.341.487.102,86,- dan dinyatakan macet.
Adapun Pembiayaan atau kredit tersebut diajukan oleh 1 pihak yakni, LS group selaku Direktur dan Komisaris pada PT. BUMN dan PT. BIP.
Atas kasus dugaan korupsi ini, diperkirakan merugikan keuangan negara dalam hal ini Pemkab Halmahera Selatan mencapai Rp 15 Miliar lebih.
Saat ini Kepala Kejaksaan Negeri Halmahera Selatan telah membentuk Tim Jaksa Penyidik sebanyak 8 orang jaksa yang diketuai langsung oleh Kasi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Halmahera Selatan, Hendri Dunan, SH.
"Tim mulai hari ini telah bergerak untuk melakukan langkah-langkah pemanggilan terhadap saksi-saksi termasuk akan menjadwalkan memanggil Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulut Gomalut di Manado," pungkas Guntur. (*)