KETIK, SURABAYA – Sidang perkara dana hibah dengan terdakwa Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak belanjut. Jaksa Penuntun Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar kelompok masyarakat atau Pokmas dan proyek-proyek yang fiktif di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa, (6/6/2023).
Saksi yang hadir pada sidang kali ini adalah Edy Tambeng Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga Provinsi Jatim serta ASN Dinas PU Bina Marga Jatim Aryo Dwi Wiratno.
Dalam sidang itu terungkap banyak pekerjaan fiktif alias dana cair tapi tidak dikerjakan. Tahun 2021 saja ada temuan BPK yang nilainya sekitar Rp 1,3 miliar di Sumenep Madura tidak dikerjakan.
JPU KPK Arif Suhermanto menjelaskan bahwa Badan Pengawas Keuangan (BPK) menemukan kegiatan fiktif dana hibah pokok pikiran (pokir) pada 2021 lalu.
"Itu adalah temuan (uang pokir) untuk kelompok masyarakat (pokmas) tapi yang mengembalikan adalah koordinator lapangan Eeng (Ilham Wahyudi terpidana),” paparnya.
Mengenai alasan Eeng, Arif menjabarkan Eeng mengembalikan dana tersebut ke sejumlah saksi, padahal dana tersebut milik Pokmas.
"Saksi mengatakan pernah dipanggil para pokmas itu, dia sama sekali tidak tahu tentang pekerjaan itu karena diserahkan Korlap Eeng. Korlap sendiri dikatakan mewakili aspiratornya, Sahat,” kata Arif.
Mengenai proyek Pokmas tersebut, Arif menanyakan langsung kepada Edy mengapa Dinas PU Jatim tidak mengecek secara langsung proyek tersebut.
"Setelah pencairan tidak ada pengecekan ke lapangan dari dinas-dinas. Untuk cara verifikasinya lewat registrasi buku desa,” kata Edy saat persidangan.
Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak saat di persidangan dana hibah. (Foto: Shinta Miranda/Ketik.co.id)
Diakuinya, mayoritas yang terungkap itu adalah Pokmas yang korlapnya Eeng. Namun, selain itu juga ada temuan dari korlap lain, tapi nominalnya tidak sebesar itu.
Anehnya, tidak ada blacklisit dari Pemprov Jatim. Tahun berikutnya mereka mengajukan dana hibah lagi dan tetap aman-aman saja.
Dalam dakwaan juga diungkap adanya kesepakatan antara terdakwa Sahat Tua selaku Pimpinan DPRD Jatim bersama dengan Abdul Hamid selaku kepala desa.
Terdakwa sudah menerima uang suap sebanyak Rp 39,5 miliar atas perannnya memperlancar pengusulan pemberian dana hibah ke desa-desa.
Sesudah pembayaran komitmen fee ijon, Sahat Tua meminta bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah. Sedangkan Abdul Hamid mengambil 10 persen sebagai uang hasil hibah tersebut.
Sahat dan Rusdi didakwa dua pasal. Pertama pasal 12 huruf a dan kedua adalah pasal 11 undang-undang tindak pidana korupsi.
Sahat didakwa dengan dua pasal. Pertama terkait penyelenggara negara Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua terkait suap, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 65 ayat (1) KUHP. (*)