KETIK, JAKARTA – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI angkat bicara terkait viralnya video singkat kontes kecantikan transgender atau waria dengan nama Miss Beauty Star Indonesia 2024 di Hotel Orchardz, Jakarta Pusat yang diadakan pada 4 Agustus 2024 lalu.
DPD menyoroti pemenang kontes tersebut yang bernama Ayu Saree dengan berselempang Aceh yang videonya viral di berbagai media sosial, terutama platform TikTok.
Anggota DPD RI dari Aceh Sudirman atau Haji Uma mengatakan, bahwa adanya peserta yang mengatasnamakan Aceh dalam kontes transgender tersebut merupakan bentuk penghinaan bagi Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam.
"Itu penghinaan bagi Aceh. Saya justru menduga mereka sengaja membenturkan penerapan syariat Islam di Aceh dengan memenangkan peserta dari Aceh yang tidak jelas asal usulnya," kata Haji Uma, Jumat (9/8/2024).
Di Aceh, lanjut Haji Uma, hanya ada laki-laki dan perempuan, tidak ada sudut yang mengatur legalitas waria di provinsi yang disebut dengan Serambi Mekah tersebut.
Sejauh ini, dirinya pun belum mengetahui organisasi atau lembaga mana yang menyelenggarakan kontes transgender tersebut, sehingga dirinya belum dapat mengambil tindakan konkrit atas masalah ini.
Terkait polemik yang muncul atas kontes tersebut, Haji Uma meminta agar panitia penyelenggara kontes transgender tersebut harus meminta maaf kepada rakyat Aceh, dan ke depan, tidak boleh lagi ada penerimaan peserta yang mengatasnamakan Provinsi Aceh.
"Mereka harus minta maaf dan ke depan tidak boleh adalagi peserta dari Aceh untuk kegiatan apapun atas nama waria atau transgender, jangan rusak nama Aceh," katanya.
Wakil Ketua Komite III DPD RI Muslim M Yatim menyesalkan acara tersebut yang dinilai sebagai bentuk perilaku yang menyimpang dan tidak sesuai dengan norma kesusilaan dan agama.
"Peristiwa tersebut tidak sesuai dengan norma-norma kesusilaan dan agama yang dianut di Indonesia. Bahkan banyak tokoh dan pemuka agama yang menentang acara tersebut dilaksanakan, dan menuntut pihak berwajib untuk mengambil tindakan atas kegiatan yang tidak berizin dan dianggap sebagai kegiatan dari perilaku yang menyimpang," jelas Muslim.
Komite III DPD RI menyakan, menolak dengan keras diadakannya acara tersebut. Apalagi konsep transgender sangat bertentangan dengan ajaran agama dan norma-norma dan nilai yang berlaku di Indonesia.
"Hal ini dapat merusak generasi bangsa di masa depan. Perilaku lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) tidak diterima di Indonesia, karena bertentangan dengan norma-norma, nilai dan adat ketimuran yang dijunjung tinggi," imbuhnya.
Pelaksanaan kegiatan Kontes Kecantikan Transgender, lanjut Muslim M Yatim, merupakan bagian promosi dari perilaku LGBT.
Padahal sudah jelas bahwa perilaku LGBT bertentangan dengan norma-norma dan nilai-nilai yang ada di Indonesia terutama nilai-nilai Pancasila khususnya sila yang pertama yaitu 'Ketuhanan Yang Maha Esa'.
Sila pertama ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara yang beragama, dan hampir semua agama tidak memperbolehkan atau mengharamkan adanya praktik LGBT tersebut.
"Beberapa daerah di Indonesia, terutama di wilayah yang menerapkan syariah Islam seperti Aceh, memiliki peraturan yang jelas-jelas melarang adanya perilaku LGBT. Selain itu tindakan pernikahan sesama jenis dan adopsi anak oleh pasangan sesama jenis tidak diakui oleh hukum yang berlaku di Indonesia," jelasnya.
Muslim menekankan bahwa tugas utama DPD RI adalah melindungi dan memelihara nilai-nilai budaya, moral, dan agama yang telah lama menjadi fondasi bangsa Indonesia.
Kontes kecantikan transgender, menurutnya, tidak sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut dan berpotensi mengganggu tatanan sosial yang sudah ada.
"Generasi muda adalah masa depan bangsa. Kita harus memastikan bahwa mereka tumbuh dalam lingkungan yang mendukung perkembangan moral dan spiritual yang sehat. Kita tidak boleh membiarkan pengaruh negatif merusak masa depan mereka," ucapnya. (*)